Novak Djokovic mengunggah foto masa kecil lewat media sosial Instagram. ”Selalu percaya kepada dirimu. Setiap hari”. Kalimat itu menyertai foto Djokovic kecil yang berpipi merah.
Nole, panggilannya, mengunggah foto itu setelah dipastikan akan menjadi petenis nomor satu dunia pada daftar peringkat yang dikeluarkan Asosiasi Tenis Profesional (ATP) pada 5 November.
Itu terjadi setelah petenis nomor satu dunia saat ini, Rafael Nadal, mundur sebelum menjalani laga pertamanya pada babak kedua, turnamen ATP Masters 1000 Paris, Rabu (31/10/2018).
Sebelum turnamen dimulai, penghitungan poin mensyaratkan Djokovic memiliki hasil lebih baik daripada Nadal untuk naik ke puncak peringkat dunia. Syarat itu dipenuhi setelah Djokovic memenangi babak kedua atas Joao Sousa, 7-5, 6-1. Petenis Serbia itu kembali ke posisi yang terakhir dia tempati pada 31 Oktober 2016 sebelum digeser Andy Murray.
Cedera siku kanan sejak pertengahan 2017 membuat penampilannya pada awal 2018 buruk. Hingga Maret, statistik menang-kalahnya adalah 6-6. Tiga kekalahan dialami pada penampilan pertama di tiga turnamen, yaitu di Indian Wells, Miami, dan Barcelona.
Mengawali musim 2018 dari peringkat ke-12, Djokovic (31) turun ke posisi ke-22 pada Mei dan Juni. Dia lalu bangkit menjadi juara Wimbledon dan Amerika Serikat Terbuka.
Kesuksesannya menjadi nomor satu dunia ini menyamai prestasi Marat Safin yang menaikkan peringkat dari luar posisi 20 besar dunia ke posisi teratas pada musim yang sama. Mantan petenis Rusia itu melakukannya 18 tahun lalu. Safin menempati posisi ke-38 pada 28 Februari 2000, lalu naik ke posisi teratas pada 20 November.
”Menakjubkan. Setelah prestasinya turun, Novak telah kembali seperti Novak sebelumnya,” komentar Paul Annacone dalam The New York Times. Annacone adalah mantan pelatih Roger Federer dan Pete Sampras.
Annacone membandingkan kebangkitan Djokovic dengan Sampras sebelum menjuarai Grand Slam Amerika Serikat Terbuka 2002, gelar juara Grand Slam terakhirnya. Sampras mengalami hasil paling memalukan dalam kariernya ketika kalah dari George Bastl, petenis lucky loser dari Swiss, pada babak kedua Wimbledon pada musim yang sama. Gelar terakhir yang diperoleh Sampras sebelum AS Terbuka 2002 adalah Wimbledon 2000.
”Menurut saya, kebesaran seorang petenis tidak akan hilang begitu saja. Saat mengalami kegagalan, itu tidak akan terjadi terus-menerus. Saat saya berbicara kepada Pete setelah kalah dari Bastl, saya tahu dia akan menjadi juara Grand Slam lagi,” ujar Annacone, yang melatih Sampras pada 1995-2001 dan 2002.
Annacone menilai, apa yang dilakukan Djokovic saat ini lebih baik daripada Sampras. ”Bangkit dengan memenangi dua Grand Slam dan mendominasi paruh kedua musim ini adalah level lain dalam hal konsistensi,” katanya.
Brad Stine, pelatih Kevin Anderson, menilai, kembalinya Djokovic karena dia bekerja sama lagi dengan pelatih lamanya, Marian Vajda. Vajda, yang dipecat Djokovic pada Mei 2017, merasa senang saat bekerja sama kembali dengan Djokovic pada 5 April 2018. Apalagi, saat anak didiknya itu kembali menjadi petenis nomor satu dunia. (ap/iya)