Dua juara baru dari lima juara Grand Slam, serta dua juara Final WTA, akan membuat turnamen Final WTA di Singapura, 21-28 Oktober, kompetitif. Saat tak ada satu petenis pun yang mendominasi musim 2018, kejutan bisa terjadi di Singapura.
Perolehan poin dari turnamen WTA dan Grand Slam selama 2018 meloloskan delapan petenis peringkat teratas ke Singapura. Mereka adalah Simona Halep (Romania), Caroline Wozniacki (Denmark), Angelique Kerber (Jerman), Naomi Osaka (Jepang), Petra Kvitova (Ceko), Sloane Stephens (Amerika Serikat), Elina Svitolina (Ukraina), dan Karolina Pliskova (Ceko).
Namun, cedera punggung membuat Halep, yang dipastikan menjadi petenis peringkat pertama dunia akhir tahun, batal tampil di Singapura. Posisinya digantikan Kiki Bertens (Belanda) yang akan menjalani debut di Final WTA, seperti Osaka dan Stephens.
Wozniacki dan Osaka mengalami masa terbaik tahun ini dengan perolehan gelar Grand Slam pertama. Wozniacki menjuarai Australia Terbuka, sementar Osaka menjadi yang terbaik pada AS Terbuka.
Kvitova juga berstatus juara Grand Slam meski prestasi itu sudah lama dicapainya. Petenis yang pernah absen dari turnamen karena lengan kirinya ditikam perampok di apartemennya, Desember 2016, ini adalah juara Wimbledon 2011 dan 2014. Kvitova juga salah satu petenis yang berpengalaman menjuarai Final WTA, yaitu pada 2011. Petenis lain adalah Wozniacki yang berstatus juara bertahan.
Namun, pengalaman juara bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan, apalagi persaingan tunggal putri begitu terbuka tanpa ada dominasi dari petenis tertentu.
Seperti pada 2017, empat Grand Slam tahun ini dijuarai petenis berbeda. Selain Wozniacki dan Osaka, trofi juara Grand Slam didapat Halep di Perancis Terbuka dan Kerber di Wimbledon. Maka, semua petenis memiliki peluang sama untuk menjadi yang terbaik pada akhir musim, termasuk Stephens dan si pemalu, Osaka.
Gelar AS Terbuka bukan faktor kebetulan bagi petenis berusia 21 tahun itu. Enam bulan sebelum mengalahkan Serena pada final 8 September lalu, Osaka juara di Indian Wells, salah satu dari tiga turnamen level tertinggi dalam kalender WTA.
Ketika itu, Osaka mengalahkan pemain-pemain yang lebih berpengalaman, seperti Maria Sharapova, Pliskova, Agnieszka Radwanska, dan Halep. Setelah menjuarai AS Terbuka, dia tampil konsisten dengan mencapai final WTA Tokyo dan semifinal WTA Premier Beijing.
”Naomi adalah petenis yang menyukai tampil di ’panggung besar’. Itu membantunya menjadi petenis yang sangat kompetitif,” ujar pelatihnya, Sascha Bajin, dalam ESPN.
Sascha Bajin mengatakan, dengan karakter Osaka yang pendiam, dia tak terlalu sulit memintanya untuk tampil tenang saat bertanding.
Osaka menjadi petenis ketiga Jepang yang lolos ke Final WTA sejak turnamen tersebut digelar pada 1972, dan yang pertama dalam 15 tahun setelah Ai Sugiyama. Kimiko Date juga tiga kali lolos dan mencapai semifinal dalam debutnya pada 1994.
”Lolos ke Final WTA adalah pencapaian luar biasa. Saya senang kembali ke Singapura untuk bersaing dengan petenis-petenis terbaik musim ini,” kata Osaka dalam laman resmi WTA.
Petenis keturunan Haiti itu pernah tampil dalam WTA Rising Stars 2015, turnamen untuk petenis-petenis yunior terbaik, yang menjadi rangkaian Final WTA. Dia pun menjadi juara. ”Semoga pengalaman waktu itu berpengaruh positif kepada saya,” katanya.
Stephens, juara AS Terbuka 2017, juga menantikan debutnya di Singapura. ”Saya sangat menantikan bersaing dengan petenis-petenis terbaik, juga berjumpa penggemar di Singapura dan menikmati kota itu,” katanya.
Mantan petenis yang saat ini menjadi analis, Tracey Austin, mengatakan, banyaknya kejutan pada musim 2018 bisa berlanjut ke Singapura. ”Kalau saja tenis putri diibaratkan sebuah bistro, akan sangat banyak menu di dalamnya,” kata Austin dalam New York Times. (IYA)