JAKARTA, KOMPAS - Syarat usia dan pendidikan menjadi kendala bagi sebagian atlet berprestasi untuk menjadi pegawai negeri sipil. Kemenpora kini mengarahkan mereka ke BUMN dan BUMD.
Sejumlah atlet berprestasi meminta kejelasan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk diangkat sebagai pegawai negeri sipil sebagai bagian dari bonus prestasi di ajang multicabang. Sebab, beberapa atlet telah berusia di atas 35 tahun atau melewati batas maksimal menjadi PNS, dan
ada juga yang belum mengantongi ijazah SMA atau standar minimal pendidikan untuk menjadi PNS.
”Saya minta kejelasan Kemenpora terkait penghargaan peraih medali emas ASEAN Para Games berupa pengangkatan PNS. Tahun lalu saya sudah didaftarkan. Tetapi, karena belum mengantongi ijazah SMA, akhirnya pendaftaran PNS saya dibatalkan. Tahun ini saya seharusnya didaftarkan lagi, tetapi terkendala usia 35 tahun,” ujar Guntur, perenang peraih lima emas ASEAN Para Games 2017 itu, ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Guntur mengatakan, ketika bertemu Menpora Imam Nahrawi saat Asian Para Games 2018, dirinya dijanjikan akan diarahkan bekerja di BUMN atau BUMD.
”Tetapi, sampai sekarang tidak ada surat rekomendasi dari Kemenpora. Kalau memang berencana memasukkan kami ke BUMN, sebaiknya segera ada surat rekomendasi agar BUMN mempekerjakan atlet berprestasi,” katanya.
Guntur merupakan perenang dengan tangan satu. Semula dirinya terlahir normal. Pada 2000, tangan kirinya putus tergiling mesin kapal penangkap ikan. Peristiwa itu kemudian mengantar Guntur menjadi atlet renang.
Harapan serupa disampaikan atlet atletik Paralimpiade, Riadi Saputra (37). Atlet asal Medan, Sumatera Utara, itu selalu menyumbangkan medali emas untuk Indonesia pada ASEAN Para Games 2011, 2013, 2015, dan 2017. Di ASEAN Para Games 2017, ia menyumbangkan emas dari nomor lempar cakram dan perak dari lempar lembing.
Atas prestasinya, Riadi pernah diundang oleh Kemenpora untuk membahas upaya pengangkatan atlet berprestasi menjadi PNS di Jakarta pada Januari 2018. Waktu itu, lanjut Riadi, Kemenpora mengupayakan keringanan untuk atlet berprestasi yang telah berusia lebih dari 35 tahun ataupun belum memiliki ijazah SMA guna diangkat menjadi PNS.
”Sedihnya, sampai sekarang belum ada kejelasan lagi. Padahal, kemarin, sejumlah atlet berprestasi yang lebih muda dari kami sudah mulai latihan untuk jadi PNS. Terus kami kapan? Padahal, kami juga sudah menyumbang prestasi, bahkan emas. Kami harap ada kejelasan dari pemerintah karena kami perlu kerjaan tetap untuk hari tua,” ujar Riadi, kemarin.
Kemenpora cari solusi
Selain bonus uang, pemerintah melalui Kemenpora menjanjikan pengangkatan PNS untuk atlet minimal peraih emas SEA Games/ASEAN Para Games, perak Asian Games/Asian Para Games, dan perunggu Olimpiade/Paralimpiade dari 2014 hingga kini.
Namun, tidak semua atlet berprestasi serta-merta bisa menjadi PNS. Berdasarkan Pasal 6 Ayat 1 PP No 11/2002 tentang Perubahan atas PP No 98/2000 tentang Pengadaan PNS, salah satu syarat melamar calon PNS maksimal berusia 35 tahun.
Berdasarkan data Sekretaris Kemenpora, sedikitnya terdapat 50 atlet dari 200-an atlet berprestasi yang usianya di atas 35 tahun.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengutarakan, Kemenpora telah berusaha untuk menjadikan para atlet berprestasi tersebut sebagai PNS. Namun, karena terbentur aturan, tak sedikit atlet tersebut belum bisa menjadi PNS. Sebagai solusi, Kemenpora berusaha mengalihkan mereka untuk menjadi karyawan BUMN/BUMD.
Untuk itu, kemarin, Menpora mengirimkan surat ke Menteri BUMN Rini Soemarno tentang permohonan penghargaan bagi atlet berprestasi. Isi surat itu antara lain Menpora meminta Menteri BUMN membantu memberikan penghargaan berupa pekerjaan kepada sejumlah BUMN bagi atlet, pelatih, dan asisten pelatih yang telah berusia lebih dari 35 tahun.
”Kalau sudah direspons, kami akan koordinasi lagi postur BUMN seperti apa yang bisa diisi para atlet, pelatih, dan asisten pelatih yang berusia di atas 35 tahun,” ujar Gatot. (DNA/DRI)