Petenis putra kelahiran tahun 1990-an, seperti Alexander Zverev dan Dominci Thiem, mulai mampu bersaing dengan Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic yang mendominasi tenis dunia 15 tahun terakhir.
Enam belas Grand Slam berlalu, penantian melihat juara baru tunggal putra terus berlangsung. Saat para senior masih tangguh di papan atas, generasi yang lahir tahun 1990-an mulai menipiskan kesenjangan prestasi. Penantian melihat juara baru tampaknya hanya tinggal menunggu waktu.
Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic adalah nama yang tak asing dalam daftar peraih gelar juara Grand Slam, termasuk pada 2018. Federer menjuarai Grand Slam awal musim Australia Terbuka, Nadal menjuarai Perancis Terbuka untuk ke-11 kalinya,dan Djokovic yang berhasil bangkit dari keterpurukan sejak pertengahan 2017 dengan menjuarai Wimbledon dan AS Terbuka.
Sejak Federer meraih gelar Grand Slam untuk pertama kali pada Wimbledon 2003, ketiga nama itu mendominasi perolehan trofi juara Grand Slam. Dari 62 Grand Slam sejak Wimbledon 2003 hingga akhir musim 2018, sebanyak 51 Grand Slam (82 persen) dijuarai Federer, Nadal, atau Djokovic. Federer mengumpulkan 20 gelar, diikuti Nadal (17), dan Djokovic (14).
Di antara mereka terselip nama Andy Murray dan Stan Wawrinka yang masing-masing tiga kali menjuarai Grand Slam. Ada pula Juan Martin del Potro sebagai juara AS Terbuka 2009 dan Marin Cilic yang menjuarai Grand Slam yang sama pada 2014.
Empat besar
Bersama Murray, trio Federer, Nadal, Djokovic mendapat julukan ”The Big Four” karena mendominasi gelar juara turnamen ATP. Namun, cedera pinggul kanan menghambat Murray hingga dia tertinggal dari tiga rivalnya sejak 2017.
Cilic, yang saat ini berusia 30 tahun, menjadi petenis tunggal putra terakhir yang membawa pulang gelar Grand Slam untuk pertama kali dalam kariernya. Setelah itu, pada 16 Grand Slam berikutnya, nama-nama lama kembali mendominasi.
Ini menjadi rentang terlama munculnya juara baru setelah era 1908-1911 yang dilakukan Andre Gobert saat menjuarai Perancis Terbuka 1911. Sebelumnya, gelar juara Grand Slam diraih nama-nama lama, seperti Anthony Wilding (Australia), Max Decugis (Perancis), Arthur Gore (Inggris), dan William Larned (AS).
Dominasi Federer, Nadal, dan Djokovic, termasuk setelah mereka melewati momen terpuruk karena cedera sehingga absen bermain untuk waktu yang cukup lama dalam rentang pertengahan 2016 hingga 2018, sekaligus menunjukkan belum ada juara Grand Slam tunggal putra yang lahir pada dekade 1990-an. Federer (37), Nadal (32), dan Djokovic (31) adalah petenis kelahiran dekade 1980-an.
Kondisi ini berbeda dengan sektor tunggal putri. Dalam rentang waktu yang sama, antara tahun 2015 dan 2018, Serena Williams memang mendominasi dengan 6 gelar dari 16 Grand Slam. Namun, persaingan di tunggal putri telah melahirkan juara-juara baru.
Lima dari delapan Grand Slam dalam dua musim terakhir, misalnya, melahirkan juara baru. Mereka adalah Jelena Ostapenko (juara Perancis Terbuka 2017), Sloane Stephens (AS Terbuka 2017), Caroline Wozniacki (Australia Terbuka 2018), Simona Halep (Perancis Terbuka 2018),serta Naomi Osaka (AS Terbuka 2018).
Kelimanya adalah petenis kelahiran 1990-an.
Kedokteran olahraga
Tulisan dalam The Economist pada awal 2018 menyebut, bertahannya jago tua, seperti Federer, kemungkinan dipengaruhi perkembangan ilmu kedokteran olahraga. Hal ini membuat petenis bisa berada dalam penampilan puncak untuk waktu lebih lama.
Pada era 1990-an, usia rata-rata petenis putra yang bermain di arena Grand Slam adalah 24 tahun. Tahun 2017, rata-rata itu naik menjadi 27 tahun. Hal tersebut juga terjadi pada petenis putri.
Namun, faktor yang lebih penting dari besarnya peran ilmu kedokteran olahraga adalah rasa cinta pada tenis dan motivasi yang tak pernah hilang dari hati para senior. Tenis telah menjadi hidup Federer dan kawan-kawan.
”Saya pikir, jika kami selalu sehat dan bisa bermain dengan baik, Empat Besar masih memiliki peluang yang bagus untuk menjuarai Grand Slam,” kata Djokovic, seperti dikutip surat kabar Australia, Herald Sun, awal pekan ini.
Persaingan tunggal putra sebenarnya telah melahirkan penerus Federer dan kawan-kawan, di antaranya Dominic Thiem dan Alexander Zverev yang telah berperingkat 10 besar dunia. Di bawah mereka, hingga peringkat 30 besar dunia, ada petenis berusia di awal 20 tahunan, seperti Borna Coric, Stefanos Tsitsipas, Daniil Medvedev, Chung Hyeon, dan Denis Shapovalov.
Zverev, petenis Jerman 21 tahun berperingkat keempat dunia, meraih 10 gelar juara, termasuk tiga gelar dari ATP Masters 1000 dan satu gelar dari Final ATP 2018. Keduanya merupakan turnamen berlevel tertinggi dalam struktur turnamen ATP.
Thiem bahkan telah memiliki modal tampil pada final Grand Slam, yaitu di Perancis Terbuka 2018. Kekalahan dari Rafael Nadal di final Grand Slam tanah liat itu merupakan peningkatan dari dua musim sebelumnya saat Thiem mencapai semifinal.
”Final itu menjadi pengalaman berharga bagi saya. Saya yakin itu mendekatkan saya pada apa yang saya impikan sejak kecil, menjadi juara Grand Slam,” ujar Thiem, seperti dikutip laman sport360.com, November 2018.
Thiem dan Zverev juga memiliki modal mengalahkan para senior, seperti Federer, Nadal, dan Djokovic. Mereka hanya perlu meningkatkan konsistensi penampilan dalam turnamen dengan persaingan tingkat tinggi.
Empat turnamen ATP
Masters 1000 pada 2018 yang dijuarai petenis di luar Empat Besar menambah keyakinan Thiem akan ada juara Grand Slam di luar nama Federer, Nadal, Djokovic, dan Murray.
”Hanya masalah waktu sebelum kita akan melihat petenis lain tampil di final dan menjadi juara Grand Slam. Mungkin dua tahun mendatang, mungkin juga pada musim ini,” kata Thiem.