JAKARTA, KOMPAS Cetak biru pembinaan olahraga jangka panjang serta kebijakan permanen untuk menjamin masa depan atlet dibutuhkan untuk memastikan prestasi olahraga Indonesia bisa berkembang. Selama ini, kebijakan sering berubah atau bahkan putus di tengah jalan. Kebijakan untuk memberikan jaminan hari tua untuk olimpian, misalnya, hanya berjalan selama setahun.
”Jaminan hari tua kemudian tidak berjalan lagi karena terbentur aturan. Alangkah baiknya kalau perhatian pemerintah diwujudkan tidak hanya dalam bentuk bonus terhadap atlet peraih medali, tetapi juga kebijakan berkesinambungan untuk mantan atlet,” ujar mantan pebulu tangkis nasional Susy Susanti dalam refleksi akhir tahun olahraga Indonesia yang diselenggarakan oleh Komunitas Olahraga Indonesia di Jakarta, Senin (10/12/2018).
Susy mengatakan, orangtua sering kali enggan merestui anaknya menjadi atlet karena tidak ada jaminan kesejahteraan untuk masa depan. Apalagi, kalau ada atlet mengalami cedera, mereka bisa saja keluar dari tim nasional. Situasi ini sering kali membuat Indonesia kesulitan mendapatkan atlet.
”Dengan adanya jaminan hari tua, profesi atlet akan diminati. Ini akan memberikan pengaruh luar biasa bagi masyarakat karena kita mempunyai potensi luar biasa di olahraga,” ujar Susy.
Atlet jujitsu Indonesia di Asian Games 2018, Simone Julia, mengatakan, pembinaan olahraga negeri ini sering dilakukan dengan metode kebut semalam.
Untuk menghadapi Asian Games, tim jujitsu dibentuk hanya delapan bulan jelang kejuaraan. ”Di negara lain, hal ini tidak mungkin terjadi. Mereka pasti sudah jauh-jauh hari menyiapkan tim,” ujarnya.
Simone juga melihat ada sejumlah pengurus cabang yang tidak profesional dalam membina olahraga. ”Banyak ketua pengurus cabang olahraga yang mempunyai agenda pribadi.
Beberapa atlet yang bergabung dengan tim nasional, misalnya, bukanlah atlet terbaik. Ini sangat merusak tim karena kami berlatih dengan partner yang tidak sesuai,” ujar Simone.
Selain itu, latihan juga sering kali hanya terfokus pada peningkatan fisik. Padahal, pertarungan atlet di tingkat dunia lebih menekan mental. Anggaran yang terbatas juga membuat atlet merogoh kocek pribadi untuk memenuhi kebutuhan latihan. Simone melakukan itu saat pemusatan latihan dan ikut kejuaraan di Thailand.
Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia Erick Thohir mengatakan, pemerintah harus mempunyai cetak biru bagaimana memanfaatkan arena olahraga yang sudah dibangun untuk menyambut Asian Games. Perlu juga perhatian untuk jaminan pelatnas yang berkesinambungan serta perhatian untuk masa depan atlet.
Anggota Komisi X DPR, Noor Ahmad, mengatakan, Indonesia sebenarnya sudah mempunyai aturan baku terkait dengan keolahragaan nasional. Aturan itu di antaranya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2014 tentang Pemberian Penghargaan Olahraga, serta Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 terkait Prestasi Olahraga Nasional.
Noor Ahmad menjelaskan, pemberian penghargaan bagi atlet belum maksimal karena keterbatasan anggaran. Beberapa program juga sering berbenturan dengan aturan. Sampai sekarang pun tidak ada aturan pemerintah yang mengizinkan pemberian anggaran tahun jamak.
”Ke depannya, kami akan mendorong agar pemberian anggaran multi-years dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan prestasi kita,” kata Noor Ahmad. (DNA)