Mantan striker AC Milan, Filippo Inzhagi, akhirnya dipecat setelah gagal mengangkat performa Bologna dalam tujuh bulan kepemimpinannya, Senin (28/1/2019). Pada era Inzhagi, Bologna terlempar ke zona degradasi Liga Italia karena hanya meraih dua kemenangan dari 21 laga musim ini.
Manajemen Bologna sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya ketika melihat tim mereka dihajar tim sesama penghuni zona degradasi, Frosinone, 0-4, di kandang sendiri pada akhir pekan lalu. Seusai laga yang memalukan itu, Presiden Bologna Joey Saputo memutuskan hadir dan berbicara di ruang konferensi pers menggantikan Inzaghi.
”Penampilan tim hari ini sangat menyedihkan. Ini bukan Bologna yang ingin saya lihat dan ini semua akan berubah,” kata Saputo, seperti dikutip laman Football-Italia.
Dua hari berikutnya, Saputo memecat Inzaghi dan menunjuk Sinisa Mihajlovic sebagai penggantinya. Pemecatan itu membuat Inzaghi benar-benar menyadari bahwa mengelola tim tak semudah mencetak gol. Saat membela Milan pada 2001-2012, Inzaghi bisa mencetak banyak gol dan membawa ”Rossoneri” meraih dua trofi Liga Italia dan dua trofi Liga Champions. Bersama timnas Italia, ia mengangkat trofi Piala Dunia 2006.
Namun, Inzaghi bukan satu-satunya mantan pemain bintang yang menjalani masa sulit sebagai pelatih. Pekan lalu, mantan striker Arsenal dan Perancis, Thierry Henry, mengalami hal yang sama. Henry gagal merintis debutnya sebagai pelatih di klub Liga Perancis, AS Monako. Henry pun dipecat setelah AS Monako hanya memenangi lima laga dari 20 laga di semua kompetisi dan terperosok ke zona degradasi Ligue 1.
Ditarik lebih jauh ke belakang, masih ada pemain-pemain legendaris lainnya yang gagal sebagai pelatih, seperti Alan Shearer, Sir Bobby Charlton, Marco van Basten, dan bahkan Diego Maradona. Predikat mantan pemain bintang bukan jaminan bisa menjadi pelatih brilian.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Zinedine Zidane atau Ole Gunnar Solskjaer yang sedang menjadi buah bibir. Zidane yang pernah menjadi salah satu gelandang terbaik dunia bersinar terang bersama tim pertama yang dilatihnya, Real Madrid. Dia bahkan meraih tiga gelar juara Liga Champions beruntun bersama ”El Real”. Sementara Solskjaer kini mengangkat bekas klubnya, Manchester United, dari keterpurukan.
”Saya tidak jago soal taktik, tetapi saya punya gairah dan ilusi. Itu lebih penting,” kata Zidane, seperti dikutip ESPN menjelang final Liga Champions antara Real Madrid dan Liverpool pada pertengahan 2018. Ilusi yang dimaksud adalah harapan, antusiasme, dan kegembiraan ketika bermain.
Zidane juga tidak pernah mengkritik pemain di depan publik. Kondisi kamar ganti selalu kondusif dan tim dengan mudah memenangi laga demi laga. Solskjaer juga menyuntikkan kegembiraan ke dalam tim setelah kepergian Jose Mourinho dari MU. Beberapa pemain pun bersinar kembali, terutama Paul Pogba. (AFP/REUTERS)