Rencana menggelar sepuluh cabang tambahan untuk PON 2020 di luar Papua berpotensi menjadi masalah baru. Pemerintah dan Kementerian Pemuda dan Olahraga perlu berpikir jernih terkait penolakan Papua soal rencana itu.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Kementerian Pemuda dan Olahraga perlu bersikap tegas dan fokus pada penyelenggaraan PON 2020 di Papua, alih-alih disibukkan soal rencana menggelar sepuluh cabang tambahan di luar provinsi itu. Memaksakan menggelar sepuluh cabang PON di luar Papua, salah satunya di Jawa Timur, justru dinilai akan membuat citra buruk.
”Sudahlah, Kemenpora fokus saja selesaikan persiapan PON 2020 di Papua. Kami ini sudah mengambil langkah mulia untuk menunjuk Papua sebagai tuan rumah PON. Ini adalah momentum mempererat tali persatuan Indonesia dari wilayah barat ke timur. Membahas dan menggelar sepuluh cabang di luar Papua hanya akan membuat citra buruk dan cacat pada gelaran PON 2020. Kesannya, Papua tidak sanggup menggelar ajang ini,” ujar pengamat olahraga, Fritz Simandjuntak, ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (11/2/2020) malam.
Fritz mengatakan, persiapan PON 2020 ini masih menyisakan banyak persoalan, antara lain sejumlah arena yang belum selesai. Hal ini merupakan masalah mendesak yang harus fokus diselesaikan, apalagi pelaksanaan PON kian dekat, yaitu pada 20 Oktober hingga 2 November mendatang.
Menurut dia, membahas masalah sepuluh cabang tambahan yang akan digelar di Papua hanya akan menambah persoalan. Kesepuluh cabang itu adalah balap sepeda, bridge, dansa, gateball, golf, soft tenis, tenis meja, ski air, petanque, dan woodball. Cabang-cabang itu semula akan ditiadakan.
Namun, belakangan, cabang itu diputuskan tetap digelar dengan alasan daerah-daerah lain sudah melakukan pemusatan latihan dan kualifikasi PON 2020. Keputusan itu disampaikan Menpora Zainudin Amali seusai rapat gabungan mengenai persiapan pelaksanaan PON dan Peparnas 2020 pada 4 Februari lalu. Kesepuluh cabang itu tetap menjadi bagian dari PON 2020, tetapi dilaksanakan di luar Papua.
Jawa Timur lantas disebut-sebut menjadi kandidat kuat tuan rumah kesepuluh cabang tambahan itu. Namun, Pemprov Papua menolak usulan itu lewat surat resmi yang ditandatangani Gubernur Papua kepada Presiden Joko Widodo pada 4 Februari. Sekretaris KONI Papua Daud Ngabalin membenarkan adanya surat penolakan itu.
”Sejak awal Papua telah meminta menggelar hanya 35 cabang. Sekarang, mereka diputuskan menggelar 37 cabang. Hormati dan fokus saja pada cabang-cabang itu. Artinya, Papua itu sanggup, tetapi hanya cabang-cabang tersebut (bukan tambahan). Untuk sepuluh cabang itu, berikan saja bantuan untuk menggelar single event. Ini bisa menjadi solusi terbaik agar PON 2020 tetap berlangsung dengan baik,” kata Fritz.
Menemui Gubernur Papua
Ditemui terpisah, kemarin, Zainudin berkata akan segera menemui Gubernur Papua sekaligus Ketua PB PON Lukas Enembe guna mencari solusi atas polemik tersebut. ”Saya akan berangkat ke Papua, Rabu ini, untuk membahas sepuluh cabang itu,” ujarnya di Jakarta.
Zainudin mengatakan, pada 21 Januari, sejatinya ada kesepakatan bersama antara Kemenpora, KONI, dan Pemprov Papua bahwa sepuluh cabang tambahan itu tetap menjadi bagian dari PON 2020, tetapi dilaksanakan di luar Papua. Namun, kesepakatan itu hanya bersifat lisan atau tidak resmi.
Karena itu, penolakan Pemprov Papua diakuinya tidaklah salah. Menurut dia, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan PON dan Peparnas tidak serta-merta bisa memperbolehkan sepuluh cabang itu digelar di luar Papua. Menurut Daud, PP baru itu dibuat bukan untuk keperluan PON 2020, melainkan PON 2024 di Aceh dan Sumatera Utara.
Sebagai Ketua PB PON, diakui Zainudin, suara Gubernur Papua harus didengar. ”Jika Ketua PB PON tidak menginginkannya, sepuluh cabang di luar Papua itu tidak bisa digelar. Sebaliknya, jika setuju, itu bisa diselenggarakan meskipun (digelar) di luar Papua,” ujarnya.
Di sisi lain, Kemenpora menduga ada informasi yang tidak valid terkait kandidat daerah penyelenggara kesepuluh cabang tambahan PON itu. Ia menegaskan, Kemenpora dan KONI tidak pernah menyepakati Jatim telah dipilih. Menurut dia, ada beberapa daerah lainnya yang menjadi kandidat. Namun, ia enggan membeberkannya.
Akan tetapi, Kemenpora tidak menafikan bahwa Gubernur Jatim dan Ketua KONI daerah sudah menyatakan kesiapannya menggelar cabang-cabang tambahan itu. ”Saya terakhir kali berkomunikasi dengan Gubernur Papua seusai pertemuan di Kemenpora pada 21 Januari lalu. Setelah itu, kami tidak berkomunikasi lagi karena Gubernur Papua tengah sakit,” kata Zainudin.
Ada kemungkinan polemik soal cabang tambahan itu akan diselesaikan di dalam rapat ketua kontingen daerah untuk PON 2020 di Papua pada Kamis (13/2/2020). ”Nanti, pasti ada pembahasan lagi oleh kami bersama KONI, Provinsi Papua, dan daerah lain untuk membahas mengenai sepuluh cabang ini,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah pengurus cabang dari kesepuluh cabang menyambut gembira bahwa cabang-cabang itu tetap menjadi bagian dari PON 2020 walaupun harus digelar di luar Papua.
”Kami sangat bersyukur soft tenis tetap digelar untuk PON 2020 walaupun di luar daerah utama. Itu menjadi sejarah untuk dunia soft tenis nasional karena untuk pertama kali dipertandingkan di PON. Ini akan semakin meningkatkan semangat pembinaan soft tenis nasional,” ujar pelatih pelatnas soft tenis sekaligus Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PP Persatuan Soft Tenis Indonesia Ferly Montolalu.