JAKARTA, KOMPAS – Bila sebagian besar kesebelasan peserta Liga Kompas Kacang Garuda U-14 mengandalkan pesepak bola kelahiran tahun 2004 untuk menjadi tulang punggung tim, beda halnya dengan sekolah sepak bola Siaga Pratama. Tim asal Bogor, Jawa Barat, itu memberikan peran yang besar kepada dua pemain kelahiran tahun 2005.
Dari 25 pemain yang didaftarkan SSB asal Bogor itu, terdapat nama Ridho Adi Nugraha dan Alfin Esa Ahmad, dua pemain kelahiran 20015. Ridho dan Alfin saat ini duduk di bangku kelas VIII SMP, sedangkan rekan-rekan mereka kini siswa kelas IX SMP. Meski masih belia, peran keduanya di Siaga Pratama tak tergantikan. Keduanya selalu diturunkan pelatih sejak menit awal pertandingan.
Ridho menjadi tembok kokoh di lini belakang sekaligus sebagai kapten tim. Adapun Alfin diandalkan timnya di sektor sayap. “Mereka layak bermain di Liga Kompas. Mereka punya teknik dan keterampilan di atas rata-rata. Tidak kalah dengan pemain kelahiran 2004,” ujar pelatih Siaga Pratama Iwan Darmanto, Jumat (23/2/2019).
Menurut Iwan, meski usianya masih belia, Ridho punya peran besar dalam tim. Ridho mampu membaca arah sereangan lawan dengan baik. Dia juga mampu memimpin rekan-rekannya di atas lapangan. Pemain Siaga Pratama yang lebih senior pun tak keberatan dipimpin oleh Ridho.
Ridho menyampaikan, meski dirinya lebih muda daripada rekan-rekan di tim, baginya ketika sudah di lapangan maka pemain tidak akan memandang usia. Bila ada rekannya yang melakukan kesalahan, Ridho tidak segan-segan akan menegur. “Meski kalau di luar lapangan saya tetap hormat dengan senior,” kata Ridho.
Berkompetisi dengan pemain yang lebih senior mengharuskan Ridho dan Alvin memiliki mental yang kuat. Namun, hal itu tidak membuat Ridho terbebani. Tantangan itu justru membuat Ridho makin termotivasi untuk menunjukkan kemampuannya.
Bagi Ridho, berkompetisi dengan pemain yang usianya setingkat di atas akan memberikan banyak pelajaran. Situasi itu justru memberikan keuntungan untuk dia.
Iwan meyakini, keduanya memiliki masa depan yang cerah sebagai pesepak bola. Di usia yang masih sangat muda, mereka mampu bersaing dengan pemain yang lebih matang. Hanya saja, mereka harus betul-betul diawasi dan dijaga oleh orangtua, guru, dan pihak SSB agar kelak tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat.
“Usia transisi dari anak-anak ke remaja ini sangat rawan. Banyak pesepak bola muda yang kariernya hancur karena kena pengaruh pergaulan yang buruk,” kata Iwan.
Laga besar
Liga Kompas memasuki pekan ke-26. Satu laga besar tersaji pada Minggu (24/2) ini, antara pemimpin klasemen sementara Liga Kompas, SSB Salfas Soccer dan tim peringkat kedua, Bina Taruna, di Stadion Gelanggang Olahraga Ciracas, Jakarta.
Pelatih Bina Taruna Saut LB Tobing mengatakan dengan sisa lima pertandingan, laga menghadapi Salfas pada pekan ke-26 itu menjadi sangat penting. Sebab, Bina Taruna telah menyia-nyiakan dua kali kesempatan untuk menyalip Salfas di puncak klasemen.
Pada pekan ke-24, Bina Taruna takluk 0-1 atas Ragunan Soccer School. Kekalahan itu membuat perolehan poin Bina Taruna yang awalnya sama dengan Salfas, yaitu 46 poin, menjadi melebar 3 poin.
Kesempatan untuk memangkas jarak kembali datang kepada Bina Taruna sepekan berikutnya. Salfas yang ditinggal sejumlah pemain kunci hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan Buperta Cibubur.
Namun, Bina Taruna gagal memanfaatkan momentum tersebut. Bina Taruna menyerah 2-1 atas Benteng Muda IFA. Jarak antara Bina Taruna dan Salfas pun kembali melebar menjadi 4 poin.
“Kami tidak mau tertinggal untuk ketiga kalinya. Kalau tergelincir lagi, maka jarak kami dengan Salfas makin lebar,” ujar Saut.
Di sisi lain, Pelatih Salfas Soccer Irwan Salam mengutarakan, dia menargetkan dapat mengatasi Bina Taruna. Apabila misi itu bisa diwujudkan, peluang Salfas untuk meraih gelar juara Liga Kompas bakal terbuka lebar.
“Kalau bisa menang atas Bina Taruna, laga berikutnya akan jadi sedikit lebih ringan,” kata Irwan.