JAKARTA, KOMPAS--Kasus doping yang menjerat lifter-lifter Thailand dan Vietnam mengubah peta persaingan angkat besi menuju Olimpiade Tokyo 2020. Situasi ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi lifter-lifter Indonesia untuk meraih poin lebih banyak guna lolos ke Tokyo 2020.
Sejumlah lifter elite Asia Tenggara yang terjerat doping saat ini dilarang berlomba sementara oleh Federasi Angkat Besi Dunia (IWF). Pada Jumat (8/2/2019), IWF mengumumkan, pemeriksaan sampel lifter Thailand, Chayuttra Pramongkhol (kelas 49 kg putri) dan Rattanawan Wamalun (64 kg putri), positif doping. Pemeriksaan sampel Pramongkhol positif mengandung testosteron, sementara Wamalun positif androstan. Kedua zat itu berfungsi menambah masa otot dan mempercepat pemulihan kondisi fisik.
Sementara dua lifter Vietnam yang positif doping adalah Trihn Van Vinh, peraih perak Asian Games 2018 pada kelas kelas 62 kg putra, dan lifter remaja kelas 48 kg putri, Nguyen Thi Phuong Thahn. Sampel mereka masing-masing positif testosteron dan androstan. Trihn Van Vinh pada SEA Games 2017 meraih emas kelas 62 kg, mengalahkan lifter andalan Indonesia, Eko Yuli Irawan.
Kasus doping ini semakin menyudutkan Thailand. Awal pekan lalu, enam lifter Thailand dinyatakan positif doping oleh IWF dari hasil analisis sampel urine yang diambil saat Kejuaraan Dunia di Ashgabat, Turkmenistan, November 2018. Di ajang itu, Thailand menjadi negara dengan jumlah medali terbanyak kedua setelah China.
Tujuh dari delapan atlet Thailand yang positif doping itu merupakan lifter putri, tiga di antaranya juara dunia yaitu, Thunya Sukcharoen (45 kg), Pramongkhol (49 kg), dan Sukanya Srisurat (55 kg).
Berdasarkan aturan antidoping IWF, negara dengan tiga lifter atau lebih yang dinyatakan positif doping dalam satu tahun kalender mendapatkan larangan berlomba selama empat tahun. Dengan delapan lifter yang tersangkut kasus doping, Thailand terancam absen dari Olimpiade Tokyo 2020.
Peluang Indonesia
Pelatih kepala angkat besi Indonesia Dirdja Wihardja mengatakan, maraknya kasus doping mengubah peta kekuatan angkat besi dunia.
”Di satu sisi ini menguntungkan Indonesia karena jumlah lawan berkurang. Apalagi, selama ini Thailand memang menjadi salah satu lawan berat kita. Namun, di sisi lain, kalau kita tidak menyiapkan ’peluru’ untuk bertempur, kesempatan bisa diambil negara lain,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Dirdja, tim angkat besi Indonesia harus melakukan persiapan dengan baik untuk mengantongi tiket ke Tokyo 2020. Strategi yang dilakukan antara lain memperbanyak jumlah kejuaraan yang diikuti untuk mendongkrak poin ke Olimpiade. Memperbanyak kejuaraan penting bagi atlet di luar delapan besar, seperti Deni (67 kg) dan Triyatno (73 kg). Untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020, lifter harus masuk delapan besar peringkat kualifikasi.
Lifter putri kelas 59 kg, Acchedya Jagaddhita, mengatakan, peta persaingan dunia tetap berat meski akhir-akhir ini banyak lifter yang tersangkut kasus doping. ”Lifter yang sebelumnya terkena larangan berlomba, seperti dari China, tahun ini sudah mulai kembali ke kejuaraan. Jadi, menurut saya, persaingan tetap berat,” ujarnya.