Memacu Optimisme di Sirkuit Sepang
MotoGP 2020 menjanjikan persaingan lebih ketat dibandingkan 2019 yang didominasi Marc Marquez. Hasil tes pramusim di Sirkuit Sepang, Malaysia, pekan lalu, menumbuhkan optimisme sekaligus ketidakpastian di sejumlah tim.
Marc Marquez, juara dunia MotoGP asal Spanyol, seperti tenggelam dalam bayang-bayang para pebalap muda seperti Fabio Quartararo saat tes pramusim di Sirkuit Sepang, Malaysia, 7-9 Februari. Namun, pebalap Spanyol berusia 26 tahun itu memiliki strategi lain sebagai kompromi kondisi bahu kanannya yang belum pulih pascaoperasi pada November lalu.
Juara dunia enam kali MotoGP itu tidak banyak menjalani putaran, yaitu total hanya 131 dengan maksimal 47 lap pada dua hari terakhir tes. Namun, dia fokus menciptakan konsistensi kecepatan yang sangat krusial saat balapan.
Dengan menjalani longer runs atau menyelesaikan banyak putaran tanpa putus, pebalap Repsol Honda itu mampu menciptakan konsistensi pada rentang 1 menit 59 detik di sirkuit sepanjang 5,5 kilometer itu. Dia rata-rata menjalani tujuh lap dengan konsistensi waktu yang mirip dengan saat balapan.
Simulasi balapan melalui longer runs ini bisanya baru dilakukan secara intensif oleh para pebalap saat tes di Qatar, yaitu menjelang balapan seri pertama MotoGP di Sirkuit Losail. Namun, karena kondisi fisik Marquez belum bugar 100 persen, pendekatan di Sepang berubah. Oleh karena itu, dia tidak mengejar lap tercepat maupun kecepatan puncak.
Strategi yang sama dilakukan sejumlah pebalap lainnya seperti Maverick Vinales (Monster Energy Yamaha) dan Alex Rins (Suzuki Ecstar) pada hari terakhir tes. Mereka bisa menjalani putaran lebih banyak hingga sepuluh lap karena kondisi fisiknya bugar. Kecepatan yang mereka ciptakan lebih baik dari Marquez, namun tidak jauh berbeda.
Jika kondisi bahu Marquez mendekati 100 persen saat seri Qatar bergulir, persaingan akan lebih menarik. “Jika Anda meninjau pace, semua pebalap bisa mencapai (1 menit) 59 detik. Tetapi, Rins melakukan itu dengan sangat bagus. Vinales juga pada race pace. Rins dan Vinales dua pebalap tercepat,” ujar Marquez dikutip Crash.
Pebalap lainnya, seperti Andrea Dovizioso, Danilo Petrucci (Ducati), dan Fabio Quartararo (Petronas Yamaha) juga melakukan longer runs. Namun, mereka belum bisa menjaga konsistensi di lap-lap akhir, hingga waktu mereka merosot ke zona dua menit.
Quartararo, misalnya, dia selalu menciptakan lap tercepat dalam tiga hari beruntun, tetapi belum bisa menjaga konsistensi kecepatannya. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh setelan motor yang belum maksimal, seperti komponen elektronik dan adaptasi ban belakang Michelin yang memiliki konstruksi baru.
“Saya yang paling cepat (waktu lap). Tetapi, kami perlu bekerja pada pace karena kami kesulitan di bagian itu,” ujar Quartararo yang kerap mengalami masalah cengkeraman ban belakang di akhir-akhir lap saat longer runs.
Selain para pebalap dari tim unggulan itu, pebalap tim baru Aprilia dan KTM juga menunjukkan performa yang mengesankan selama tes pramusim. Aleix Espargaro, yang memacu motor revolusi Aprilia RS-GP 2020, berada di posisi kesepuluh dalam catatan waktu satu putaran dan peringkat ke-8 dalam kecepatan puncak, yaitu 329,2 kilometer per jam.
Performa mesin baru Aprilia dengan konstruksi mesin V4-90 derajat mampu menandingi motor-motor Ducati yang berlimpah tenaga dan unggul pada kecepatan puncak. Selain itu, konsistensi pace Espargaro juga terjaga pada rentang 1 menit 59 detik. Hal serupa dicapai saudaranya, Pol Espargaro, yang memacu motor KTM RS16.
“Saya kehilangan 0,2 atau 0,3 detik setiap kali pada split time keempat dibandingkan (para pebalap) Ducati. Namun, saya masih bisa melakukan 12-14 lap simulasi balapan. Ini lebih baik dari (para pebalap) Ducati maupun Quartararo,” ungkap Aleix Espargaro dikutip GPOne.
Lalu, Petrucci—yang mencetak rekor lap tercepat pada pramusim lalu di Sepang—mengakui kesulitan menjaga kecepatan. Itu menjadi pekerjaan rumah yang akan diselesaikan bersama timnya sebelum tes di Qatar pada Maret. Kesulitan itu yang mendorong Petrucci dan rekan setimnya Dovizioso berkolaborasi mencari solusi terbaik.
Hal utama yang mereka lakukan adalah menemukan kompresi ban belakang dan setelan elektronik. Para pebalap Ducati masih kesulitan menjaga degradasi atau tingkat keausan di ban belakang.
“Hal tersulit adalah menyeimbangkan bagian belakang. Saya beresiko jatuh. Dua ban Michelin ini membawa perubahan besar. Anda harus memahami ban-ban itu. Namun, secara umum saya merasa nyaman dengan motor. Akselerasinya sangat bagus,” ujar pebalap Pramac Ducati Jack Miller.
Kecepatan nyaris mustahil
Data telemetri dan feeling para pebalap terhadap motor mereka itu menjadi bekal yang sangat penting untuk menjalani musim baru. Optimisme muncul bersamaan dengan sejumlah keraguan pada setelan motor yang belum sepenuhnya sesuai keinginan pebalap. Namun, secara umum, para pebalap mulai memiliki kepercayaan diri untuk menggali kemampuan terbaik motornya.
“Ketika pebalap sudah menemukan kepercayaan diri, mereka akan mencari limit motor lebih jauh dan kian jauh sampai mendapatkan kecepatan yang dia pikir tidak pernah atau nyaris mustahil dicapai,” tulis Casey Stoner, mantan pebalap MotoGP, dalam buku Casey Stoner Pushing The Limits.
Baca juga : Berlomba-mencari-batasan-motor-2020/
Kepercayaan diri itulah yang dibangun para pebalap dalam tiga hari tes pramusim di Sepang. Faktor itu sangat penting, terutama bagi para pebalap rookie alias debutan. Musim ini, ada tiga rookie yang akan bersaing di MotoGP, yaitu Alex Marquez (Repsol Honda), Brad Binder (KTM), dan Iker Lecuona (KTM Tech3).
Alex paling menonjol dengan performa yang terus membaik sejak tes shakedown. Bahkan, dia semakin percaya diri bisa kompetitif pada saat balapan. “Secara umum, saya puas dengan hasil di Sepang. Kami memulai dengan meningkatkan kepercayaan diri dengan motor dan berusaha menjadi lebih kompetitif. Kami semakin dekat dengan para pebalap tercepat dan saya menjadi lebih memahami motor,” ujar adik kandung Marc Marquez itu.
Dalam tes terakhir di Sepang, Alex Marquez juga menjalani long runs. Namun, pace rata-ratanya belum bisa di bawah dua menit. Namun, konsistensi kecepatan itu akan membaik seiring meningkatnya adaptasi Alex dengan RC213V. Kemampuan adaptasi itulah yang menjadi fokus perhatian Direktur Repsol Honda Albero Puig pada musim debut Alex di MotoGP.
Enggan muluk-muluk, Puig berharap juara dunia Moto2 2019 itu finis di peringkat tujuh besar MotoGP musim 2020. Meskipun bakal sulit terwujud, itu bukan hal yang mustahil.
Setelah mengikuti dua hari tes shakedown dan tiga hari tes pramusim, Alex Marquez mulai bisa memetakan posisinya dalam persaingan yang akan dia jalani. Kepercayaan dirinya untuk bersaing di level tinggi pun terdongkrak.
“Saat ini, saya merasa bisa berada di peringkat kesepuluh dan ke-15. Tetapi, saya tidak banyak berharap. Prioritasnya adalah lebih cepat dan belajar,” ujar pebalap 23 tahun itu.
Kepercayaan diri memang sangat penting bagi para pebalap muda. Jika mentalitas itu dipadukan dengan darah muda yang menggelora untuk meraih gelar juara, maka itu bisa menjadi amunisi yang menggetarkan peta persaingan. Hal itu pernah dilakukan pebalap veteran, Valentino Rossi, ketika pertama kali terjun di GP500 maupun Marc Marquez pada awal musim di MotoGP.
Namun, dalam bukunya, Stoner mengingatkan, kepercayaan diri yang berlimpah juga sangat berbahaya bagi pebalap muda. Ia mencontohkan kecelakan yang dialami Jorge Lorenzo pada sesi latihan hari pertama di Sirkuit Shanghai, 2008 silam.
Lorenzo—yang pada tiga balapan sebelumnya memetik hasil mengesankan dengan finis kedua, ketiga, dan menang di Estoril—berambisi terus melesat di musim debutnya saat itu. Namun, dia terlalu berambisi hingga salah perhitungan dan terpelanting dari motornya.
Hal itu menjadi pelajaran berharga para debutan agar selalu mengontrol energi dan emosinya di setiap balapan. Apalagi, pada Maret mendatang, mereka akan berlomba di Losail yang terkenal licin. Hasil bagus di sirkuit padang pasir itu bisa menjadi pondasi penting bagi para rookie untuk mengusik para senior berpengalaman.
Kunci bagi Rossi
Selain krusial bagi para pendatang baru, balapan seri pertama itu juga penting bagi Rossi yang akan berusia 41 tahun pada 16 Februari mendatang. Pebalap Yamaha itu akan memiliki gambaran awal apakah musim 2021 mendatang ia bisa terus kompetitif atau tidak.
Seri pertama MotoGP 2020 itu bisa menjadi kunci bagi Rossi, juara dunia sembilan kali di ajang 125cc, 250cc, GP500, dan MotoGP, menatap masa depannya. Pebalap Italia itu bakal kehilangan kursinya di tim pabrikan Yamaha pada 2021. Posisinya akan digantikan Quartararo.
Meskipun demikian, ia masih bisa tampil di MotoGP bersama tim satelit Yamaha, salah satunya Petronas SRT. Syaratnya, ia harus bisa kompetitif, termasuk menghadapi gejolak para darah muda seperti Alex dan Quartararo.