JAKARTA, KOMPAS - Tim angkat besi Indonesia akan menghadapi lawan berat pada Kejuaraan Dunia di Ashgabat, Turkmenistan, 1-10 November 2018. Apalagi, setelah tampil pada Asian Games 2018, Agustus lalu, jumlah angkatan atlet belum mencapai bebasn maksimal.
Tim “Merah Putih” mengirimkan 10 atlet, terdiri atas lima lifter putra dan lima putri, untuk bersaing di Ashgabat. Sesuai ketentuan Federasi Angkat Besi Dunia (IWF), mulai Kejuaraan Dunia tahun ini atlet akan menempati kelas baru. Bagi Indonesia, Kejuaraan Dunia penting untuk merebut gelar dan termasuk dalam agenda kualifikasi atlet menuju Olimpiade Tokyo 2020.
Sepuluh lifter Indonesia yang berangkat ke Ashgabat adalah Eko Yuli Irawan dan Surahmat (61 kg), Deni (67 kg), serta Triyatno dan lifter muda Rahmat Erwin Abdullah (73 kg). Adapun tim putri terdiri dari Sri Wahyuni Agustiani dan Yolanda Putri (49 kg), Syarah Anggraini (55 kg), Acchedya Jagaddhita (59 kg), dan Nurul Akmal (+87 kg).
Berdasarkan data peserta pada laman IWF, pada kelas 49 kg, lifter putri andalan Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, dan lifter pelapis Yolanda Putri, akan kembali bersaing dengan peraih medali emas Asian Games 2018, Ri Song Gum (Korea Utara). Pada daftar tersebut, Sri Wahyuni dan Ri Song Gum sama-sama memasang jumlah angkatan total terkuat, yaitu 205 kg.
Meski jumlah angkatan masih bisa berubah hingga satu hari menjelang perlombaan, persaingan ketat sudah terasa. Peta persaingan di Kejuaraan Dunia 2018 kemungkinan besar akan mengulang Asian Games 2018. Dalam ajang itu, Sri Wahyuni merebut perak.
Sri Wahyuni juga menghadapi tantangan dari Pramongkhol Chayuttra (Thailand), Piron Candelario Beatriz Elizabeth (Republik Dominika), dan lifter tuan rumah Yulduz Cumabayeva (Turkmenistan). Mereka termasuk dalam lima lifter dengan angkatan terberat yang didaftarkan ke dewan juri.
Pelatih kepala tim angkat besi Dirdja Wihardja mengatakan, pada kelas 49 kg, Sri Wahyuni juga harus mewaspadai hadirnya tiga lifter China, Hou Zhihui, Jiang Huihua, dan Zhang Rong. Ketiga atlet China mendaftarkan jumlah angkatan 150 kg.
“Jumlah angkatan yang didaftarkan tidak terlalu berat, tetapi justru itu yang harus diwaspadai. Mereka bisa saja menaikkan jumlah angkatan secara drastis pada saat perlombaan. Dari tiga atlet China ini, kami juga masih mempelajari siapa lawan terberat untuk Sri Wahyuni,” kata Dirdja.
Dirdja mengatakan, perubahan kelas angkat besi akan mempengaruhi persaingan dunia. Namun, mengingat tidak ada gambaran pasti mengenai persaingan itu, lifter Indonesia dituntut untuk setidaknya dapat menembus peringkat delapan besar dunia demi tiket ke Olimpiade Tokyo 2020.
Pelatih Supeni mengatakan, tantangan terberat bagi tim putri adalah mengembalikan jumlah angkatan seperti Asian Games 2018. Pelaksanaan Kejuaraan Dunia yang hanya diselenggarakan sebulan setelah Asian Games menjadi tantangan atlet dan tim pelatih. Apalagi, sejumlah atlet asal Jawa Barat pekan lalu tampil pada Pekan Olahraga Daerah Jabar sehingga energi mereka terkuras.
“Sampai sekarang, atlet baru mencapai jumlah angkatan 90-92 persen dari angkatan maksimal di Asian Games 2018. Kami masih berusaha agar atlet bisa mencapai atau mendekati puncak performa seperti di Asian Games,” kata Supeni.
Putra
Lawan berat juga dihadapi tim putra. Di kelas 67 kg, Deni bersaing dengan pemegang gelar juara dunia dan juara Olimpiade. Sebutlah Doston Yokubov (Uzbekistan), juara dunia 2017 yang sebelumnya mengisi kelas 69 kg. Ada pula peraih medali emas kelas 62 kg Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Oscar Albeiro Figueroa Mosquera . Deni juga bersaing dengan juara Asia yunior 2017, juara dunia yunior 2015, dan juara Olimpiade Remaja 2014, Pak Jong Ju (Korut).
Deni mengatakan, persaingan di kelasnya memang cukup terbuka mengingat ada beberapa atlet berasal dari kelas lebih rendah, yaitu 62 kg, dan kelas lebih tinggi 69 kg. “Beberapa atlet yang sebelunya mengisi kelas 62 kg, pasti ketika latihan berat badan mereka 65 kg atau 66 kg. Otomatis mereka naik ke kelas 67 kg. Saya tidak masalah dengan kehadiran mereka,” ujar Deni.
Deni cukup puas masuk ke kelas 67 kg, yang dianggapnya sebagai kelas ideal. Hal itu disebabkan, sehari-hari berat badan Deni 66 – 67 kg. Dengan bermain di kelas ideal, Deni tidak perlu mengubah pola makan. Dia justru akan kesulitan apabila harus menaikkan berat badan ke 73 kg.
Perubahan kelas ini, menurut Deni, mengubah peta persaingan angkat besi dunia. Namun, dirinya yakin setidaknya bisa masuk delapan besar dunia demi mengumpulkan poin menuju Tokyo 2020.