Format round robin pada turnamen Final BWF World Tour memungkinkan pemain lolos ke semifinal meski kalah pada penyisihan grup. Namun, para pemain tetap tak boleh lengah.
GUANGZHOU, SELASA — Final BWF World Tour di Guangzhou, China, 12-16 Desember, merupakan turnamen yang diikuti delapan peringkat tertinggi di setiap nomor berdasarkan hasil pada turnamen BWF World Tour sepanjang tahun. Setiap negara diwakili maksimal dua peserta pada setiap nomor.
Turnamen akhir musim yang menggantikan Final Super Series ini digelar dengan format berbeda dari turnamen bulu tangkis yang umumnya menggunakan sistem gugur. Delapan peserta di tiap nomor dibagi dalam dua grup untuk babak penyisihan. Dengan format round robin, peserta di tiap grup saling berhadapan satu kali. Dua peringkat teratas lolos ke semifinal.
Dengan format itu, pemain masih berpeluang ke semifinal meski mengalami kekalahan, maksimal, dua kali dari tiga pertandingan. ”Memang lebih menguntungkan karena kalau kalah sekali, masih ada kesempatan. Tetapi, jangan karena sistem ini jadi mikir-nya bisa kalah dulu. Tetap harus melakukan yang terbaik di tiap pertandingan,” kata tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, di Guangzhou, Selasa (11/12/2018), melalui Humas PP PBSI.
Anthony, yang baru pertama kali lolos ke Final BWF, adalah salah satu tunggal putra Indonesia selain Tommy Sugiarto. Anthony berada pada Grup A bersama Chou Tien Chen (Taiwan), Shi Yuqi (China), dan Son Wan-ho (Korea Selatan). Tommy bersaing dengan Kento Momota (Jepang), Kantaphon Wangcharoen (Thailand), dan Sameer Verma (India) di Grup B.
Pemain ganda putra, Hendra Setiawan, berpendapat, ada plus-minus dari format round robin. Keuntungannya adalah masih terbuka peluang ke semifinal meski mengalami kekalahan. ”Tetapi, dalam round robin, sebisa mungkin harus selalu menang dalam dua gim karena setiap poin akan menentukan,” kata Hendra.
Sesuai peraturan, selisih gim menang dan kalah serta selisih poin akan dihitung jika minimal dua pemain memiliki poin sama dalam daftar klasemen. Bersama pasangannya, Mohammad Ahsan, Hendra berpengalaman ketika tampil dalam turnamen yang sama, saat masih bernama Final Super Series, pada 2013.
Lima tahun lalu, posisi Hendra/Ahsan sebagai juara Grup A ditentukan melalui selisih gim menang-kalah. Mereka unggul atas Kim Ki-jung/Kim Sa-rang (Korea Selatan) di peringkat kedua karena memiliki selisih gim lebih besar, yaitu tiga, dibandingkan duo Kim dengan selisih dua.
”Jadi kuncinya harus tetap fokus satu per satu pada setiap pertandingan,” ujar Hendra, juara Final Super Series 2013 dan 2015 bersama Ahsan.
Lawan berat
Dalam pertandingan pembuka, Rabu ini, Hendra/Ahsan yang berada di Grup B akan melawan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe (Jepang). Ini menjadi pertemuan kedua mereka setelah babak pertama Jepang Terbuka, September, yang dimenangi Hendra/Ahsan. Ganda senior Indonesia itu juga berada satu grup dengan dua pasangan Taiwan, Chen Hung Ling/Wang Chi Lin dan Liao Min Chun/Su Ching Heng.
Pada tunggal putra, Anthony akan berhadapan dengan Chou yang menjadi unggulan pertama. Meski Anthony unggul dalam statistik pertemuan, Chou bukan lawan yang mudah dikalahkan. Dari tujuh pertemuan, Anthony hanya unggul tipis, 4-3 atas Chou. Pada empat pertemuan tahun ini, mereka berbagi angka 2-2.
”Hasil undiannya kalau dibilang berat ya berat. Di Grup B juga berat karena pesertanya delapan yang terbaik tahun ini. Semua lawan berat karena tidak ada yang mudah dikalahkan, tidak ada yang bisa dipastikan dapat poin kemenangan,” katanya.
Juara Indonesia Masters dan China Terbuka itu juga mengatakan, semua pemain memiliki peluang menang. ”Semua hanya bisa ditentukan di lapangan. Siapa yang paling siap, dia yang menang,” lanjut tunggal putra peringkat ketujuh dunia itu.
Lawan berat juga akan dihadapi ganda putri, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, pada penampilan di Grup A. Mereka berhadapan dengan unggulan pertama asal Jepang, Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo. Greysia/Apriyani hanya sekali menang dari delapan pertemuan mereka sebelumnya.