Belajar dari cedera yang dideritanya tahun lalu, pelari gawang putri Emilia Nova memperbanyak program latihan penguatan otot. Selain mengurangi risiko cedera, latihan ini dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatannya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun lalu, pelari gawang 100 meter putri andalan Indonesia, Emilia Nova, banyak bergelut dengan cedera, antara lain cedera tumit dan pangkal paha. Untuk itu, sejak awal tahun ini, Emilia fokus melakukan latihan penguatan otot untuk mengantisipasi cedera dan menunjang upaya peningkatan kekuatan dan kecepatannya.
Sejak awal tahun, tim pelatih memberikan program latihan penguatan otot untuk para pelari gawang pelatnas, terutama Emilia. Latihan itu dilakukan setelah latihan teknik ataupun beban. Latihan penguatan otot itu terdiri dari sekitar 20 gerakan. Setiap gerakan dilakukan selama kurang lebih 20 detik dengan waktu rehat per gerakan sekitar 10 detik.
Latihan itu tampak sederhana. Atlet hanya melakukan sejumlah gerakan pengulangan, seperti tubuh merebah dengan dua kaki mengayuh. Atau gerakan plank, seperti dua tangan menahan beban tubuh dengan posisi kepala, punggung, dan kaki segaris serta tidak menyentuh tanah. Plank lainnya, seperti salah satu sisi tubuh menahan beban tubuh lainnya sembari mengangkat kaki agar sejajar dengan kepala dan tubuh.
Umumnya, latihan itu tidak menggunakan beban tambahan. Namun, atlet harus bersusah payah untuk melakukan semua gerakan tersebut. Bahkan, beberapa kali Emilia tampak menjerit menahan sakit pada bagian tubuh yang melakukan gerakan berulang itu. ”Aduh, sudah enggak kuat lagi. Rasanya mau keram,” ujar Emilia ketika melakukan gerakan mengangkat kepala dan kaki ke atas secara bersamaan di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Pelatih lari gawang PB PASI, Fitri ”Ongky” Haryadi, mengatakan, latihan itu bertujuan memperkuat otot inti di perut bagian atas, tengah, dan bawah, memperkuat otot di sisi kanan dan kiri perut, memperkuat otot punggung, lengan bagian atas, dan paha. Semua otot tersebut merupakan fondasi kekuatan atlet. ”Ibarat membangun rumah, otot merupakan tulangan baja pada bangunan. Kalau tulangan bajanya tidak kuat, maka rumah itu rawan ambruk,” ujar Ongky.
Ongky menuturkan, latihan penguatan otot adalah latihan wajib pada masa program umum selama dua-tiga bulan di awal tahun. Namun, ia ingin lebih fokus memberikan latihan itu kepada Emilia. Belajar dari pengalaman, latihan penguatan otot itu kemungkinan kurang optimal dan memicu cedera Emilia, antara lain tumit dan pangkal paha.
”Karena ototnya kurang kuat, atlet jadi goyang ketika melompati gawang dan mendarat. Saat goyang itulah, atlet rawan cedera. Tubuhnya tidak siap menahan gerakan di luar kendali. Untuk mengurangi risiko tersebut, otot sebagai fondasi tubuh atlet harus dibuat lebih kuat,” katanya.
Menurut Ongky, selain untuk mengantisipasi cedera, latihan penguatan otot itu juga bisa meningkatkan kekuatan dan kecepatan. Hal itu penting untuk Emilia agar bisa mempertajam catatan waktunya. Catatan waktu terbaik Emilia adalah 13,33 detik saat meraih medali perak Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. ”Secara teknik, Emilia sudah sangat baik. Namun, kecepatannya masih kurang. Agar catatan waktunya lebih baik, dia harus meningkatkan kecepatan,” tuturnya.
Emilia mengutarakan, dirinya kewalahan dengan latihan penguatan otot itu karena jarang melakukan latihan tersebut. Dirinya lebih banyak melakukan latihan beban dan bergelantungan atau penguatan otot lengan atas dan bawah.
”Sebelumnya, saya lebih banyak turun di nomor sapta lomba. Nomor tersebut lebih banyak mengandalkan kekuatan, terutama di bagian lengan. Namun, sekarang, saya lebih fokus di nomor lari gawang. Jadi, saya harus lebih memperkuat otot di sekitar perut dan paha,” ujarnya.
Emilia melanjutkan, walau kewalahan, dirinya tidak akan lari dari latihan tersebut. Sebab, dia merasakan banyak sekali manfaat latihan itu. ”Setahun kemarin, saya berulang kali merasakan sakit di tumit ataupun pangkal paha. Tetapi, setelah fokus melakukan latihan penguatan otot ini, saya sudah tidak lagi merasakan sakit pada tumit dan pangkal paha. Memang sesekali ada rasa pegal di tumit, tetapi itu tidak seberapa parah. Rasa pegal itu bisa diatasi saat terapi pijat,” katanya.
Menuju Australia
Setelah Federasi Atletik Asia membatalkan Kejuaraan Asia Atletik Dalam Ruangan 2020 di China karena wabah virus korona yang bermula di Wuhan, tim atletik mengalihkan perlombaan ke sejumlah seri kejuaraan Oseania di Australia pada Maret dan April. Emilia akan ambil bagian pada perlombaan di Sydney, Australia, pertengahan Maret.
Ongky menuturkan, dirinya tidak memberikan target muluk untuk Emilia pada kejuaraan karena masih menjalani tahap persiapan umum. Normalnya, untuk menikuti lomba, atlet harus dipersiapakan melakukan program persiapan khusus.
”Karena SEA Games 2019 Filipina baru selesai awal Desember, kami tidak punya banyak waktu melakukan program umum. Sehingga meski sudah harus ikut lomba pada Februari ini, kami tetap pada program umum. Kami tidak bisa memberikan target terlampau tinggi pada atlet yang masih dalam tahap program tersebut,” ujarnya.
Kejuaraan di Australia ini menjadi salah satu ajang Emilia mengejar batas waktu lari gawang 100 meter putri Olimpiade Tokyo 2020, yakni 12,84 detik. Ongky ataupun Emilia menyatakan, mengejar batas waktu itu tidak mudah dalam masa persiapan yang kurang dari enam bulan sebelum masa kualifikasi Olimpiade 2020 ditutup pada 30 Juni. Apalagi, catatan waktu terbaik Emilia masih 13,33 detik.
Menurut Emilia, mempertajam catatan waktu 0,4-0,5 detik dalam setengah tahun itu bukan pekerjaan mudah. Hal itu berat sekali walau untuk atlet kaliber dunia sekalipun. Jadi, target paling realistis tahun ini, dia ingin memecahkan rekor nasional lari gawang milik Dedeh Erawati, yakni 13,18 detik, yang dibuat pada Taiwan Terbuka, 26 Mei 2012.
”Walau demikian, saya tetap berusaha seoptimal mungkin agar bisa menembus batas waktu Olimpiade. Semua atlet pasti ingin lolos dan tampil di Olimpiade,” ujar Emilia, yang memasang target lolos ke Olimpiade Paris 2024.