Maurizio Sarri, Bankir yang Sukses Menjuarai Liga Europa
Maurizio Sarri menjadi sosok penting di balik keberhasilan Chelsea meraih juara Liga Europa, Kamis (30/5/2019). Trofi itu merupakan piala pertama bagi pelatih yang mengawali kariernya sebagai bankir tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
BAKU, JUMAT — Maurizio Sarri menjadi sosok penting di balik kemenangan Chelsea atas Arsenal dalam pertandingan Final Liga Europa, Kamis (30/5/2019). Trofi Liga Europa sekaligus menjadi piala pertama bagi pelatih yang mengawali kariernya sebagai bankir tersebut.
Maurizio Sarri lahir di Napoli, Italia, 10 Januari 1959. Dilansir dari Lifebogger, Sarri terlahir dari keluarga kelas menengah dengan latar belakang ayahnya yang bekerja sebagai pekerja konstruksi sebuah perusahaan baja di Italia. Sarri dibesarkan di Figline Valdarno yang terletak di Firenze, Italia.
Ketika masih anak-anak, Sarri memiliki minat pada pendidikan dan sepak bola. Demi membahagiakan orangtuanya, Sarri memilih fokus pada pendidikan terlebih dahulu. Ia kemudian sukses menjadi bankir di bank bernama Banca Toscana di daerah Tuscany, Italia.
Dari penelusuran yang dilakukan BBC, Sarri dikenal sebagai pedagang mata uang yang ulung. Salah satu rekan kerja Sarri saat masih bekerja di bank, Aurelio Virgili, mengatakan, Sarri merupakan bankir yang luar biasa dan menjadi salah satu yang terbaik.
Dari pekerjaannya itu, Sarri sering bepergian ke Inggris, Jerman, Swiss, dan Luksemburg karena bank yang berbasis di Firenze itu membuka cabang di negara tersebut.
”Dia bukan seseorang yang memiliki latar belakang di bidang keuangan, melainkan dia mulai dari awal dan mencapai hasil yang sangat baik,” kata Virgili.
Meskipun sukses sebagai bankir, Sarri tetap menekuni hobinya, yakni bermain sepak bola.
Sarri membagi waktu antara bekerja dan sepak bola. Pada pagi hari, ia bekerja di bank dan melatih beberapa tim amatir pada sore serta malam hari, antara lain Stia, Faellese, Cavriglia, Antella, Valdema, dan Tegoleto.
Stia menjadi klub pertama Sarri. Stia merupakan kota kecil di Tuscany dengan populasi sekitar 2.500. Klub amatir ini berada di tingkat kedelapan sepak bola Italia. Di klub tersebut, Sarri masuk sebagai pemain, kemudian ia mengambil alih sebagai pelatih selama musim 1990-1991 setelah manajer mereka dipecat.
Teman satu klub Sarri di Stia, Luciano Innocenti, menceritakan, Sarri adalah bek yang tangguh dan memiliki fisik yang kuat. ”Saya ingat gol terakhir yang dia cetak lewat sundulan. Dia melepas bajunya saat merayakan di depan tribune dengan supporter yang bersorak,” ujar Innocenti.
Ia menambahkan, Sarri sangat percaya takhayul. Ketika ia bersama Sarri dalam sebuah perjalanan, Sarri selalu menyalakan rokoknya ketika akan belok di sudut tertentu.
Sarri juga dikenal sebagai perokok berat dan terkadang mudah marah. Meski demikian, Sarri selalu berusaha mengatasi rintangan di masa sulit.
Salah satu anak didik Sarri di Faellese, Andrea Buset, menceritakan, Sarri percaya pada sejumlah takhayul. Selain merokok, Sarri selalu berpakaian hitam dan menganggapnya sebagai warna keberuntungan.
Ketika menang dalam sebuah pertandingan, Sarri akan selalu mengulangi ritual yang sama persis. Ia mengambil rute yang sama ke stadion, berpakaian sama, dan meletakkan satu kaki tertentu di depan yang lain.
Fokus melatih
Pada 1999, Sarri mengambil keputusan yang besar dalam hidupnya. Ia berhenti bekerja sebagai bankir demi mendedikasikan seluruh hidupnya pada sepak bola.
Virgili pun memuji Sarri, keputusan tersebut sangat sulit untuk diikuti oleh orang lain dan menjadi sebuah pengorbanan besar dari Sarri. Rekan-rekannya di perbankan pun menyambut keputusan Sarri dengan sebuah pesta perpisahan.
Sarri mengaku, segala pengalamannya di perbankan sering menjadi inspirasi bagi dirinya dalam mengambil keputusan. ”Pengalaman saya di bank adalah nilai tambah. Saya telah mempelajari nilai organisasi dan pengambilan keputusan,” kata Sarri saat masih menjadi Pelatih Napoli.
Melihat usianya yang sudah memasuki 40 tahun, Sarri merasa dirinya sudah terlalu tua untuk menjadi seorang pemain sepak bola. Ia sempat merasa sedih karena tidak pernah terlibat dalam sepak bola profesional sehingga memutuskan untuk melatih klub liga bawah AC Sansovino Football Club yang berlokasi di Monte San Savino, Italia.
Setelah memperoleh banyak pengalaman dalam manajemen sepak bola, Sarri mulai dilirik oleh banyak klub profesional. Antara tahun 2000 hingga 2015, Sarri mengelola 10 tim sepak bola profesional. Tim itu antara lain Pescara, Arezzo, Avellino, Hellas Verona, Perugia, Alessandria, Sorrento, dan Empoli.
Kontroversi dan kesuksesan
Pengalamannya dalam membawa Empoli promosi ke Serie A Liga Italia dan berjaya bersama klub asal Tuscany tersebut, membuat Napoli tertarik merekrutnya. Sekalipun kemudian dia gagal mempersembahkan gelar juara apa pun bagi Napoli, Sarri tetap dipandang sukses karena selalu berhasil membawa klub itu ke papan atas klasemen Liga Italia.
Di bawah asuhan Sarri, Napoli menjadi klub yang disegani di Italia dan Eropa. Manajer Manchester City Pep Guardiola bahkan menyebut Napoli sebagai salah satu tim terbaik yang pernah ia hadapi ketika kedua tim bertemu di Liga Champions musim lalu.
Di Napoli, Sarri masih melakukan kebiasaannya merokok di stadion. Mantan kapten Napoli, Marek Hamsik, menyebut Sarri sebagai perokok yang bersemangat.
Sarri juga dikenal memiliki sikap kontroversial seperti menghina pelatih lawan dengan kata-kata rasis. Ia pernah melakukannya terhadap Roberto Mancini ketika bertanding di Piala Italia pada 2016.
Beberapa kontroversial juga masih dilakukan Sarri ketika melatih Chelsea. Di klub London tersebut, Sarri masih merokok di stadion, bersikap kasar terhadap fans tim lawan dan terlibat adu mulut dengan pemainnya.
Sikap tersebut sering kali membuat posisi Sarri di Chelsea tidak aman. Apalagi dia dipandang tidak mampu mengangkat prestasi klub yang bermarkas di Stamford Bridge tersebut.
Sebelum Final Liga Europa, misalnya, Sarri diisukan akan dipecat pemilik Chelsea, Roman Abramovich.
Diterpa isu tersebut, Sarri tetap tenang dan ia tunjukkan ketika Chelsea mengalahkan Arsenal dengan skor 4-1 di Final Liga Europa.
Setelah musim ini berakhir, Sarri berencana akan membicarakan masa depannya di Chelsea dengan Abramovich. Ia berpendapat, dirinya masih layak untuk bertahan di Chelsea.
”Kami perlu tahu apa yang bisa dilakukan klub untuk saya dan apa yang dapat saya lakukan dengan lebih baik untuk klub,” ujar Sarri.
Trofi Liga Europa merupakan gelar pertama bagi Sarri setelah meniti kariernya di dunia sepak bola selama hampir 30 tahun. Ia telah membuktikan bahwa dirinya mampu mewujudkan impiannya ketika masih anak-anak, yakni sukses di dunia sepak bola. (BBC/MIRROR/AP)