Musim 2018-2019 menjadi masa gemilang Manchester City di bawah asuhan Pep Guardiola setelah mereka mampu menyapu bersih semua piala domestik. Namun, perolehan tersebut masih dirasa belum cukup karena City tak berhasil menjuarai Liga Champions.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
MANCHESTER, SELASA — Musim 2018-2019 menjadi masa gemilang Manchester City di bawah asuhan Pep Guardiola setelah mereka mampu menyapu bersih semua piala domestik. Namun, perolehan tersebut masih dirasa belum sempurna karena City gagal menjuarai Liga Champions.
Liga Champions menjadi gelar yang sangat didambakan ”The Citizens”. Mereka pun menaruh harapan besar kepada Guardiola yang mampu meraihnya sebanyak dua kali bersama Barcelona pada musim 2008-2009 dan 2010-2011.
Sejak kedatangannya ke City pada 1 Juli 2016, Guardiola belum mampu berbicara banyak di Liga Champions. Pada musim 2016-2017, Sergio Aguero dan rekannya kandas di tangan AS Monaco pada babak 16 besar.
Pada musim 2017-2018, prestasi City membaik setelah mereka mampu menembus perempat final. Namun, langkah mereka dihentikan oleh Liverpool dengan agregat 5-1.
Musim 2018-2019, mereka kembali gagal ke semifinal setelah dikandaskan klub Inggris lainnya, Tottenham Hotspur. Pasukan Guardiola hampir melaju ke semifinal, tetapi kegembiraan mereka hanya berlangsung beberapa detik karena gol Raheem Sterling dibatalkan wasit setelah melihat video assistant referee (VAR). Gol tersebut dinilai tidak sah karena Aguero berada dalam posisi off-side sebelum memberikan umpan kepada Sterling.
Guardiola mengakui, prestasinya akan dipandang sukses jika mampu mengantarkan klub yang bermarkas di Stadion Etihad itu meraih trofi ”Si Kuping Besar”.
”Saya katakan sebelumnya bahwa saya tahu kami akan dinilai pada akhirnya apakah kami memenangi Liga Champions,” ujarnya di Manchester, Senin (20/5/2019).
Ia juga menyadari publik menaruh harapan besar kepadanya untuk dapat menjuarai Liga Champions seperti yang pernah dilakukannya di Barcelona. Bahkan, prestasi dan rekor yang dibuatnya bersama Manchester City seolah-olah tertutup oleh kegagalannya menjuarai Liga Champions.
”Di klub ini, rekor poin dan kompetisi domestik luar biasa. Namun, Liga Champions yang tidak kami menangkan sering dijadikan pembanding,” ujarnya. Ia mengakui, kompetisi di Liga Champions sangat berat, tetapi ia optimistis akan dapat menjuarainya.
Tantangan
Namun, rasa optimistis dari Guardiola akan mendapatkan tantangan besar setelah City diduga melanggar aturan financial fair play (FFP) UEFA yang diterapkan untuk menjaga agar pengeluaran klub tidak lebih besar daripada pendapatan.
Pada 7 Maret 2019, UEFA telah menyelidiki pelanggaran City terhadap aturan FFP. Jika terbukti melanggar, City bisa dilarang tampil di Liga Champions.
Larangan tersebut lantas membuat Juventus tertarik merekrut Guardiola untuk menukangi Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan setelah mereka memberhentikan Massimiliano Allegri pada Jumat lalu. Namun, Guardiola tidak tertarik dan lebih memilih bertahan di City.
”Berapa kali saya harus katakan, saya tidak akan ke Juventus. Saya tinggal di sini dua musim lagi jika mereka menginginkan saya. Saya memiliki kontrak,” kata Guardiola. Ia mengaku puas bekerja di City dan tidak tertarik untuk pergi.
Selain dilarang tampil di Liga Champions, City juga terancam dilarang FIFA melakukan aktivitas transfer sebanyak dua kali terkait dengan perekrutan pemain di bawah umur. Ancaman larangan tersebut juga dialami oleh klub Inggris lainnya, Chelsea.
Jika dua hukuman itu dijatuhkan kepada City, Guardiola akan mendapatkan tantangan besar. Selain harus mengubur impiannya untuk mengantarkan City menjuarai Liga Champions, ia juga harus melewati persaingan di kompetisi Inggris musim depan dengan skuad yang dimiliki saat ini.
Padahal, Guardiola dipastikan akan kehilangan kapten tim dan jenderal lini pertahanan Vincent Kompany. Pemain asal Belgia itu telah memutuskan untuk kembali ke klub pertamanya, RSC Anderlecht.
Pemain yang direkrut dari klub Jerman, Hamburger SV, pada 22 Agustus 2008 itu telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah kesuksesan City selama satu dekade terakhir. Ia tampil lugas dan memiliki fisik yang kuat untuk melawan penyerang-penyerang di Liga Inggris yang banyak mengandalkan kekuatan fisik.
Selama di City, pemain 33 tahun itu telah memberikan gelar 4 Liga Inggris, 2 Piala FA, 4 Piala Liga Inggris, dan 2 Piala Super Inggris. Kepergian Kompany akan meninggalkan lubang besar pada pertahanan City meskipun mereka memiliki bek-bek yang didatangkan dengan biaya transfer besar, seperti John Stones, Aymeric Laporte, Nicolas Otamendi, dan Eliaquim Mangala.
Selain memiliki fisik dan kemampuan individu, Kompany merupakan sosok pemimpin yang dibutuhkan rekan-rekannya.
Apalagi, Guardiola memiliki pola permainan menyerang. Ia butuh sosok bek tangguh untuk mengantisipasi serangan balik lawan. Jika larangan transfer tersebut dialami City, tugas Guardiola adalah meningkatkan kualitas bek yang sudah ada.
Pendukung City boleh saja tetap optimistis karena Guardiola memiliki pengalaman untuk menjadikan bintang dari akademi. Hal itu pernah dilakukan Guardiola ketika masih menangani Barcelona dan Bayern Muenchen. Ia mampu melahirkan bintang sepakbola, seperti Thiago Alcantara, Joshua Kimmich, dan Pedro Rodriguez.
Jika memang City dilarang berkompetisi di Liga Champions musim depan, tugas utama Guardiola adalah mempertahankan prestasinya musim ini. Guardiola pun mengaku tugas tersebut tidak mudah. (AFP)