Selama ini NPC Indonesia hidup dari dana kontribusi para atletnya. Namun, setelah kian populer di Asian Para Games 2018, mereka mencari peluang sumber pendanaan baru.
JAKARTA, KOMPAS Berbeda dengan organisasi pembina atlet/olahraga lain, Komite Paralimpiade Nasional atau NPC Indonesia tidak mendapat dukungan dana dari pemerintah untuk menjalankan operasional sehari-hari. Agar roda organisasi berjalan, mereka mengutip uang kontribusi dari atlet, terutama dari bonus yang diperoleh atlet.
Pengutipan itu disebut sudah disepakati atlet dan NPC sesuai rumusan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga NPC yang ditetapkan 2004.
Namun, akan lebih baik jika NPC punya sumber pendanaan lain agar bonus yang diterima atlet lebih utuh untuk kesejahteraannya.
Setelah Asian Para Games 2018, NPC melihat perhatian masyarakat terhadap olahraga disabilitas cukup baik. Hal itu yang membuat mereka mulai berpikir mencari peluang sumber pendanaan baru, terutama dari swasta.
Sekretaris Jenderal NPC Pribadi yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (18/10/2018), mengatakan, sebelum berdiri sendiri pada 2015, NPC ada di bawah KONI. Saat itu, mereka tidak mendapat pendanaan cukup untuk memenuhi kebutuhan atlet, seperti membeli peralatan latihan/tanding dan ikut turnamen internasional.
Saat musyawarah pada 2004, anggota NPC, termasuk para atlet, sepakat untuk menghidupkan organisasi lewat uang kontribusi atlet. ”Jadi, NPC ini dari atlet untuk atlet,” ujarnya.
Uang kontribusi tersebut salah satunya dari bonus yang diterima atlet. Total uang kontribusi dari bonus mencapai 30 persen, yakni 5 persen untuk NPC kabupaten/kota, 10 persen untuk provinsi, dan 15 persen untuk pusat. ”Uang itu untuk kegiatan operasional sehari-hari, termasuk untuk mengirim atlet ke pertandingan internasional,” ujar Pribadi.
Pribadi mengatakan, NPC tidak punya sumber pendanaan lain. Pemerintah hanya memberi dana untuk mengikuti ajang tertentu, seperti pelatnas Paralimpiade, Asian Para Games, atau ASEAN Para Games. ”Pihak swasta kurang tertarik dengan olahraga disabilitas,” tuturnya.
Namun, perhatian pada olahraga disabilitas mendapat angin segar saat Asian Para Games 2018. Pemerintah, swasta, dan masyarakat antusias mendukung dengan ajang itu. ”Ini menjadi celah kami mencari sumber pendanaan baru. Tak tertutup kemungkinan, nanti kami tidak lagi mengambil uang kontribusi atlet,” katanya.
Disosialisasikan
Perenang Jendi Pangabean mengatakan, kontribusi untuk NPC sudah disosialisasikan sejak awal dirinya bergabung pada 2013. ”Saya ikut saja dengan aturan, yang pasti saya bersyukur dikasih (bonus). Saya ingin membantu NPC supaya lebih maju. Selama anggaran bisa dipertanggungjawabkan, enggak masalah,” ujar peraih satu emas, satu perak, dan dua perunggu Asian Para Games 2018 itu.
Perenang Syuci Indriani juga tidak keberatan dengan pemotongan bonus untuk kontribusi kepada NPC. ”Saya tak keberatan karena sudah jadi kewajiban. Selain itu, nama saya juga dibesarkan oleh NPC,” katanya.
Menurut perenang Marinus Melianus Yowei, hubungan NPC-Menpora yang baik dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan konsistensi dukungan dana.
”Hubungan dengan Menpora sekarang lancar, semoga dengan begitu tidak ada hambatan. Sebagai atlet, kami merasa kalau bonus tidak dipotong bagus, kami bersyukur. Kalau dipotong, ya, tak apa-apa juga,” katanya.
Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta mengutarakan, pengutipan tidak masalah asal sesuai aturan dan tanpa paksaan. Kemenpora memang belum bisa menggelontorkan dana bantuan untuk NPC. ”Melihat atmosfer luar biasa saat Asian Para Games, kami harap NPC ambil peluang untuk menggaet sponsor,” ujarnya. (DRI/DNA)