Pelatih Napoli Carlo Ancelotti merupakan pelatih yang selalu berusaha agar para pemainnya bisa menikmati hidup. Jika para pemain gembira, mereka bisa mengeluarkan semua potensi yang dimiliki dan tentu jalan untuk meraih trofi kemenangan akan semakin mudah.
Karena itu, Ancelotti tidak mau ”menyiksa” para pemainnya dengan porsi latihan yang keras. Sebaliknya, ia selalu mengajak para pemain untuk menikmati sauna dan makan cokelat sehabis latihan.
Tidak hanya itu, pelatih berusia 59 tahun ini juga memberikan keleluasaan kepada pemain untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga.
Ancelotti pun membawa suasana yang lebih rileks di Napoli setelah datang pada musim ini untuk menggantikan pelatih Maurizio Sarri yang pindah ke Chelsea.
Dalam penuturannya kepada surat kabar La Gazzetta dello Sport, Ancelotti mengatakan bahwa Napoli, dalam konteks kota, pada dasarnya adalah tempat yang indah dan dihuni penduduk yang gembira.
Karakter kota ini sesuai dengan filosofinya dan ia ingin tinggal lebih lama. ”Napoli selalu menyambut, tidak pernah menolak,” katanya.
Apalagi Napoli juga bukan Bayern Muenchen yang menolak Ancelotti dengan cara yang menyakitkan. Akhir September 2017, Bayern memecat Ancelotti setelah menelan kekalahan 0-3 dari Paris Saint-Germain di ajang Liga Champions. Bayern tidak lagi peduli jika Ancelotti merupakan pelatih yang sudah meraih tiga trofi Liga Champions (dua kali bersama AC Milan dan sekali bersama Real Madrid).
”Satu-satunya pengalaman terpahit saya adalah di Bayern. Filosofi saya tidak diterima di sana,” katanya. Bagi Ancelotti, Bayern adalah tim yang kaku, sedangkan dia adalah pelatih yang dari masa ke masa telah berubah dari sosok yang kaku menjadi sosok yang luwes dan memandang sepak bola sebagai permainan yang dinamis.
Tragisnya, pemecatan Ancelotti dari Bayern juga dipicu oleh desakan dari para pemain kunci. Pelatih yang mengawali kariernya di Reggiana pada 1995 itu kehilangan kendali di kamar ganti dan dimusuhi pemain-pemain top Bayern, seperti Robert Lewandowski, Arjen Robben, dan Thomas Mueller.
Jika membaca pengakuan dari legenda AC Milan, Paolo Maldini, dalam buku Carlo Ancelotti-The Beautiful Games of Ordinary Genius (2010), masalah di kamar ganti yang dialami Ancelotti itu terasa janggal.
Di mata Maldini, Ancelotti semasa melatih AC Milan pada 2001-2009 merupakan pelatih yang selalu menawarkan persahabatan dan kadang berubah menjadi seorang pelawak ketika tim akan menjalani laga penting. Ancelotti juga sering meminta pendapat dari para pemain.
”Carletto (panggilan akrab Ancelotti) tidak pernah mau memutuskan sesuatu sendirian. Oleh karena itu, ia selalu sukses di klub-klub lain,” tulis Maldini. Bagi Maldini, Ancelotti adalah pelatih terhebat Milan dan seorang sahabat yang selalu dirindukan.
Seperti kata Maldini, Ancelotti kembali merajut kesuksesan di klub lain, Napoli. Setelah melalui masa adaptasi yang berat pada awal musim, kini Napoli kembali menjadi rival terberat Juventus di Serie A.
Bersama Napoli pula, Ancelotti sudah memiliki amunisi yang cukup untuk kembali bertarung di medan yang sangat ia kuasai, Liga Champions. (DEN)