Gelar juara Final WTA menjadi yang terbesar dalam karier Elina Svitolina. Petenis Ukraina itu berharap gelar tersebut membawa momentum positif untuk musim 2019.
SINGAPURA, MINGGU Elina Svitolina datang ke Singapura bukan sebagai favorit juara turnamen tenis putri di pengujung musim, Final WTA. Namun, petenis Ukraina itu menjadi wakil pertama dari negaranya yang membawa pulang gelar juara dari turnamen yang hanya diikuti delapan petenis terbaik pada musim 2018 tersebut.
Di Stadion Tertutup Singapura, Minggu (28/10/2018), Svitolina mendapat Trofi Billie Jean King setelah mengalahkan Sloane Stephens dalam laga final. Pada pertandingan selama 2 jam 23 menit itu, Svitolina menang, 3-6, 6-2, 6-2. Ini menjadi gelar terbesar bagi atlet yang menjadi petenis profesional sejak 2010 itu.
”Ini menjadi momen spesial. Saya bermain bagus pekan ini dan Singapura akan selalu ada di hati saya,” kata Svitolina yang menerima trofi dari legenda tenis, Billie Jean King. King adalah peraih 39 gelar juara Grand Slam, dari tunggal serta ganda putri dan campuran, pada era 1960-an hingga 1980.
Dalam perjalanan menuju tangga juara, Svitolina tidak terkalahkan dalam lima pertandingan. Dia mengalahkan Petra Kvitova, Karolina Pliskova, dan Caroline Wozniacki dalam penyisihan grup, kemudian Kiki Bertens pada semifinal hingga Stephens.
Kvitova dan Wozniacki adalah petenis yang berpengalaman menjuarai Final WTA. Bersama Stephens, mereka juga telah meraih trofi juara Grand Slam.
Kekuatan mental Svitolina pun berharap, hasil di Singapura akan berpengaruh positif pada kariernya di musim 2019, terutama untuk meraih gelar juara Grand Slam. Hasil terbaiknya di arena Grand Slam adalah perempat final Perancis Terbuka 2015 dan 2017, serta Australia Terbuka 2018.
Petenis berusia 24 tahun itu menilai, lolosnya dia ke final telah menunjukkan perkembangan kekuatan mental bertandingnya. Dia mencontohkan ketika bisa memenangi pertandingan pembuka, melawan Kvitova, setelah tujuh kali kalah dari delapan pertemuan sebelumnya. Ini berbeda dengan tahun lalu ketika dia kalah pada pertandingan pertama melawan Wozniacki.
”Saya yakin, saat belajar dari kesalahan, kita selalu bisa menemukan cara yang tepat untuk memperbaikinya. Kami menjalani kompetisi yang panjang dengan perbedaan kondisi dan lapangan. Jadi, kami harus selalu belajar untuk beradaptasi,” kata Svitolina.
Dia juga memperlihatkan kekuatan fisiknya ketika harus menjalani empat dari lima pertandingan dalam tiga set. Usai kehilangan set pertama dari Stephens, misalnya, dia tetap bisa tampil agresif hingga akhir pertandingan.
Semula penggemar Andre Agassi itu bersiap untuk tampil dalam turnamen WTA Trofi Elite di Zhuhai, China, 30 Oktober-5 November. Ini adalah turnamen yang diikuti delapan petenis terbaik berikutnya yang tak lolos ke Final WTA.
Namun, saat tiket Final WTA akhirnya didapat, dia berusaha untuk menikmatinya. ”Saya percaya dengan kemampuan saya hingga akhirnya lolos ke final. Ini menjadi momen spesial yang bisa saya banggakan di masa depan,” kata Svitolina dalam laman resmi WTA.
Petenis peringkat ketujuh dunia itu mengatakan, kemampuan untuk beradaptasi karena kekuatan mentalnya didapat karena beberapa perubahan kecil dalam timnya, salah satunya dengan menjadikan Thierry Ascione sebagai pelatih untuk mendampingi Andrew Bettles. Dia juga rutin mengasah diri agar mencapai puncak penampilan pada saat yang dibutuhkan.
”Saya selalu mencari sesuatu yang baru yang bisa berdampak positif pada permainan. Saya percaya, perubahan sekecil apa pun akan berpengaruh,” kata juara Perancis Terbuka Yunior 2010 itu.
”Saya telah mengerahkan semua kemampuan pada pertandingan terakhir musim ini. Kita lihat apa yang akan terjadi pada masa mendatang,” kata Svitolina. (reuters/iya)