JAKARTA, KOMPAS - Pembinaan pemain-pemain muda pada cabang bola voli di Tanah Air belum berjalan optimal karena terkendala dana. Klub-klub profesional pun cenderung merekrut pemain yang relatif sudah ”matang” untuk mengarungi sebuah kompetisi ketimbang melakukan pembinaan sejak usia dini.
Kendala pendanaan dalam membina atlet muda menjadi tantangan bagi klub amatir, seperti Bharata Muda Jakarta. Pelatih Kepala Bharata Muda Eko Waluyo mengatakan, meski banyak pemain muda yang berlatih di klub itu, tidak ada keberlanjutan untuk mengembangkan pembinaan pemain-pemain muda tersebut. Hal ini karena tidak ada pendanaan tetap yang bisa mencukupi kebutuhan untuk membina atlet muda itu.
Untuk memenuhi kebutuhan pemain dan mengikuti kompetisi, Bharata Muda masih meminta bantuan alumninya dan mengajukan proposal permohonan bantuan kepada perusahaan dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Yang lebih memprihatinkan, untuk tempat latihan, klub harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
”Pernah dapat dana dari Kemenpora, tetapi itu hanya untuk ikut kompetisi saja. Di luar itu, kami harus cari sendiri,” kata Eko yang dihubungi pada Jumat (19/10/2018).
Ia berharap pemerintah menjembatani klub-klub amatir dengan perusahaan yang bisa memberikan dukungan sehingga pembinaan pemain-pemain muda dapat berkembang. Hal ini penting mengingat banyak pemain muda potensial yang muncul dari klub-klub amatir.
Manajer PGN Popsivo Polwan Nita Pongky yang dijumpai di Padepokan Voli Jenderal Polisi Kunarto di Sentul, Bogor, Jawa Barat, mengakui, membina pemain muda dalam jangka panjang membutuhkan biaya yang besar. Hal itu karena klub harus memenuhi kebutuhan pemain, termasuk menyediakan fasilitas latihan dan tempat tinggal. Karena itu, Popsivo lebih memilih merekrut pemain muda potensial dan memolesnya untuk selanjutnya diikutkan dalam kompetisi.
Pemain yang direkrut juga ditawari menjadi anggota kepolisian. Dengan demikian, ketika kompetisi berakhir, pemain dapat bekerja di kesatuan. Ketika ada kompetisi, para pemain tersebut dapat dipanggil lagi.
Pola yang sama dilakukan tim putri TNI AU. Secara terpisah, Pelatih kepala tim putri TNI AU, Walfridus Wahyu, mengatakan, pemain muda potensial yang direkrut timnya juga ditawari menjadi prajurit TNI. Pembinaan pemain di TNI AU bisa berjalan karena ada dukungan dana kompensasi dari keikutsertaan di Proliga serta dana kas dari kesatuan di TNI AU.
Ketimpangan
Di luar persoalan pendanaan, Pelatih Popsivo Dwi Sari menilai, kompetisi bagi pemain usia muda masih terbatas di Pulau Jawa. Akibatnya, potensi pemain muda di luar Pulau Jawa tidak berkembang.
Ketua Bidang Pertandingan PP PBVSI Hanny Surkatty tidak menampik jika dana masih menjadi permasalahan untuk pengembangan pemain muda. Untuk mengatasi persoalan ini, perlu ada komitmen bersama antara klub, pemerintah daerah, dan organisasi untuk memajukan perkembangan voli nasional.
”Kemandirian klub juga belum mapan untuk mencari dana. Seharusnya setiap klub mempunyai divisi marketing sehingga dapat membantu keuangan klub. Mereka tidak dapat hidup sendiri jika tidak ada dukungan dan bantuan dari pemerintah daerah,” kata Hanny. (E20)