Pembuktian Solskjaer
Manajer interim Ole Gunnar Solskjaer bertekad menghadirkan kembali senyuman di Manchester United. Misi itu dimulai dengan menghadapi mimpi buruknya, Cardiff City.
CARDIFF, JUMAT Duel kontra Cardiff City di Liga Inggris, Minggu (23/12/2018) dini hari WIB, akan menandai dimulainya fajar baru di Manchester United bersama manajer barunya, Ole Gunnar Solskjaer. Laga ini menjadi ajang pembuktian Solskjaer bahwa dirinya laik menyandang status spesialis penyelamat MU.
Solskjaer, mantan striker kesayangan fans ”Setan Merah”, datang ke pusat latihan klub itu di Carrington, kemarin, dengan gesturnya yang khas. Meskipun rambutnya kini dipenuhi uban, pria berjuluk si ”wajah imut” itu tetap mengumbar senyum. Tidak lama berselang, ia menghadiahi resepsionis di tempat latihan itu dengan sebatang cokelat.
Manisnya cokelat Norwegia
itu menjadi simbol kehangatan dan empati, dua hal yang telah lama menghilang di MU, khususnya pada rezim manajer sebelumnya, Jose Mourinho. ”Ole didatangkan MU untuk mengembalikan senyuman di klub itu,” tulis Dailymail.
Sepanjang 11 tahun kariernya di MU sebagai pemain, manajer asal Norwegia itu memberikan banyak senyuman bagi fans klub tersebut. Salah satu momen senyuman yang monumental ialah trofi Liga Champions pada 1999.
Sempat tertinggal 0-1 dari Bayern Muenchen di final saat itu, MU berbalik unggul dan menjadi juara Liga Champions berkat gol dramatis striker pengganti, Solskjaer, pada menit 90+3. Status sebagai penyelamat kian melekat di dirinya setelah ia rela berkorban dengan menghalau eks pemain Newcastle, Robert Lee, mencetak gol pada laga dua dekade silam. Solskjaer diganjar kartu merah, tetapi MU berhasil menahan Newcastle, 1-1. Satu poin tersebut penting untuk menjaga kans juara saat itu.
Solskjaer ingin menghidupkan kembali semangat rela berkorban dan prinsip kolektivitas itu di MU saat ini. ”Saat Anda berada di MU, ada satu hal yang selalu dituntut, salah satunya adalah menjadi pemain tim,” ujarnya menjelang laga kontra Cardiff.
Solskjaer ingin para pemain di MU mengabaikan status bintangnya dan gaji setinggi langit untuk mengejar kemenangan. MU kini masih terjerembab di peringkat keenam, tertinggal 19 poin dari pemuncak klasemen Liga Inggris, Liverpool. Ia pun memastikan, setiap pemain mendapat kesempatan sama untuk tampil.
Solskjaer butuh komitmen total dari para pemain MU karena laga kontra Cardiff dini hari nanti sangatlah spesial baginya. Cardiff merupakan klub pertama di Liga Inggris yang ditangani Solskjaer sebagai manajer atau pelatih.
Serupa dilakukan MU saat ini, Cardiff pernah melakukan ”perjudian” dengan merekrut Solskjaer sebagai manajer barunya pada Januari 2014. Cardiff saat itu berada di tepi zona degradasi Liga Inggris. Alih-alih menyelamatkan klub tersebut, Solskjaer justru memperburuk performa Cardiff.
Klub itu terdegradasi sebagai juru kunci setelah hanya bisa tiga kali menang dari 18 laga bersama Solskjaer. Ia pun lantas dipecat.
Meski Cardiff meninggalkan noktah hitam di dalam karier manajerialnya, Solskjaer yakin, ia tidak akan mengulangi hal sama di MU. Setan Merah adalah klub kedua di Liga Inggris yang ditanganinya setelah Cardiff.
Solskjaer berkata, ia kini lebih matang sebagai manajer. ”Saya memang telah membuat sejumlah kesalahan pada masa lalu. Namun, tanpa itu, Anda tak akan pernah belajar. Cardiff menjadi tonggak penting dalam karier saya. Saya kini telah punya pengalaman di 300-400 laga sebagai manajer tim utama,” tuturnya, seperti dikutip dari ESPN.
Meskipun hanya diikat sebagai manajer hingga akhir musim ini dengan target membawa MU finis peringkat keempat Liga Inggris dan melaju sejauh mungkin di Liga Champions, Solskjaer berambisi menjadi manajer tetap di tim itu. Di lain pihak, manajemen MU tengah aktif mendekati Mauricio Pochettino, Manajer Tottenham Hotspur, sebagai kandidat manajer pada musim depan.
Sepak bola indah
Selain memenuhi dua target besar itu, hal lain yang tidak kalah penting ingin dibangun Solskjaer adalah sepak bola indah di Setan Merah. Musim ini, selama diasuh Mourinho, MU banyak dicibir karena tampil negatif dan bermain membosankan.
Permainan statis itu akan diubah Solskjaer yang telah belajar banyak dari mantan manajernya di MU, Sir Alex Ferguson. Serupa Ferguson, Solskjaer suka dengan taktik menyerang yang dinamis. Mantan pelatih tim muda atau pelapis MU itu menyukai formasi 4-2-3-1 atau variasinya, 4-3-3.
Pola itu nyaris serupa dengan taktik Mourinho. Bedanya, Solskjaer lebih menginginkan para bek sayap ikut aktif menyerang, seperti halnya dilakukan Manchester City.
Solskjaer juga lebih menyukai tipe gelandang jangkar yang tidak hanya tangguh secara fisik, tetapi juga mampu menggiring bola dan menembus lini-lini pertahanan lawan. Pola itu menjadi peluang emas bagi Paul Pogba, pemain yang terkucilkan selama era Mourinho, untuk bersinar.
Pogba, yang tampil menawan pada Piala Dunia Rusia 2018, bahkan berpeluang menjadi figur sentral dari permainan MU di rezim Solskjaer. ”Jika saya manajer MU, saya bakal membangun tim saya berdasarkan Pogba. Itu tidak diragukan,” katanya, Agustus lalu, kepada The Guardian.(AFP/JON)