JAKARTA, KOMPAS - Panduan arah pembinaan olahraga prestasi mendesak bagi Indonesia. Apalagi, Indonesia ingin masuk ke level elite Asia dan dunia setelah sukses menggelar Asian Games dan Asian Para Games pada 2018 ini.
Tanpa cetak biru pembinaan olahraga yang dijalankan secara konsisten, prestasi atlet-atlet Indonesia akan cenderung jalan di tempat.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto mengatakan, dua tahun lalu, tepatnya 24 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar kebijakan olahraga di Indonesia difokuskan pembinaan pada cabang-cabang prioritas yang dinilai berpotensi mencetak prestasi.
Namun, instruksi itu belum bisa dijalankan secara konsisten dalam kebijakan. ”Kita masih cenderung mendukung cabang-cabang lain (nonprioritas),” ujar Gatot saat peluncuran buku karyanya, Turbulensi Sport di Indonesia, di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Untuk menjalankan perintah itu secara penuh, menurut Gatot, akan ada sejumlah tantangan. Salah satunya adalah tekanan masyarakat. Selain itu, olahraga juga tak hanya tentang menang-kalah. Kemenpora harus mengakomodasi kepentingan banyak cabang olahraga.
Namun, prestasi Indonesia di Asian Games 2018 dapat dijadikan batu pijakan untuk menyusun cetak biru olahraga nasional sesuai dengan arahan Presiden.
”Setelah Asian Games ini, saya percaya Menpora mempunyai amunisi yang cukup untuk menjalankan perintah Presiden. Suka atau tidak suka, tetap harus dijalankan,” ujar Gatot.
Ia mengatakan, saat menjabat sebagai Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Kemenpora, dirinya terlibat dalam penyusunan rancangan besar olahraga nasional. ”Tetapi, grand design itu belum selesai. Sekarang saatnya untuk kembali dibahas,” ucapnya.
Setelah Asian Games, lanjut Gatot, Kemenpora mewujudkan perintah Presiden untuk fokus pada cabang prioritas dengan memfokuskan pengalokasian anggaran untuk persiapan Olimpiade Tokyo 2020. Sementara SEA Games 2019 diputuskan akan diikuti oleh atlet-atlet pelapis.
Konsistensi pemerintah
Lifter nasional peraih medali emas kelas 62 kg Asian Games 2018, Eko Yuli Irawan, mengatakan, rancangan besar terkait prestasi tim angkat besi Indonesia sebenarnya sudah ada. Namun, yang menjadi kendala adalah konsistensi dukungan pemerintah terhadap atlet elite dan regenerasi atlet.
Eko menyatakan, pemerintah punya pekerjaan rumah untuk menyiapkan atlet pelapis kedua dan ketiga. ”Pemerintah meminta agar regenerasi berjalan.
Tetapi, apakah pemerintah mau memasukkan atlet remaja dan yunior di pelatnas sebagai pelapis atlet-atlet senior? Setelah membina atlet remaja dan yunior selama tiga tahun, baru kita lihat prestasinya,” ujar Eko, yang baru saja meraih gelar juara dunia kelas 61 kg itu.
Menurut Eko, negara lain, seperti Thailand, mempunyai atlet-atlet yunior yang sangat banyak dengan kualitas baik sebagai pelapis para senior. Namun, di Indonesia, prestasi atlet-atlet senior belum konsisten. Perhatian pemerintah untuk atlet di daerah juga masih minim. Padahal, atlet-atlet daerah itu bisa direkrut untuk jadi pelapis atlet senior di pelatnas.
Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) Erick Thohir mengapresiasi peluncuran buku Turbulensi Sport di Indonesia. Menurut Erick, buku itu bisa dijadikan acuan mengelola prestasi olahraga di Indonesia.
Kesuksesan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games dengan segala dinamikanya juga bisa dijadikan pelajaran berharga untuk menyelenggarakan ajang yang lebih besar, misalnya Olimpiade 2032. (DNA/OKI)