Penampilan Juventus yang naik turun musim ini mengingatkan publik akan siklus pahit pelatihnya, Maurizio Sarri, di klub-klub terdahulu. Sempat dipuja pada awal musim, Sarri lantas diragukan pada pergantian tahun.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
MILAN, RABU — Awal tahun tampaknya bukan periode yang menyenangkan bagi Pelatih Juventus Maurizio Sarri. Serupa Februari 2019 lalu, yaitu saat masih melatih Chelsea, Sarri kini kembali terpojok. Kredibilitasnya kini mulai dipertanyakan karena tidak mampu mempertahankan kualitas penampilan ”Si Nyonya Besar”.
Juve, di tangan Sarri, baru kehilangan posisinya di puncak klasemen Liga Italia pada pekan ini. Kemampuan klub asal Turin itu mempertahankan dominasinya di Italia mulai diragukan setelah Inter Milan dan Lazio menunjukkan kekuatan berbeda pada musim ini. Rumor tentang rencana pemecatan Sarri pun mulai beredar.
Namun, masih ada jalan bagi Sarri untuk memperbaiki situasi ini di Stadion San Siro, yaitu saat Juve menghadapi AC Milan, pada laga pertama semifinal Piala Italia, Jumat (14/2/2020) pukul 02.45 WIB. Laga ini penting bagi Sarri untuk membuktikan bahwa Juventus belum habis dan masih bisa melayani perlawanan rival terdekatnya, terutama Inter.
Milan bisa menjadi bahan untuk membandingkan kekuatan Juventus dan Inter. Pada akhir pekan lalu, Inter mampu mengalahkan Milan, 4-2, dalam laga derbi yang dramatis. Inter menunjukkan kematangan pada tahap yang sudah bisa membuat Juventus cemas.
Tugas Sarri pada laga semifinal nanti adalah memperlihatkan karakter Juventus yang sebenarnya. Si Nyonya Besar wajib memenangi laga itu dengan enteng, sama seperti ketika Inter mengalahkan Milan dalam derbi akhir pekan lalu. Jika sampai kalah dari Milan, harga diri tim dan kredibilitas Sarri bisa semakin hancur.
Juventus memiliki kualitas dan pengalaman tim yang lebih baik dibandingkan dengan Milan saat ini. Di lini serang, mereka punya Cristiano Ronaldo dan sejumlah pemain lainnya yang tidak kalah mumpuni, seperti Paulo Dybala. Adapun Milan masih semata mengandalkan Zlatan Ibrahimovic. Selain striker 38 tahun itu, hanya Ante Rebic dan Theo Hernandez yang terlihat sedikit menonjol.
Dengan jurang kualitas itu, Juve selaiknya bisa mudah menumbangkan Milan di San Siro. Namun, celakanya, kualitas di atas kertas tidak bisa serta-merta menjamin kemenangan. Melawan tim promosi Hellas Verona pada Liga Italia, akhir pekan lalu, Juve kalah 1-2.
Kekalahan memalukan itulah yang menyebabkan Sarri kian terpojok. Seusai kekalahan itu, media-media di Italia, seperti La Repubblica, mengabarkan bahwa manajemen Juve mulai berpikir memecat Sarri dan memanggil kembali Massimiliano Allegri, eks pelatih tim itu.
Musim lalu, ketika masih dilatih Allegri, Juventus tidak terkalahkan dalam 23 laga Serie A sejak awal musim. Sementara pada era Sarri, Juve telah tiga kali kalah. Dalam kurun waktu yang sama, Juventus pada musim lalu kebobolan 15 gol, sedangkan musim ini 23 gol. Gaya pragmatis Allegri ternyata masih lebih efektif untuk juara bertahan delapan musim Liga Italia itu.
Tekanan serupa dialami Sarri ketika Chelsea juga terpuruk pada Februari tahun lalu. Kekalahan Chelsea, 0-6, dari Manchester City di Liga Inggris cukup membuat karier Sarri berada di ujung tanduk.
Namun, pada waktu itu Sarri tetap mendapat kepercayaan di Chelsea dan akhirnya berhasil mempersembahkan trofi Liga Europa. Awal tahun yang pahit bisa berubah menjadi akhir bahagia apabila Sarri diberi tambahan waktu. Ini ibarat sebuah siklus bagi Sarri. Ia dipuja pada awal musim, lalu terpojok pada pergantian tahun, tetapi meraih trofi pada akhir musim.
Makan malam
Juventus masih ingin siklus itu berakhir bahagia. Oleh karena itu, Presiden Juventus Andrea Agnelli mengajak Sarri makan malam di sebuah restoran dan berdiskusi, Senin petang lalu. ”Tidak sekali ini saja Agnelli mengajak pelatihnya makan malam. Allegri juga pernah diajak makan ke restoran yang sama tahun lalu. Kepercayaan kepada Sarri telah diperbarui,” tulis Tuttosport.
Mantan bek Juventus, Fabio Cannavaro, mengakui, bekas klubnya itu tidak lagi tampil dominan saat ini. Namun, menurut dia, Juve masih tim terbaik di Italia saat ini. Klub itu hanya butuh bersabar.
”Mereka juga butuh pemain dalam kondisi terbaiknya ketika memasuki bulan April dan Mei (menjelang akhir musim),” ujar Cannavaro dikutip La Gazzetta dello Sport.
Setali tiga uang, di kubu Milan, nasib pelatih Stefano Pioli juga sedang ramai dibicarakan. Setelah menggantikan Marco Giampaolo, Pioli mampu membuat performa Milan membaik, apalagi seusai bergabungnya Ibrahimovic yang pandai mengangkat moral pemain lainnya.
Milan terlempar
Namun, kekalahan dari Inter membuat Milan kembali terlempar ke belakang. Pioli mengaku sangat kesal dengan para pemainnya karena masih ceroboh. Sempat unggul 2-0, mereka justru kolaps 2-4 saat meladeni Inter, akhir pekan lalu.
Maka itu, laga kontra Juve menjadi kesempatan emas Pioli dan Milan untuk memperbaiki keadaan. Langkah cepat harus dilakukan Pioli karena Milan dikabarkan memikirkan pelatih pengganti pada musim depan.
Mundo Deportivo menyebut bahwa Pelatih Valencia Marcelino merupakan calon kuat pengganti Pioli. Eugenio Botas, agen Marcelino, memberikan sinyal hijau terkait kabar itu. ”Wajar jika Marcelino ingin melatih klub besar Eropa musim depan. Milan adalah salah satu klub terpenting,” kata Botas dikutip Football-Italia.