JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah atlet tenis meja menolak pembatasan usia maksimal 25 tahun dalam Pekan Olahraga Nasional Papua 2020. Pembatasan usia dinilai akan menghambat pembinaan dan prestasi, serta menghentikan karir atlet.
Penolakan pembatasan usia ini disampaikan perwakilan atlet dari berbagai daerah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), di Jakarta, Selasa (15/1/2019). Pertemuan dihadiri Wakil Ketua KONI Suwarno, serta Ketua Bidang Pembinaan Prestasi KONI Andi Paranoan.
Atlet tenis meja senior Yon Mardiono mengatakan, atlet dari berbagai daerah gelisah sejak adanya surat edaran dari Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI) yang meminta KONI memberlakukan pembatasan usia 25 tahun pada PON Papua 2020.
Surat edaran nomor 165/PB PTMSI/SE/XII/2018 itu ditandatangani oleh Asisten Khusus Peter Layardi dengan mengatasnamakan Ketua Umum PB PTMSI. Dalam surat tersebut dituliskan, pelaksanaan PON 2020 akan dimulai dengan pra-kualifikasi yang direncanakan berlangsung pada Juli-Agustus 2019. “Agar usia atlet adalah kelahiran 1995 ke atas,” tulis Peter.
“Kalau aturan itu diberlakukan, mau di bawa kemana prestasi atlet mengingat selama ini tidak ada kompetisi profesional yang bergulir, liga nasional juga tidak ada,” ujar Yon (40), atlet senior yang sarat prestasi. Pada PON Jabar 2016, Yon mengantongi dua medali emas dan satu medali perak.
Yon mengatakan, sejak kecil atlet tenis meja telah berkorban waktu, tenaga, dan biaya untuk meraih prestasi. Atlet juga kerap meninggalkan keluarga demi berlatih di daerah lain, semata-mata demi mendapatkan prestasi. “Prestasi ini adalah untuk kehidupan. Kini, saat kami ingin berprestasi, justru kami diintervensi oleh pembatasan usia. Padahal, tolak ukur prestasi seharusnya bukan usia,” kata dia.
Menurut atlet senior tenis meja David Jacobs, selama ini tidak pernah ada aturan pembatasan usia dalam kejuaraan ajang tunggal atau multiajang di tingkat Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia. “Kami mohon KONI Pusat mengembalikan aturan seperti PON terakhir,” kata dia.
Yon mengatakan, tenis meja adalah ajang tanpa kontak fisik dan ini bukan olahraga beregu, sehingga tidak ada kejuaraan internasional dengan pembatasan usia. “Kalau pembatasan usia diberlakukan dengan dasar yang jelas, kami terima. Tetapi, kalau tidak ada dasarnya, kami tidak terima,” ujar Yon.
Yon mengaku kecewa dengan surat edaran PB PTMSI. Menurutnya, surat tersebut dibuat oleh pihak yang kurang mengerti olahraga. Perwakilan daerah yang mendorong adanya pembatasan usia merupakan daerah yang kontribusinya minim terhadap prestasi tenis meja di Indonesia.
Petenis meja andalan Jawa Timur Vicky Supit Santoso menuturkan, pembatasan usia 25 tahun tidak adil karena dibuat hanya setahun menjelang PON 2020. “Saya sudah besiap selama dua tahun. Aturan ini tidak adil karena dibuat di tengah jalan,” ujar atlet yang memperkuat tim “Merah Putih” di Asian Games 2018 ini.
Vicky mengatakan, banyak klub tenis meja yang gulung tikar. Kompetisi di tingkat nasional juga tidak berjalan. Akibatnya, banyak atlet yang menggantungkan hidupnya dengan berlatih di daerah. “Sejak adanya surat edaran PB PTMSI, daerah lepas tangan dengan pembinaan atlet. Saya merasa terpukul karena selama ini mengandalkan latihan di daerah,” katanya.
Saat dikonfirmasi mengenai masalah pemabatasan usia, Ketua Umum PB PTMSI Sri Datok Tahir hanya menjawab singkat, “Saya tidak pernah dengar ada aturan itu,” katanya.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi KONI Andi Paranoan mengatakan, pihaknya belum memutuskan pembatasan usia dalam PON 2020. “Berdasarkan Surat Keputusan KONI Pusat Nomor 72 Tahun 2017, hanya ada keputusan 50 cabor, 71 disiplin, dan 775 nomor pertandingan yang dimainkan di PON Papua 2020. Sementara aturan lainnya, seperti pembatasan usia, kuota atlet, dan arena pertandingan belum ada keputusan,” kata Andi.
Menurut Andri, pembatasan usia membuat pola pembinaan atlet di daerah berjalan stagnan. “Kami mengusulkan agar pola pembinaan dibuat berkelanjutan dan berjenjang. Kalau ingin adanya regenerasi atlet dengan pembatasan usia, jangan sekarang. Sebaiknya dibuat pada PON yang akan datang agar semua provinsi menyiapkan diri dengan baik,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua KONI Pusat Suwarno mengatakan, dirinya akan membawa masalah pembatasan usia ini dalam rapat anggota KONI. Dia meminta atlet menyampaikan keluhan mereka kepada daerah masing-masing agar masalah ini bisa dibahas di dalam rapat anggota. “Mari kita bekerja sama agar bisa menemukan solusi terbaik untuk semua. Aspirasi atlet akan kami bawa dalam rapat,” kata Suwarno.