Di balik kemeriahan pertandingan olahraga selalu terselip geliat para pedagang perlengkapan olahraga hingga makanan. Mereka sejak jauh hari telah mengincar ajang olahraga yang menjadi pasar potensial. Para pedagang itu berkelana ke beberapa kota memburu berbagai ajang olahraga.
Pada seri pembuka kejuaraan bola voli Proliga 2019 di GOR Amongrogo, Yogyakarta, Sabtu (8/12/2018), ada delapan pedagang peralatan olahraga dan 10 pedagang makanan. Salah satunya Madi Aditya (40), pedagang kaus kaki dan topi olahraga dari Tanah Abang, Jakarta. Selama 20 tahun berdagang, Madi tidak lelah mengejar kejuaraan olahraga, mulai dari bulu tangkis, basket, voli, sepak bola, futsal, hingga renang.
Dari berbagai ajang olahraga itu, Madi paling bergairah memburu kejuaraan bulu tangkis dan bola voli. Pada kedua cabang olahraga itu, penontonnya banyak dan minim konflik antarsuporter dibandingkan dengan sepak bola dan futsal.
Kerusuhan penonton juga membuat Wadiyono, pedagang soto ayam lentuk asal Yogyakarta, trauma. Terakhir saat laga antara Persebaya Surabaya dan Persija Jakarta di Bantul, Minggu (3/6/2018). Saat kerusuhan, kondisinya mencekam, orang kocar-kacir dan saling dorong, tak peduli ada dagangan di dekatnya.
”Teman saya ada yang gerobaknya pecah-pecah kena lemparan batu. Ada pula yang akhirnya tidak dibayar konsumen karena konsumennya lari saat kerusuhan,” ujarnya.
Wadiyono kini selektif memilih lokasi berdagang. Seperti Madi, Wadiyono paling senang berjualan di ajang bulu tangkis dan voli yang ramai dan tidak berpotensi rusuh. Ia menghindari ajang bola basket karena sering kali sepi pembeli.
”Proliga paling bersahabat. Selain penontonnya banyak dan cukup royal belanja, panitianya juga sudah kenal sehingga tidak sulit untuk ikut. Bulu tangkis juga enak penontonnya, tetapi pedagangnya sudah bawaan,” ujar Wadiyono.
Urusan menggelar lapak memang tidak mudah. Selain harus cepat memesan tempat, ada juga sewa lapak. Di Proliga 2019, misalnya, untuk tiga hari penyelenggaraan, tarif sewa lapak berkisar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta. Jika memiliki kenalan dengan pengurus cabang olahraga terkait ataupun panitia kejuaraan, urusan lapak bisa lebih mulus.
”Yang ngantri untuk ikut berdagang di sini banyak. Tapi, pengelola arena biasanya membatasi pedagang. Kalau tidak ada kenalan, sulit dapat tempat. Beruntung saya sudah lama kenal pengurus Proliga sejak 2002 lalu,” ujar Madi.
Pedagang kelahiran Padang, Sumatera Barat, itu tahun ini sudah memastikan ikut ke delapan kota penyelenggara Proliga 2019. Dia akan berpindah-pindah kota dari seri pembuka Yogyakarta, kemudian ke Gresik, Bandung, Palembang, Pekanbaru, Solo, Kediri, Malang, dan partai final di Yogyakarta.
”Dari dulu saya seperti ini. Di mana pun ada ajang olahraga yang ramai, seperti Proliga, pasti saya datang. Ini juga dilakukan teman-teman pedagang yang lain,” ujar Madi.
Setelah urusan lapak selesai, para pedagang itu masih harus mengatur strategi penghematan, mulai dari transportasi, penginapan, hingga konsumsi. Madi dan pedagang lainnya berpindah-pindah kota dengan travel atau bus umum yang murah.
Urusan tidur, Madi membawa terpal dan selimut tebal. Dengan perlengkapan itu, ia tidur di pinggiran jalan, atau halaman luar arena, atau di dalam stan tempat dagang. Sementara untuk makan, dia memilih menu termurah, nasi bungkus lauk telur. Jika sedang beruntung, kadang mereka mendapat nasi kotak dari panitia pertandingan.
”Kami ini ’geter’ alias gembel terhormat. Walau gembel, kami tak meminta-minta. Kami cari duit dengan usaha ini walaupun harus dengan tidur di emperan jalan dan makan seadanya,” kata Madi sambil tertawa lepas.
Madi berhemat karena keuntungannya tidak besar, sekitar Rp 300.000-Rp 500.000 per hari pada babak awal kejuaraan, dan sekitar Rp 1 juta-Rp 2 juta per hari pada babak semifinal ataupun final.
Di sisi lain, dia harus membayar biaya lapak sekitar Rp 300.000-Rp 500.000 per hari. Dua tahun lalu, sewa lapak hanya Rp 75.000-Rp 100.000 per hari. ”Kalau tak hemat-gemat, gak ada untung lagi yang bisa kami dapat,” ujarnya.
Penonton Proliga 2019 di Yogyakarta, Bowo (40), menilai, apa yang dijual para pedagang itu cukup berkualitas, terutama jersey tim. ”Harga jersey-jersey itu juga terjangkau, sekitar Rp 70.000 sampai Rp 75.000,” ujarnya. (DRI)