Sprinter Indonesia Lalu Muhammad Zohri menjadi orang kedua dari belakang yang lepas dari blok start pada final 100 meter Grand Prix Malaysia Terbuka 2019 di Kuala Lumpur, Sabtu (30/3/2019). Selepas 30 meter, pelari asal Nusa Tenggara Barat itu mendapat kecepatan optimal. Dia menyusul peserta lain dan memenangi lomba dengan waktu 10,20 detik.
”Reaksi start Zohri memang masih lambat, itu salah satu kelemahannya. Ia selalu tertinggal di awal. Setelah itu, ia sudah sangat baik sehingga bisa menyusul lawan-lawannya,” ujar pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini usai latihan pelatnas atletik di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Eni mengatakan, reaksi start adalah hal penting di dunia atletik, terutama lari 100 meter. Namun, hal itu bukan komponen utama. Banyak komponen lain turut memengaruhi kecepatan pelari, antara lain teknik berlari, efisiensi gerakan, relaksasi, ketenangan, konsentrasi, ledakan kecepatan, daya tahan kecepatan, frekuensi langkah, hingga stamina.
”Semua faktor itu saling terkait. Tidak ada yang benar-benar dominan. Ada pelari dengan reaksi start bagus, tetapi tidak bisa finis terdepan. Sebaliknya, ada pelari yang reaksi start terlambat tetapi menjadi pemenang. Yang paling baik adalah reaksi start bagus dan bisa finis pertama,” kata Eni.
Pada final 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018 di Tampere, Finlandia 11 Juli 2018, Zohri yang menjadi juara dengan waktu 10,18 detik bukan pelari dengan reaksi start terbaik. Pelari dengan reaksi start tercepat, 0,124 detik, adalah Henrik Larsson (Swedia). Namun, Larsson hanya finis di urutan keenam dengan waktu 10,28 detik.
Situasi serupa terjadi pada final 100 meter Asian Games 2018 di Jakarta. Pelari China Su Bingtian yang meraih emas dengan waktu 9,92 detik juga bukan pelari dengan reaksi start terbaik. Di tingkat dunia, pelari legendaris Jamaika Usain Bolt juga bukan sprinter dengan reaksi start yang bagus, tetapi akhirnya hampir selalu finis pertama ataupun tiga besar.
Dalam kesimpulan hasil penelitian Waktu Reaksi dan Hasil Sprint dalam Atletik oleh Ana Delalija dan Vesna Babic dari Fakultas Kinesiologi, Universitas Zagreb, Kroasia pada 2008, secara umum tidak ada korelasi signifikan antara reaksi start dan hasil sprint. Korelasi itu hanya terdapat pada sprint 100 meter putra, 110 meter gawang putra, dan 100 meter gawang putri. Penelitian dilakukan terhadap 360 atlet putra dan 250 atlet putri yang lolos ke Olimpiade Athena 2004.
Menurut Delalija dan Babic, teknologi dan metodologi pelatihan olahraga adalah faktor yang memengaruhi hasil lomba, terutama antara pelari di masa lalu dan masa kini. Mereka mendorong pengamatan lebih lanjut terhadap hasil penelitian itu.
Kondisi personal
Namun, reaksi start turut memengaruhi kecepatan Zohri. Saat juara di Tranmere, reaksi start Zohri 0,131 detik dengan waktu finis 10,18 detik. Saat reaksi start Zohri melambat jadi 0,145 detik pada final Asian Games 2018, waktu finisnya jadi 10,20 detik.
Hal serupa terjadi pada Bolt. Pada final Kejuaraan Dunia Atletik 2009, reaksi start Bolt 0,146 detik sehingga ia mencatat waktu finis 9,58 detik. Ketika reaksi start Bolt melambat jadi 0,183 detik pada final Kejuaraan Dunia Atletik 2017, waktu finisnya pun turun jadi 9,95 detik.
Karena itu, Eni tetap berupaya untuk meningkatkan kecepatan reaksi start Zohri. Mempertajam waktu reaksi suatu atlet adalah pekerjaan sulit, tetapi masih mungkin untuk dilakukan. Reaksi start dipengaruhi teknik dan kebiasaan atlet. Apabila tekniknya salah dan sudah menjadi kebiasaan, perlu waktu untuk merubah hal itu. Eni mengatakan, dirinya butuh waktu tiga tahun untuk memperbaiki teknik start dan berlari mantan pelari nasional Suryo Agung Wibowo, pada 2006-2009.
”Waktu saya pegang, Suryo sudah berusia 23 tahun. Agak sulit merubah kebiasaan atlet yang sudah berusia di atas 20 tahun. Namun, Suryo membuktikan dirinya bisa berubah dan sukses memecahkan rekor nasional maupun SEA Games dengan waktu 10,17 detik. Sekarang, Zohri usianya masih sangat muda. Jadi, kemungkinan untuk dia berubah dan dengan proses yang lebih cepat masih mungkin terjadi,” tutur Eni.
Sebenarnya waktu start Zohri tidak terlalu buruk. Menurut Ana Delalija dan Vesna Babic, periode waktu reaksi pelari elite biasanya antara 0,10 detik hingga 0,18 detik. Saat ini, reaksi start Zohri berkisar antara 0,130 detik hingga 0,145 detik.
Jika Zohri bisa mempertajam reaksi startnya, tentu hal itu akan berdampak positif untuk perkembangannya. Apalagi Zohri dinilai sudah punya modal yang baik saat berlari antara lintasan 40 meter hingga garis finis.
”Saya menyadari kekurangan saya ada pada reaksi start. Teknik saya masih belum bagus, seperti kepala masih sering menunduk, punggung tidak sejajar dengan kaki dan kepala, serta bahu sering naik. Tapi, saya mau belajar untuk memperbaikinya. Saya ingin jadi lebih baik karena saya punya cita-cita main di Olimpiade Tokyo 2020,” pungkas atlet kelahiran Lombok Utara, 1 Juli 2000 tersebut. (ADRIAN FAJRIANSYAH)