JAKARTA, KOMPAS – Demi memastikan regenerasi atlet berjalan lancar, keputusan pemerintah untuk menurunkan atlet-atlet yunior di SEA Games 2019 perlu didukung. Namun, pemerintah perlu membuat seleksi dan menggelar pemusatan latihan nasional untuk atlet yunior agar mereka yang dipilih ke SEA Games punya kualitas baik, mendekati para seniornya.
Dosen Ilmu Keolahragaan Institut Teknologi Bandung Tommy Apriantono mendukung rencana pemerintah untuk menurunkan atlet-atlet yunior di SEA Games 2019. "Ini sebuah langkah yang bagus dan bijaksana. Selama ini kita selalu mengejar prestasi menjadi juara umum, tetapi regenerasi diabaikan," ujarnya di Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Namun, untuk memberangkatkan atlet-atlet yunior ke SEA Games, menurut Tommy, perlu dipertimbangkan usia, pencapaian pada olahraga yang digeluti, dan prestasi. “Jangan memilih atlet dengan pencapaian yang terlalu jauh dari seniornya,” kata Tommy.
Tommy menjelaskan, menurunkan atlet-atlet yunior pada sebuah ajang multicabang olahraga diperlukan untuk memantau penampilan mereka menghadapi ajang yang lebih tinggi. Ketika Asian Games Jakarta-Palembang 2018, misalnya, Jepang menurunkan atlet-atlet yunior berusia di bawah 21 tahun, karena mereka ingin membidik prestasi yang lebih tinggi di Olimpiade Tokyo 2020.
Meskipun mengandalkan atlet-atlet yunior, Jepang bisa bertengger di peringkat kedua pesta olahraga antarnegara se-Asia itu dengan perolehan 75 emas, 56 perak, dan 74 perunggu. Hal itu karena Jepang mempunyai rancangan pembinaan olahraga yang terstruktur dan regenerasi mereka berjalan baik. Jepang kalah satu level dari China yang mengumpulkan 132 emas, 92 perak, 65 perunggu. Berada di peringkat ketiga adalah Korea Selatan, diikuti Indonesia dan Uzbekistan.
Mengikutsertakan atlet yunior dalam SEA Games 2019, menurut Tommy, harus diikuti dengan komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan pelatnas bagi mereka. Pemerintah juga harus menyusun standar pencapaian untuk memilih atlet-atlet yunior, terutama untuk cabang terukur seperti angkat besi dan atletik.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, keputusan Menpora Imam Nahrawi untuk memberangkatkan atlet-atlet yunior di SEA Games 2019 sudah bulat. “Ini bukan wacana lagi. Ini sudah menjadi keputusan Pak Menteri, tetapi belum dituangkan tertulis saja,” kata dia, Kamis.
Gatot mengatakan, hasil Asian Games 2018 menjadi dasar pemerintah untuk fokus melakukan pembinaan pada cabang olahraga prioritas. Oleh karena itu, fokus perhatian pemerintah adalah mendukung atlet-atlet elite bisa bersaing di Olimpiade Tokyo 2020. Adapun SEA Games 2019 diperuntukkan bagi atlet-atlet yunior yang disiapkan menjadi pelapis para senior.
“Ini menyangkut jam terbang. Kalau mereka (atlet yunior) tidak diupayakan bertanding sekarang, kapan lagi? Selama ini kita hanya mengandalkan atlet elite saja,” tegas Gatot.
Dengan keterbatasan waktu, sejak sekarang cabang olahraga diminta untuk menyiapkan atlet-atlet yunior mereka untuk tampil di SEA Games. Gatot menjelaskan, pemilihan atlet-atlet yunior merupakan kombinasi antara usia dan pencapaian prestasi mereka. “Usia bukan menjadi syarat mutlak karena setiap cabang olahraga punya karakteristik berbeda-beda,” ujarnya.
Dengan keputusan ini, menurut Gatot, ada kemungkinan prestasi olahraga Indonesia di SEA Games akan menurun. Tetapi, hal tersebut sudah diantisipasi dengan tetap melibatkan sejumlah atlet senior pada ajang ini. Namun, jumlah atlet senior akan dibatasi.
Keputusan ini nantinya akan dituangkan dalam aturan tertulis sebagai Peraturan Menteri yang akan dikeluarkan pada Desember. Dalam aturan itu juga akan disebutkan jumlah kuota pelatnas untuk masing-masing cabang olahraga. Hal ini, menurut Gatot, yang membedakan pengiriman Kontingen Indonesia ke SEA Games Malaysia 2017 dan Filipina 2019.
Lifter senior peraih medali emas Asian Games 2018 Eko Yuli Irawan kurang sepakat dengan keputusan pemerintah untuk mengirimkan atlet-atlet yunior ke SEA Games 2019. “Fokus untuk Olimpiade 2020 itu memang baik, tetapi kalau junior belum mampu emas (SEA Games) kenapa diturunkan. Dengan kehadiran atlet senior saja peringkat kita berapa, apalagi tanpa senior,” ujarnya.
Menurut Eko, apabila pemerintah ingin melakukan regenerasi atlet, maka sebaiknya pemerintah punya keberanian untuk memasukkan atlet-atlet yunior ke pelatnas. Setelah atlet-atlet yunior menjalani pelatnas selama tiga tahun, barulah uji penampilan mereka di SEA Games 2021.
Sejauh ini, menurut Eko, hanya cabang bulu tangkis yang mempunyai sistem pembinaan terstruktur. Atlet-atlet senior tidak ikut ke SEA Games karena mereka punya jadwal turnamen lain yang jauh lebih penting. Pembinaan atlet-atlet yunior juga berjalan terus tanpa tergantung dengan pembiayaan pemerintah. Tetapi, hal ini belum berlaku di cabang olahraga lainnya.