Roger Federer tahu peluangnya mengalahkan Novak Djokovic hanya 3 persen. Namun, dia tidak menyerah pada cederanya dan berjuang hingga akhir. Spirit itu dipuji oleh Djokovic yang banyak belajar dari sang Maestro.
Oleh
Yulia Sapthiani
·5 menit baca
MELBOURNE, KAMIS — Kondisi Roger Federer yang tidak seratus persen fit membuat persaingan dengan Novak Djokovic pada semifinal Australia Terbuka tak sesengit ketika mereka berebut gelar juara Wimbledon 2019. Namun, ada hal lain di luar lapangan yang lebih menarik dari jalannya pertandingan di antara dua legenda itu. Mereka saling menghargai upaya masing-masing untuk memberikan penampilan terbaik.
Di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Kamis (30/1/2020), Djokovic mengalahkan Federer, 7-6 (1), 6-4, 6-3, dan akan tampil dalam final untuk kedelapan kalinya. Berlangsung selama 2 jam 18 menit, pertandingan tersebut jauh lebih singkat dan tak seketat ketika mereka menyuguhkan laga epik di final Wimbledon 2019. Saat itu, Djokovic menang, 7-6 (5), 1-6, 7-6 (4), 4-6, 13-12, dalam waktu 4 jam 57 menit setelah menggagalkan dua match point Federer.
Meski sempat tertinggal, 2-5, pada set pertama, dominasi Djokovic pada semifinal Australia Terbuka tak begitu mengejutkan. Dia memiliki rekam jejak bagus pada Grand Slam itu, juga dalam persaingannya dengan Federer.
Djokovic menjadi tunggal putra dengan gelar terbanyak setelah selalu menang dalam tujuh final sebelumnya. Sebelum mengalahkan Federer, Kamis, Djokovic telah 26 kali mengalahkannya dari 49 pertemuan. Termasuk dalam angka tersebut adalah menang-kalah, 10-6, di Grand Slam.
Cedera paha kiri saat menjalani perempat final melawan Tennys Sandgren, Selasa, dan tak berlatih keesokan harinya, bahkan, memunculkan spekulasi Federer akan mundur sebelum semifinal. Namun, Federer tetap muncul dan menyelesaikan laga seperti 1.512 pertandingan yang telah dia jalani.
Dia tampil meski tahu peluang menang atas Djokovic sangat kecil. ”Di awal sebenarnya sudah bagus. Setelah itu, harus melupakannya karena saya tahu hanya punya peluang 3 persen untuk menang. Namun, saya tetap mencoba karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, tetapi terlalu berat,” tutur Federer.
Djokovic menghargai apa yang dilakukan Federer. ”Ini tak mudah untuk Roger. Saya tahu dia kesakitan, itu bisa terlihat dari gerakannya. Saya menghargai karena dia telah mencoba dengan sangat baik,” kata Djokovic yang akan berhadapan dengan Dominic Thiem atau Alexander Zverev pada final, Minggu.
Meski memiliki statistik kemenangan lebih baik dalam pertemuan dengan Federer, juga dengan rival lainnya, Rafael Nadal, Djokovic selalu menghargai dua kompetitor terberatnya itu, begitu pula sebaliknya. Sikap saling menghargai dan memotivasi dalam persaingan membuat mereka bertahan pada papan atas persaingan tunggal putra selama 15 tahun terakhir.
Djokovic bercerita tentang pengaruh Federer dan Nadal dalam kariernya. ”Saya sangat senang ketika meraih gelar Grand Slam pertama di Australia Terbuka 2008. Setelah itu, saya kesulitan selama tiga tahun karena selalu bertemu Roger atau Rafa pada semifinal dan final Grand Slam. Saya selalu kalah. Namun, persaingan itu justru membuat saya seperti sekarang, saya termotivasi oleh mereka,” tuturnya.
Hal serupa diutarakan Djokovic, Federer, dan Nadal saat diwawancara bersama oleh BBC menjelang turnamen Final ATP, November 2019, di London, Inggris.
Faktor lain yang mendukung panjangnya karier ”Big Three”, menurut Goran Ivanisevic, adalah kemauan untuk mendengar dan bertanya. ”Mereka selalu belajar setiap hari untuk mengembangkan kemampuan. Kadang, kita mungkin berpikir, untuk apa mereka terus belajar? Padahal, itulah mengapa Federer, Djokovic, dan Nadal lebih hebat dari yang lain,” tutur juara Wimbledon 2001 itu dalam BBC.
Sikap yang akhirnya berdampak pada penampilan Djokovic di lapangan itu akan menjadi tantangan bagi finalis lainnya, Thiem atau Zverev, yang akan ditentukan melalui semifinal, Jumat. Persaingan tersebut menjadi persaingan menuju final pertama Australia Terbuka bagi mereka.
Thiem memprediksi, laga melawan Zverev di Rod Laver Arena akan berlangsung ketat. ”Seperti pertandingan lain di antara dua petenis peringkat 10 besar, pemenang akan ditentukan melalui margin yang sangat kecil,” kata Thiem yang mengalahkan Nadal dalam semifinal.
Kejutan tunggal putri
Kejutan terjadi pada tunggal putri yang akan mempertemukan dua petenis bukan favorit juara pada final, Sabtu. Mereka adalah Sofia Kenin (AS) dan Garbine Muguruza (Spanyol).
Kenin mencapai final pertamanya di Grand Slam setelah memupus harapan tuan rumah melihat juara tunggal putri Australia Terbuka sejak Chris O’Neil pada 1978. Dia mengalahkan petenis Australia nomor satu dunia, Ashleigh Barty, 7-6 (6), 7-5, sementara Muguruza mengalahkan Simona Halep, 7-6 (8), 7-5.
Kenin sebenarnya berstatus sebagai unggulan ke-14. Pada 2019, dia meraih tiga gelar juara dari turnamen WTA berlevel rendah. Petenis berusia 21 tahun itu juga mengalahkan Serena Williams pada babak ketiga Perancis Terbuka. Posisinya dalam peringkat dunia naik dari 52 menjadi 12, posisi tertinggi yang ditempatinya.
Namun, petenis yang lahir di Moskwa, Rusia, itu berada di bawah bayang-bayang petenis AS lainnya, seperti Serena, Madison Keys, Venus Williams, bahkan Cori ”Coco” Gauff yang baru bersinar setengah tahun terakhir dan menempati peringkat ke-67 dunia. Coco dikalahkan Kenin pada babak keempat di Melbourne Park.
Muguruza juga bukan favorit juara meski dia adalah juara Perancis Terbuka 2016 dan Wimbledon 2017. Itu karena petenis Spanyol tersebut tampil buruk pada 2019. Pada empat Grand Slam, Muguruza hanya tampil hingga babak keempat di Australia dan Perancis Terbuka dan tersingkir pada babak pertama di Wimbledon dan AS Terbuka.
Dari kategori yunior, petenis Indonesia, Priska Madelyn Nugroho, akan tampil dalam final pertamanya di arena Grand Slam. Priska akan tampil dalam laga puncak nomor ganda putri, berpasangan dengan Alexander Eala (Filipina). Mereka lolos ke final setelah mengalahkan unggulan pertama, Kamila Bartone/Linda Fruhvirtova (Latvia/Ceko), 1-6, 7-5, 10-8, pada semifinal.
Dalam final, Jumat, Priska/Eala akan berhadapan dengan Ziva Falkner/Matilda Mutavdzic (Slovenia/Inggris). Adapun pada nomor tunggal, Priska terhenti pada babak ketiga, sama seperti yang didapat pada 2019. (AFP/AP/REUTERS)