Borobudur Marathon memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan levelnya menjadi ajang maraton kelas dunia. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan pembenahan tanpa henti dan dukungan sejumlah pihak.
Borobudur Marathon memiliki daya tarik wisata yang luar biasa. Pemandangan alam yang memikat, jalur lomba yang melintasi perkampungan, sawah, sungai, hingga bukit-bukit di sekitar candi Buddha terbesar di dunia. Apalagi jalur itu juga sudah tersertifikasi oleh Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF).
Keramahan warga setempat juga memperkuat daya tarik wisata itu. Mereka begitu bersahabat menyambut para pelari yang melintasi rumahnya.
Bahkan, di sejumlah titik, warga menyiapkan makanan dan minuman gratis untuk para pelari. Ada pula warga yang menampilkan kesenian daerah untuk menyemangati para pelari.
Nuansa yang begitu khas itu telah menggoda banyak pelari nasional dan internasional untuk berpartisipasi di Borobudur Marathon. Tercatat 205 pelari dari 30 negara lain menjadi bagian dari 10.000 peserta di ajang ini. Tak sedikit pula yang sudah lebih dari sekali berpartisipasi dan tidak merasa bosan.
Penggiat lari asal Jakarta sekaligus Komite Perlombaan Borobudur Marathon 2018, Agus Hermawan, mengatakan, dengan kelebihan alam dan budaya yang unik itu, Borobudur Marathon sangat mungkin menjadi salah satu ajang maraton kelas dunia.
Hanya saja, masih sulit bagi Borobudur Marathon untuk menjadi salah satu dari world major marathon atau seri maraton utama dunia, yang saat ini hanya ada enam, yakni Boston, New York, dan Chicago di Amerika Serikat, Tokyo di Jepang, Berlin di Jerman, dan London di Inggris.
Persyaratan menjadi seri maraton utama dunia cukup rumit. Antara lain, jalur harus benar-benar steril dari kendaraan, diikuti pelari elite dunia, besaran hadiah lomba harus ditingkatkan, dan siaran langsung sepanjang maraton.
Siaran langsung pun tak hanya bersifat lokal, tetapi internasional. Dengan syarat yang begitu ketat itu, ajang sekelas Gold Coast Marathon di Australia yang eksis dalam 40 tahun terakhir belum bisa masuk dalam seri maraton utama dunia.
”Borobudur Marathon bisa menjadi ajang maraton kelas dunia, tetapi yang berbasis wisata, seperti Great Wall Marathon di China atau Phuket Marathon di Thailand.
Walau bukan world major marathon, ajang maraton berbasis wisata itu populer dan mampu memikat banyak peserta,” ujar Agus yang pernah finis di Berlin Marathon, Tokyo Marathon, dan Gold Coast Marathon.
Terus berbenah
Direktur Perlombaan Borobudur Marathon Andreas Kansil mengatakan, ajang ini terus berbenah untuk mencapai taraf dunia. Salah satu pembenahan itu adalah mengadaptasi aturan internasional tentang cut of time (COT) dan cut of point (COP). Dengan ada aturan itu, pelari harus mampu berlari di bawah batas COT dan COP.
Selain itu, Borobudur Marathon kali ini memiliki blue line atau jalur cepat. Dengan begitu, pelari bisa bermanuver lebih baik sehingga memungkinkan finis lebih cepat. Panitia juga menambah jumlah pacer atau pemandu kecepatan menjadi 27 orang.
Kendati demikian, Andreas mengakui, masih banyak hal lain yang harus dibenahi agar Borobudur Marathon benar-benar mencapai taraf internasional. Antara lain yang paling krusial, jalur lomba harus lebih lebar dan tentu steril.
Di sisi lain, panitia juga harus lebih berhati-hati dalam menyeleksi pelari.
Mereka yang hendak berpartisipasi patut mendapatkan sosialisasi mendalam agar sadar dengan kapasitas dirinya. Hal itu penting supaya tidak ada korban jiwa saat perlombaan.
Adapun pada Minggu lalu, salah satu peserta maraton Borobudur Marathon 2018, Firman Aswani (23), terjatuh beberapa meter sebelum finis. Walaupun panitia telah melakukan tindakan cepat di lokasi kejadian dan membawa ke rumah sakit, Firman akhirnya meninggal dunia pada malam harinya.
Agenda wisata andalan
Borobudur Marathon menjelma jadi agenda wisata andalan Jawa Tengah dalam dua tahun terakhir. Dampak ekonomi dari ajang ini terlihat dari perputaran uang di kawasan itu pada penyelenggaraan tahun lalu mencapai Rp 14 miliar. Tahun ini ditargetkan naik menjadi Rp 20 miliar.
Upaya meningkatkan taraf lomba juga dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, salah satunya bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk meningkatkan kapasitas jalan untuk menuju Borobudur.
Dukungan untuk meningkatkan ajang ini ke taraf dunia juga disampaikan Kementerian Pemuda dan Olahraga. ”Mudah- mudahan nantinya bisa sekelas Boston Marathon atau Tokyo Marathon. Kemenpora akan membantu,” kata Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto.(ADRIAN FAJRIANSYAH)