Derbi Madrid, Pesta di Air Mancur Neptune atau di Cibeles?
Oleh
Anton Sanjoyo
·6 menit baca
Meski tidak sepopuler elclasico, derbi Madrid antara Atletico Madrid dan Real Madrid merupakan laga yang paling ditunggu bukan saja oleh publik ibu kota Spanyol tersebut, melainkan juga penggila sepak bola di seluruh dunia. Jika el clasico antara Barcelona dan Real Madrid sarat sentimen politik dan kental warna separatisme, derbi Madrid pun penuh dengan aura rivalitas tim sekota dan ”pertentangan” kelas nan klasik.
Meski sama-sama punya basis penggemar penduduk Madrid atau madrilenos, Real Madrid, klub paling banyak harta sekaligus paling sukses di dunia itu, selalu diasosiasikan dengan orang kaya raya, atau klub milik pemerintah karena pernah dipakai sebagai alat propaganda oleh diktator Jenderal Franco, atau klub kaum borjuis dan sejumlah predikat senada lainnya. Atletico, atau biasa hanya disebut Atleti saja, sebaliknya diasosiasikan sebagai klub bersahaja, klub bola yang merakyat, pendeknya klub yang antitesis dengan ”El Real”.
Dibandingkan dengan el clasico, derbi Madrid juga lebih banyak dalam jumlah laga resmi di ajang La Liga yang termasyhur tersebut. Hari Sabtu (9/2/2019) ini, pertemuan antara ”Los Rojiblancos” dan ”Los Blancos” di kompetisi Liga Spanyol akan memainkan laga ke-64. Atleti yang bertindak sebagai tuan rumah di Wanda Metropolitano punya rekor buruk menghadapi rivalnya yang pongah tersebut. Dari 63 pertemuan sebelumnya di La Liga, klub yang kini dilatih pria Argentina, Diego Simeone, tersebut hanya menang 11 kali dengan menderita 34 kekalahan dan 18 hasil imbang.
Di semua kompetisi, El Real juga sangat dominan terhadap tetangganya tersebut. Dalam 163 laga, Los Blancos menang 86 kali dan Los Rojiblancos hanya meraih 39 kemenangan. Sisa 38 laga berakhir imbang.
Meski punya catatan muram, pendukung Atleti dipastikan akan memenuhi Wanda Metropolitano untuk mendukung Antoine Griezmann dan kawan-kawan yang sebelumnya takluk 0-1 pada Real Betis, akhir pekan lalu. Pendukung El Real pun tak akan kalah gemuruhnya meski jumlahnya lebih sedikit. Jika menang, mereka juga dipastikan akan berpesta di Cibeles Fountain, air mancur di pusat kota Madrid, yang sejak tiga dekade terakhir menjadi ikon Real Madrid dan selalu menjadi pusat perayaan jika tim berkostum putih-putih itu sukses memenangi gelar, memenangi laga el clasico atau derbi Madrid.
Simbol-simbol kota Madrid
Air Mancur Cibeles sendiri merupakan simbol kota Madrid yang terletak di Plaza de Cibeles, alun-alun di jantung kota yang dikelilingi bangunan-bangunan bersejarah, di antaranya Buenavista Palace yang merupakan markas besar militer Spanyol, Istana Linares, dan balai kota Palacio de Comunicaciones serta Bank Sentral Spanyol.
Figur utama di Cibeles Fountain adalah dewi kesuburan Romawi, Cybele, yang tengah menunggang kereta dengan ditarik dua singa. Patung Dewi Cybele ditatah dengan indah dengan bahan marmer, sementara bagian lain dipahat dengan bahan dasar batu alam. Patung Cybele ini merupakan salah satu mahakarya seniman patung Francisco Gutierrez, sedangkan dua patung singa hasil karya seniman Perancis, Roberto Michel.
Air mancur molek yang dibangun pada abad ke-18 ini semula memang ditujukan bagi dekorasi kota yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dengan sejarah persepakbolaan Spanyol, bukan hanya Real Madrid. Kejadiannya pun terbilang unik. Pada 1953, Atletico Madrid merayakan hari jadinya yang ke-50. Mereka mengadakan turnamen dengan mengundang Athletic Bilbao yang merupakan klub yang melahirkan mereka. Pemenang turnamen ini mendapatkan piala dengan figur patung Cibeles.
Pada 1977, giliran Real Madrid merayakan ulang tahun ke-75 dan mengadakan turnamen yang diikuti empat tim. Namun, perayaan itu kurang meriah. Real Madrid tengah terpuruk di kancah Eropa dan para fans sangat membenci pelatih Miljan Miljanic dan presiden klub Santiago Bernabeu tengah sakit keras pada usianya yang ke-77 (Bernabeu meninggal satu tahun kemudian, 2 Juni 1978). Untuk turnamen itu, Wali Kota Madrid menyumbangkan sebuah trofi dengan figur patung Dewa Neptunus yang diilhami oleh patung Neptune Fountain, sebuah ikon lain kota Madrid, Plaza de Neptuno, yang terletak hanya sekitar 1,5 kilometer dari Cibeles Fountain.
Plaza de Neptuno di mana terdapat Air Mancur Neptune kini menjadi lokasi fans Atletico Madrid merayakan kemenangan, sedangkan Air Mancur Cibeles justru kini menjadi tempat pesta fans Real Madrid. Sejarawan bola mencatat, fans El Real mulai memakai lokasi Cibeles pada tahun 1986. Meski demikian, tidak banyak yang mengetahui, Air Mancur Cibeles semula adalah lokasi di mana Atleti merayakan kemenangannya. Hal itu terjadi pada 1977 saat mereka memenangi gelar La Liga. Baru pada pertengahan 1980-an, fans El Real yang lebih merasa sebagai ”pemilik” kota Madrid, mengooptasi Air Mancur Cibeles, sementara fans Atleti mengalah dengan pindah ke Neptune. Sampai sekarang.
Sejak 1903
Meski demikian, rivalitas antara Atleti dan El Real membentang panjang ke belakang, jauh sebelum era 1980-an. Para penggemar kedua tim berkisah, perseteruan antara kedua tim hebat ini dimulai sejak 1903 saat Athletic de Bilbao memenangi Kejuaraan Spanyol melawan Real Madrid. Selepas laga, sejumlah siswa dari sekolah teknik pertambangan, yang kebetulan semuanya pendukung Atletic Bilbao, memutuskan untuk mendirikan sebuah klub bola di Madrid dengan meniru klub Atletic de Bilbao. Tidak sampai satu bulan, berdirilah Athletic Club de Madrid, sebuah tim yang merupakan anak klub dari Athletic de Bilbao.
Laman Enforex yang mendedikasikan diri pada pembelajaran bahasa Spanyol ke seluruh dunia menuliskan, banyak yang percaya, berdirinya klub Athletic de Madrid sebenarnya merupakan upaya untuk mengakhiri hegemoni Real Madrid. Kala itu, pada 1903, sebenarnya sudah ada beberapa klub bola di ibu kota, di antaranya Espanol, Moncloa, dan Moderno. Namun, pada periode antara terbentuknya Athletic de Madrid dan pemisahan diri sebagai klub mandiri dari Athletic de Bilbao pada 1923, klub-klub ibu kota tersebut melebur menjadi Real Madrid FC.
Berdirinya klub Athletic de Madrid sebenarnya merupakan upaya untuk mengakhiri hegemoni Real Madrid.
Sejumlah analis mengatakan, pada titik 1923 inilah rivalitas sesungguhnya antara Atleti dan El Real terjadi, yakni saat Atleti sudah menjadi klub mandiri, yang terasosiasi dengan predikat bersahaja, melawan Real Madrid, klub yang mampu mencaplok semua tim di ibu kota, kaya raya, dan disokong pemerintah pusat.
Para ”bajing loncat”
Selayaknya tim satu kota, pertukaran pemain antara kedua klub terjadi akibat industri sepak bola Eropa yang berkembang pesat sejak 1980-an. Sejumlah pemain ternama tercatat sebagai ”bajing loncat” alias pemain yang hijrah dari Atleti ke El Real atau sebaliknya. Namun, tidak seperti fenomena perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid atau sebaliknya yang menimbulkan kehebohan, bahkan tindakan di luar batas sportivitas oleh pendukungnya, perpindahan antara dua klub ibu kota ini terbilang nyaris tanpa huru-hara.
Pemain dan pelatih legendaris Atleti, Luis Aragones, memulai karier di Real Madrid meskipun pria yang membawa Spanyol juara Eropa 2008 ini tidak pernah secara resmi bermain dengan kostum putih-putih. Nama tenar lain, Raul Gonzalez, salah satu pencetak gol terbaik El Real, mengawali karier bersama Atleti, demikian pula Hugo Sanchez. Sementara Bernd Schuster hijrah dari El Real ke Atleti dan memenangi beberapa piala.
Kini, Alvaro Morata mengikuti jejak Schuster dengan bermain untuk Atleti. Morata dibesarkan oleh Real Madrid sebelum hijrah ke Juventus dan kembali lagi ke Bernabeu dan lantas dijual ke Chelsea. Meski statusnya hanya sebagai pemain pinjaman di Atleti, Morata akan menjadikan derbi Madrid hari Sabtu nanti semakin menarik.
Siapa yang akan menjadi pemenang? Apakah ada pesta di Air Mancur Neptune ataukah justru El Real yang akan bersukacita di Cibeles Fountain? Kita tunggu saja laga yang masih bisa menentukan gelar juara La Liga tersebut.