LIVERPOOL, SENIN — Duel dua raksasa merah, Liverpool dan Bayern Muenchen, di babak 16 besar Liga Champions sejatinya ditentukan di Stadion Anfield, Rabu (20/2/2019), pukul 03.00 WIB. Namun, hasil akhir laga itu sebetulnya telah ditulis di kamar ganti tim, seperti halnya pernah diceritakan sejarah.
Liverpool, finalis Liga Champions musim lalu, sebetulnya dalam kondisi kurang ideal di laga ini. Bek andalannya, Virgil van Dijk, harus absen karena skorsing akumulasi kartu kuning.
Padahal, bek asal Belanda itu adalah aktor utama di balik kuatnya benteng ”The Reds” musim ini. Liverpool tidak pernah kalah di Anfield saat menjalani total 25 laga bersama Van Dijk, baik di Liga Inggris maupun Liga Champions.
Celakanya, barisan bek senior lainnya, seperti Joe Gomez dan Dejan Lovren, juga terancam absen. Gomez mengalami retak tungkai kaki, sedangkan Lovren dalam pemulihan cedera hamstring.
Praktis hanya tersisa satu bek tengah senior di The Reds saat ini, yaitu Joel Matip. Manajer Liverpool Juergen Klopp pun tengah dipusingkan untuk mencari pemain yang akan mendampingi Matip di laga itu.
Pincangnya lini bertahan Liverpool bisa dieksploitasi Bayern, tim nomor empat paling tajam di Liga Champions musim ini, dengan rata-rata produksi 2,5 gol per laga.
Tidak hanya itu, mereka juga memiliki Robert Lewandowski, striker paling buas di Eropa saat ini. Striker jangkung itu mengemas delapan gol di enam laga Liga Champions musim ini. Tiada pemain lain di turnamen itu yang lebih tajam dari ”Lewangoalski”.
Meskipun demikian, kapten Liverpool, Jordan Henderson, tidak merisaukan masalah absennya Van Dijk. ”Kami punya kualitas cukup untuk mengatasinya besok. Kami tidak hanya mengandalkan dua bek tengah (saat bertahan). Pertahanan kami adalah tim,” ujarnya dalam jumpa pers Senin (18/2) malam.
Henderson memang tidak perlu risau. Krisis pemain bertahan itu bukanlah hal asing bagi Liverpool. Mereka setidaknya masih memiliki Fabinho, gelandang serba bisa yang dipasang sebagai bek tengah pada laga kontra Wolverhampton Wanderes di Piala FA Inggris dan Brighton & Hove Albion di Liga Inggris, Januari lalu. Ia tampil cukup baik di kedua laga itu.
Fabinho sibuk mendalami peran barunya itu dalam pemusatan latihan Liverpool di Marbella, Spanyol, empat hari terakhir. Berbeda dengan klub Eropa lainnya, The Reds memilih berlatih di luar negeri menjelang duel Liga Champions itu. Kebetulan, Liverpool tidak punya jadwal tanding lainnya dalam sepekan karena telah tersingkir dari Piala FA.
Latihan di luar negeri
Selain mengasah taktik, latihan di kawasan resor bermandikan sinar matahari itu juga dimanfaatkan Klopp untuk menghangatkan suasana tim dan kian mendekatkan para pemain. Berbeda dengan saat berlatih di Inggris, tim itu menginap di hotel yang sama. Para pemain bahkan harus berbagi kamar.
Penyerang sayap Sadio Mane, misalnya, berbagi kamar dengan gelandang Naby Keita. ”Dia (Keita) sudah seperti saudara bagi saya. Namun, satu masalahnya, ia tukang mengorok. Saya jadi sulit tidur karena ia kerap mengorok di kamar,” ujar Mane seraya tertawa, seperti dikutip Liverpool Echoe.
Latihan di luar negeri ini adalah yang kedua kali The Reds lakukan dalam dua bulan. Sebelumnya, mereka juga melakukan hal sama di Dubai, Januari lalu. Suasana di kamar ganti tim itu kian hangat.
Para pemain dan staf menjadi akrab bak satu keluarga besar. ”Pergantian suasana (latihan) ini bertujuan mengingatkan mereka akan kebersamaan dan semangat saling membantu di sudut mana pun di lapangan,” tutur Pepijn Lijnders, asisten Klopp.
Solidaritas di kamar ganti itu pernah membantu Liverpool menjungkalkan Bayern saat kedua tim terakhir kali bertemu di Liga Champions, yaitu 1981 silam.
Seperti halnya saat ini, Liverpool juga didera krisis bek di babak semifinal kompetisi yang saat itu bernama Piala Champions. Namun, The Reds lolos berkat gol tandang dan kekompakan tim di era manajer Bob Paisley itu.
Padahal, Bayern saat itu lebih diunggulkan. ”Adalah sebuah kesalahan Muenchen meremehkan Liverpool saat itu. Belum pernah saya melihat suasana di kamar ganti tim yang begitu fokus, penuh tekad, dan kompak seperti saat itu,” ujar Richard Money, mantan pemain Liverpool yang tampil sebagai pengganti di duel kedua tim kala itu.
Kontras dengan The Reds, Bayern diterpa isu disharmoni di kamar ganti. Barisan pemain senior ”Die Roten”, seperti diungkap majalah World Soccer edisi Januari, tidak suka dengan kepemimpinan pelatihnya, Niko Kovac. ”Mereka frustrasi dengan infleksibilitas taktik Kovac, kurangnya sentuhan serangan, dan berlebihannya rotasi pemain. Kovac berada di luar kemampuannya,” tulis World Soccer.
Tak heran, Muenchen, enam kali semifinalis di tujuh musim terakhir Liga Champions, bukanlah favorit di laga ini. ”Anfield adalah stadion terburuk (yang harus dihadapi),” ungkap Arjen Robben, pemain Muenchen, yang sangat menyegani The Reds. (AFP/JON)