Kecemasan Cabang pada Awal Tahun
JAKARTA, KOMPAS - Tahun 2019 penuh dengan agenda penting olahraga, di antaranya SEA Games 2019 dan kualifikasi Olimpiade 2020. Namun, pengurus cabang khawatir anggaran pembinaan prestasi terlambat.
Sejumlah cabang olahraga menyambut Tahun Baru 2019 dengan cemas. Klaim Kementerian Pemuda dan Olahraga bahwa korupsi dana bantuan bagi Komite Olahraga Nasional Indonesia tidak akan mengganggu proses pencairan anggaran pemusatan latihan nasional 2019 dinilai belum meyakinkan.
Kekhawatiran itu salah satunya dirasakan pengurus Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI). Hingga kini, PRSI belum mendapat informasi tentang nasib anggaran pelatnas setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Deputi IV Kemenpora Mulyana dan Asisten Deputi IV Adhi Purnomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Terkait dengan penangkapan itu, Menpora Imam Nahrawi sebelumnya mengatakan, fungsi Deputi IV untuk mempersiapkan atlet menghadapi kualifikasi Olimpiade 2020 tak boleh terganggu. Kerja Deputi IV tak boleh terhenti karena menjadi ujung tombak Indonesia dalam menghadapi SEA Games 2019 dan kualifikasi Olimpiade 2020 (Kompas, 22/12/2018)
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PRSI Wisnu Wardhana dihubungi melalui telepon, Senin (31/12/2018), mengatakan, menurut rencana, PRSI akan fokus menerapkan pembinaan jangka panjang bagi perenang pada 2019. Untuk itu, PRSI memerlukan kepastian alokasi dana dari pemerintah agar latihan dapat dimulai sejak awal 2019.
”Menurut rencana, kami akan mengirimkan perenang berprestasi untuk berlatih di Australia selama sembilan bulan terhitung sejak Januari hingga September,” kata Wisnu. Namun, rencana itu terancam tertunda atau bahkan gagal menyusul kondisi birokrasi di tubuh Kemenpora yang kini pincang.
Pembinaan terencana itu sangat penting, terutama bagi perenang muda untuk bersiap menghadapi SEA Games 2019 di Filipina. Pemerintah sendiri menganjurkan cabang menurunkan atlet pelapis pada SEA Games 2019 agar saat Olimpiade 2020 regenerasi atlet sudah terlaksana.
”Pola program pembinaan usia dini itu harus menyerupai alur yang dijalani perenang senior,” ujar Wisnu. Jika program pembinaan jangka panjang itu terkendala, nasib perenang muda berbakat, seperti Azzahra Permatahani dan Farel Amandio, boleh jadi justru akan meredup pada masa depan.
”Kendala seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi jika saja dana olahraga tidak dikorupsi,” kata Wisnu. Menurut dia, sudah saatnya masalah alokasi dana bagi peningkatan prestasi atlet dikawal dan dipikirkan serius oleh pemerintah.
Kendala serupa dialami Pengurus Pusat Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PP PBVSI). Ketua III Bidang Pertandingan dan Kompetisi PP PBVSI Hanny S Surkatty mengatakan, kasus korupsi Kemenpora imbasnya akan sangat terasa pada pembinaan atlet yang hampir sepenuhnya bergantung pada dana dari pemerintah. ”Saya belum dapat informasi apa yang harus kami lakukan agar anggaran tetap turun tepat waktu,” ujarnya.
Padahal, saat ini PBVSI berniat memperbaiki prestasi bola voli dengan menyiapkan atlet muda berusia 18-20 tahun sebagai pelapis timnas. Tahun 2018, PBVSI membentuk tim Jakarta Garuda untuk mewadahi pemain muda agar dapat memetik pengalaman bertanding melalui Proliga.
”Jangankan soal besaran anggaran dan kapan anggaran itu akan turun, soal kepada siapa kami harus menyerahkan proposal pun belum jelas perkaranya,” ujar Hanny.
Komitmen Kemenpora
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, kekhawatiran pengurus cabang soal kelangsungan anggaran pelatnas 2019 memang beralasan. ”Setelah peristiwa operasi tangkap tangan KPK, Kemenpora memang belum berkomunikasi lagi dengan pengurus cabang untuk membahas soal anggaran,” ujar Gatot, Selasa (1/1).
Meskipun begitu, Gatot menegaskan, setiap cabang pasti akan menerima anggaran pelatnas pada awal tahun ini. Ia menyatakan telah memerintahkan Pelaksana Tugas Harian Deputi IV Chandra Bhakti untuk segera mengumpulkan semua cabang olahraga paling lambat pada pekan kedua Januari untuk membahas masalah tersebut.
”Kami sudah mengganti semua posisi pejabat yang diduga melakukan korupsi, secara perangkat keuangan saat ini sudah tidak ada masalah,” kata Gatot. Ia menyatakan, saat ini cabang yang belum menyerahkan proposal anggaran pelatnas 2019 sudah bisa langsung memberikannya kepada Chandra Bhakti.
Adapun cabang yang membutuhkan biaya latihan sebelum anggaran pelatnas 2019 turun nantinya dapat melakukan reimbursement asalkan proposal kegiatannya dapat dipertanggungjawabkan. ”Apa pun kesulitannya, persiapan atlet jelang SEA Games 2019 harus tetap berjalan,” ucap Gatot.
Selain itu, Gatot mengatakan, Kemenpora akan mengkaji ulang fungsi KONI sebagai pendamping Kemenpora membina cabang. ”Saya mengerti, peristiwa kemarin itu melukai atlet yang selama ini bekerja keras meraih prestasi. Untuk itu, kami akan mengambil langkah- langkah yang diperlukan agar peristiwa serupa tidak kembali terulang,” ujarnya. (E06)