Sukses tidaknya sebuah kompetisi panjat tebing, khususnya di nomor lead dan boulder, tidak bisa dipisahkan dari sosok para ahli pembuat jalur pendakian atau route setter. Mereka inilah yang sibuk melepas dan memasang media pemanjatan yang bentuk dan ukurannya sangat bervariasi di dinding panjat tebing yang umumnya berupa dinding rata.
Seorang kepala pembuat jalur bertanggung jawab membuat jalur pendakian itu, dari yang mudah didaki, agak sulit, hingga sangat sulit didaki. Tujuannya satu, yaitu untuk mendapatkan seorang pemenang yang memang paling mahir dalam memanjat dinding.
Pristiawan Buntoro, Wakil Ketua Umum II Pengurus Pusat Federasi Panjat Tebing Indonesia (PP FPTI), mengatakan, seorang pembuat jalur tidak hanya bisa membayangkan membuat jalur dengan kesulitan yang beragam.
Mereka juga bisa mengukur kemampuan para pemanjat tebing yang mengikuti kejuaraan tersebut.
”Route setter berlisensi internasional itu bisa dengan tepat menghitung berapa pemanjat yang bisa sampai puncak pada babak penyisihan, berapa pada babak perempat final, semifinal, dan final, dengan jalur-jalur yang dia buat.
Kalau untuk babak final, biasanya memang cuma satu orang yang bisa mencapai puncak. Makanya, pekerjaan route setter itu sangat sulit dan dihargai lebih besar dari para juri,” kata Pristiawan.
Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai seorang route setter berlisensi internasional. Indonesia bahkan hanya memiliki satu pembuat jalur berlisensi kontinental (Asia) dan satu orang lainnya tengah merintis jalan untuk meraih lisensi kontinental.
Andri Prasetyo, pembuat jalur berlisensi C1 (nasional), membenarkan sulitnya mendapat lisensi kontinental dan internasional itu. ”Saya belum lama ini dikirim FPTI untuk ikut ujian lisensi kontinental bersama tiga orang lainnya.
Tetapi, saya enggak lulus. Cuma satu yang lulus, Rindi (Sufrianto),” kata Andri yang merupakan kepala pembuat jalur pada Kejurnas Panjat Tebing 2018 di Solo, bulan lalu.
Andri yang menjadi pembuat jalur nasional (C1) sejak 2011 mengatakan, variasi media pemanjatan terus berkembang. Pada saat yang sama, gerakan dalam pemanjatan juga berkembang. Dengan demikian, atlet harus makin memahami karakter media pemanjatan dan menguasai berbagai gerakan pemanjatan.
”Tidak hanya dinamis dan eksplosif, tetapi juga sekarang ini banyak gerakan panjat yang aneh, yang tak kita lihat sebelum 2000,” katanya.
Sementara Rindi yang sudah lulus ujian route setter kontinental dan masih membutuhkan sekali lagi magang untuk mendapatkan lisensi kontinentalnya menjelaskan, saat ini sangat sulit untuk mendapatkan lisensi kontinental, apalagi internasional, jika seorang route setter bukan atlet berkemampuan tinggi.
”Soalnya, jalur yang sudah dibuat itu juga harus langsung coba dipanjat. Kalau kemampuan memanjatnya kurang, ya, bagaimana mau membuat jalur yang bagus,” kata Rindi, yang juga atlet peraih medali emas Asian Games 2018 pada nomor speed estafet putra itu.(OKI)