Persaingan bulu tangkis ganda putri pada 2018 didominasi Jepang. Kekuatan berlapis membuat Jepang tak kehabisan pemain untuk menjuarai ganda putri dari satu turnamen ke turnamen lain.
Dari 37 turnamen kategori BWF World Tour, ganda putri Jepang juara dalam 21 turnamen. Negeri ”Matahari Terbit” itu menempatkan enam ganda putri pada peringkat 10 besar dunia. Tiga di antaranya pada posisi tiga teratas.
Ketiganya juga menempati posisi tersebut dalam daftar peringkat Final BWF yang poinnya dihitung dari turnamen BWF World Tour 2018. Mereka meliputi Ayaka Takahashi/Misaki Matasutomo (juara Olimpiade Rio de Janeiro 2016), Yuki Fukushima/Sayaka Hirota (juara All England 2018), dan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara (juara dunia 2018).
Seandainya turnamen Final BWF di Guangzhou, China, 12-16 Desember, tidak menerapkan kuota maksimal dua wakil untuk tiap nomor dari setiap negara, Jepang bisa diwakili tiga pasangan pada ganda putri.
Jepang akhirnya diwakili Takahashi/Matsutomo dan Matsumoto/Nagahara. Sesuai peraturan, juara dunia atau juara Olimpiade (saat tahun diselenggarakannya Olimpiade) berhak atas wild card ke Final BWF yang pada periode 2008-2017 bernama Final Super Series.
Kekuatan Jepang mengungguli China yang sempat berharap mendapat bintang baru dengan kelahiran Chen Qingchen/Jia Yifan setelah kejayaan negara tersebut meredup sejak 2016. Kedua pemain berusia 21 tahun itu menjuarai Final Super Series 2016 dan juara dunia 2017. Mereka pun diharapkan meneruskan kejayaan Zhao Yunlei, Ma Jin, dan kawan-kawan yang pensiun setelah tampil pada Olimpiade 2016.
Namun, Chen/Jia gagal mempertahankan penampilan baik mereka pada 2017. Tahun ini mereka hanya menjuarai Asian Games yang bukan merupakan kalender turnamen BWF.
Ganda putri China, bahkan, hanya meraih dua gelar juara dari rangkaian turnamen BWF World Tour. Itu pun dari turnamen kecil berlevel Super 300 dan 100. Tang Jinhua/Xu Yiaohan juara di AS Terbuka, sementara Du Yue/Li Yinhui meraih gelar di negaranya sendiri, China Masters.
Tembok penghalang
Tembok berlapis ganda putri Jepang telah dirasakan oleh pasangan Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Dari 18 kekalahan yang dialami pada tahun ini dalam berbagai level turnamen, 11 di antaranya dialami saat melawan ganda Jepang. Tujuh dari 11 kekalahan itu terjadi pada semifinal.
Sebelum dikalahkan Matsumoto/Nagahara dalam semifinal Perancis Terbuka, Oktober, Greysia mengatakan, rentetan kekalahan yang dialami dari ganda Jepang tersebut melelahkan pikirannya. Saat itu mereka kalah telak, 10-21, 8-21. Meski tak memiliki smes sekuat pemain-pemain China, pasangan Jepang memiliki keunggulan bisa tampil konsisten di sepanjang turnamen menghadapi lawan dengan karakter apa pun. Mereka juga ulet dan jarang membuat kesalahan yang berbuah poin bagi lawan. Daya tahan fisik dan mental diperlukan untuk menghadapi ganda putri Jepang.
Menjaga fokus dan konsistensi permainan selama pertandingan itulah yang masih menjadi kelemahan Greysia/Apriyani yang tahun ini menjuarai India dan Thailand Terbuka. Namun, setelah bermain tiga gim saat kalah dari Fukishima/Hirota pada semifinal Hong Kong Terbuka, November lalu, Greysia mengatakan, dirinya dan Apriyani hampir menemukan cara untuk mengalahkan pasangan Jepang. Itu menumbuhkan kembali kepercayaan diri mereka yang akan dibawa ke Guangzhou.
Keyakinan dan kemampuan harus ditingkatkan. Meskipun kekuatan Jepang berlapis, bukan berarti tidak dapat dirobohkan.(Yulia Sapthiani)