Laura Aurelia Dinda Sekar Devanti (19) tersenyum lebar saat menerima keping logam mulia berupa 50 gram emas, yang merupakan apresiasi atas prestasinya di Asian Para Games. Atlet renang klasifikasi S6 (keterbatasan kontrol kaki) itu sesaat melupakan kesedihannya yang gagal memenuhi target medali.
Laura menerima hadiah pada Rabu (17/10/2018) di McDonald’s Sarinah, Jakarta. Hadiah itu merupakan penghargaan dari McDonald’s dan Prima kepada atlet renang yang berprestasi dan berjuang di Asian Para Games 2018. Masing-masing 100 gram emas untuk peraih emas, 70 gram emas untuk peraih perak, serta 50 gram emas untuk peraih perunggu dan brand ambassador.
Acara penghargaan emas yang juga terdapat sesi berbagi pengalaman itu sejenak menghilangkan kesedihan Laura. Ia sebelumnya masih bersedih karena gagal menyumbangkan medali untuk Indonesia. ”Sedih banget kalau ingat-ingat kemarin. Rasanya pengen nangis terus,” ujarnya.
Laura merupakan atlet yang ditargetkan meraih emas pada Asian Para Games. Namun, target itu gagal karena perubahan kelas mendadak. Pada saat klasifikasi, petugas klasifikasi internasional dari Jerman dan Perancis memutuskan Laura pindah kelas dari S5 ke S6.
Perubahan kelas membuat atlet yang meraih emas ASEAN Para Games 2017 dalam kelas S5 itu harus bersaing melawan atlet dengan tingkat keterbatasan lebih rendah. Padahal, perbedaan kemampuan atlet kelas S5 dan S6 cukup timpang. Sebagai contoh, perenang S6 mampu menggunakan kaki, sedangkan kaki Laura sama sekali tidak berfungsi di dalam air.
Pada nomor andalan Laura, 50 meter gaya punggung, catatan terbaiknya adalah 42,81 detik. Di kelas S5, catatan itu menjadi rekor Asia. Sementara di S6, pemegang rekornya memiliki catatan 38,17 detik atau 4 detik lebih cepat. Kondisi itu diperparah dengan penggabungan kelas S6, S7, S8, dan S9 karena kekurangan atlet di kelas tersebut. Peluang Laura pun kandas sebelum berlomba. ”Kemarin, karena atletnya yang S6 sedikit, jadi digabung. Peluang saya jadi semakin kecil,” ucapnya.
Laura kecewa besar. Latihan kerasnya sejak Januari hingga Oktober 2018 terbuang sia-sia. Setiap hari ia berlatih dua kali, pagi dan sore, dalam kondisi terik dan hujan. Berjaya di Asian Para Games merupakan mimpi Laura. Mimpi itu dipendam sejak ia memutuskan jadi perenang Paralimpiade pada 2016.
Sebelumnya Laura merupakan perenang kelas umum. Kecelakaan jatuh di kamar mandi sehari sebelum perlombaan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) 2015 membuat tulang belakangnya patah. Sejak itu, ia mengalami paraplegi atau kehilangan kontrol di bagian kaki.
Masa depan
Klasifikasi di Asian Para Games tidak hanya menggagalkan misi Laura menyumbang medali untuk Indonesia. Lebih dari itu, ia diragukan bisa berprestasi dalam dua tahun ke depan. Sebab, klasifikasi itu akan bertahan dua tahun sampai Oktober 2020. Klasifikasi ulang baru dapat dilakukan setelahnya.
Pelatih kepala renang Paralimpiade, Dimin BA, mengatakan, di kelas S6 sangat sulit bagi Laura untuk menembus Paralimpiade Tokyo 2020. Hal yang paling realistis adalah berprestasi di ASEAN Para Games Manila 2019.
Meski demikian, Laura menolak menyerah pada klasifikasi. Ia tetap optimistis bisa bersaing dengan atlet-atlet S6. ”Masih belum mau menyerah. Harus terus berusaha dulu. Setidaknya ASEAN Para Games pasti mampu,” katanya.