Keindahan "Nomor 10" yang Mulai Dilupakan
“Sepak bola adalah balet bagi kelas pekerja.” Tari balet lebih dekat dengan kaum terpandang, kelas atas, sepak bola adalah versi keindahan serupa di tingkatan bawah.
Begitulah ucapan Alf Garnett, tokoh fiktif dalam sinetron komedi Inggris era 1965-1975. Sang kakek merupakan pecinta klub Inggris, West Ham United, yang diperankan oleh aktor Warren Mitchel.
Jika sepak bola dikatakan seperti tarian balet, maka sang maestro balet layak disematkan kepada pemain klasik "nomor 10" atau sering disebut trequartista, pemain berposisi di belakang striker dan di depan gelandang tengah. Kehadiran trequartista di rumput hijau selalu membawa imajinasi dari sepasang kaki magis mereka.
Dari Michel Platini, Zinedine Zidane, hingga Francesco Totti merupakan gambaran keajaiban dari sosok trequartista. Di posisi tersebut, pemain yang dilahirkan untuk menyerang itu wajib memiliki teknik, sentuhan, visi bermain, kemampuan dribel, dan insting menciptakan peluang ataupun gol di atas rata-rata seluruh pemain di lapangan.
Tugas utama mereka adalah menghasilkan umpan-umpan presisi di lini depan. Dengan presisi dribel, kontrol, dan umpan, serta kreativitas tinggi mereka juga bertanggung jawab mengoyak ketatnya pertahanan lawan. Tak ayal posisi itu membawa keindahan di lapangan hijau. Saat bola berada di kaki mereka, stadion seperti berubah menjadi pertunjukkan seni.
Namun kini, trequartista mulai kehilangan tempatnya di sepak bola modern, khususnya di liga-liga terbaik Eropa.
Kisah terhangat runtuhnya kejaiban itu dialami oleh bintang Arsenal, Mesut Ozil.
Pemain bernomor punggung 10 di Arsenal itu sudah menghuni bangku cadangan sejak Desember 2018. Dia tidak mendapat kepercayaan bermain dari sang pelatih baru "The Gunners", Unai Emery, yang datang menggantikan Arsene Wenger pada awal musim 2018/2019.
Untuk diketahui, Ozil adalah pemain bergaji termahal di klub asal London Utara, 350.000 poundsterling atau sekitar Rp 6,3 miliar per pekan. Pemain yang telah mengoleksi 41 gol dan 73 asis dalam lima musim terakhir itu tidak cocok dengan skema Emery.
Di Arsenal, Emery memakai formasi 4-3-3, sama seperti saat melatih Paris Saint Germain. Dia lebih memilih tiga gelandang pekerja yang memiliki kreativitas mengatur serangan seperti Granit Xhaka, Lucas Torreira, dan Matteo Guendouzi.
Formasi itu meninggalkan gaya lama milik Wenger 4-2-3-1. Saat itu, Ozil bermain di belakang striker dan sejajar dengan dua penyerang sayap. Sekarang posisi itu sudah tidak ada. Dengan kemampuan bertahannya yang minim, pemain keturunan Turki itu tidak memiliki banyak pilihan.
Selain Ozil, trequartista modern lain pun tidak mendapatkan tempat utama di klubnya masing-masing. Juan Mata di Manchester United hanya bermain 11 kali sebagai pemain mula dari 26 pertandingan di Liga Primer. Tidak digunakannya Mata sudah berlangsung dari musim lalu, saat MU masih dilatih Jose Mourinho.
Begitu pula sama kondisinya dengan Isco (Real Madrid), James Rodriguez (Bayern Munchen), Mario Gotze (Borrusia Dortmund), dan David Silva (Manchester City). Pemain-pemain yang mencapai puncak penampilannya pada tiga hingga empat musim lalu itu mulai kehilangan posisi sebagai otak utama penyerangan klub.
Malas bertahan
Sebagaimana diketahui, trequartista lahir untuk menyerang dan terus menyerang. Mereka cenderung malas berlari dan menekan pertahanan lawan. Contohnya saja pada era Totti, sang pangeran Roma tidak mendapat tugas saat bertahan.
Kelemahan itu biasanya diisi dua gelandang bertahan. Dalam kasus Totti, saat menjuarai Serie A 2000/2001, dia dilindungi oleh Emerson, Damiano Tommasi, ataupun Cristiano Zanetti, secara bergantian.
Kendati demikian, strategi itu sudah berubah sejak Carlo Ancelotti memperkenalkan peran regista, atau pengatur serangan dari kedalaman area tengah. Sang pemain ikut berkontribusi pada penyerangan sekaligus pertahanan. Pemeran pertama sosok itu adalah Andrea Pirlo.
Seiring perkembangan strategi, khususnya pada tiga tahun terakhir, kondisi semakin tidak menguntungkan bagi seorang trequartista. Formasi ideal berubah dari 4-2-3-1 menjadi 4-3-3.
Sebab, pelatih modern seperti Josep "Pep" Guardiola, Jurgen Klopp, Maurizio Sarri, Santiago Solari, Thomas Tuchel, juga Emery, memainkan tiga gelandang sejajar. Ini merupakan kebutuhan sepak bola modern yang lebih mengandalkan permainan cepat dan menekan.
Di Liga Primer Inggris, lima dari enam besar klasemen menggunakan format tiga gelandang sejajar. Pemuncak klasemen, Manchester City, memakai trio Fernandinho, Ilkay Gundogan, dan Kevin de Bruyne, saat menghancurkan Chelsea, 6-0, pekan lalu.
Begitu pula Liverpool dengan Fabinho, Georginio Wijnaldum, dan Naby Keita, serta Chelsea dengan Jorginho, N\'golo Kante, dan Ross Barkley, yang memakai formasi 4-3-3. Hanya Tottenham Hotspurs yang masih menggunakan formasi 4-2-3-1, dengan Christian Eriksen sebagai trequartista.
Di Madrid, Solari memainkan 4-3-3 dengan tiga pemain tengah Casemiro, Luca Modric, dan Toni Kroos. Isco yang bersinar di bawah Zidane, mengantarkan tiga trofi Liga Champions, kehilangan posisinya.
Kemampuan menyerang trequartista mulai bisa digantikan oleh penyerang sayap yang semakin lengkap. Dulu penyerang sayap lebih berfungsi sebagai pelari ulung, sekarang mereka bisa memegang bola lebih lama, seperti Mohamed Salah ataupun Lionel Messi. Bahkan Coutinho yang sebelumnya trequartista di Liverpool, kini lebih banyak bermain sebagai penyerang sayap kiri dalam formasi 4-3-3 racikan Ernesto Valverde.
Peran trequartista mungkin saja kembali lagi dengan inovasi dari para pelatih. Seperti halnya regista, peran itu sebenarnya sudah diperkenalkan Gianni Rivera, playmaker AC Milan pada era 1970-an. Kini regista semakin modern. Setelah Pirlo, regista dilengkapi dengan kemampuan fisik, seperti yang dimiliki Fernandinho ataupun Jorginho.
Tentunya kehadiran kembali trequartista sangat dinantikan. Sepak bola membutuhkan momen-momen magis dari para "maestro balet". Agar, sepak bola tidak melupakan keindahannya.
Sang profesor, Wenger, pernah mengatakan, dia menemukan kesamaan antara klub sepak bola dengan wanita cantik. "Ketika kamu tidak memberitahu dia cantik, maka dia akan lupa kalau dirinya cantik," kata pelatih yang selalu memainkan sepak bola indah tersebut.