Permainan negatif Atletico Madrid membuat Liverpool tidak berdaya. ”Si Merah” hanya bisa berputar-putar membawa bola tanpa bisa menembak ke gawang.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
MADRID, SELASA — Gaya permainan Liverpool ketika dilatih Juergen Klopp telah berevolusi sejak pelatih itu datang pada musim 2015-2016. ”Si Merah” kini telah mengalihkan energi dan kecepatan bukan dalam transisi, melainkan dalam mengalirkan bola dari kaki ke kaki. Permainan lebih tertata rapi dan bola bisa dikuasai, tetapi masih menyisakan kelemahan. Sebuah celah.
Atletico Madrid menemukan kelemahan itu dan mampu memanfaatkannya saat mengalahkan Liverpool, 1-0, pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions di Stadion Wanda Metropolitano, Rabu (19/2/2020) dini hari WIB. Liverpool tidak berdaya ketika berhadapan dengan gaya sepak bola negatif nan klasik ala Diego Simeone, Pelatih Atletico.
Kesalahan terbesar Liverpool pada laga itu adalah membiarkan Saul Niguez membobol gawang mereka ketika laga baru berjalan 4 menit. Niguez berhasil memanfaatkan kemelut dan kebingungan lini pertahanan tamunya.
”Gol itu berawal dari tendangan pojok pada kesempatan pertama yang mereka miliki. Bukan kesempatan sebenarnya, melainkan sedikit keberuntungan,” kata bek Liverpool, Virgil Van Dijk, seperti dilansir laman Liverpoolfc.
Seusai Niguez mencetak gol, Atletico kemudian bertahan habis-habisan. Mereka menutup semua ruang bagi lawannya untuk bergerak. Liverpool kemudian hanya bisa memutar-mutar bola ketika menghadapi tembok seperti itu. Wajar apabila penguasaan bola Si Merah malam itu bisa mencapai 72,5 persen.
Meski bisa menguasai bola, Mohamed Salah dan kawan-kawan tetap saja tidak bisa membahayakan gawang Atletico. Sepanjang laga itu, Liverpool tidak mampu melepas satu pun tembakan tepat ke arah gawang. Peluang terbaik dimiliki Salah, tetapi tendangan kerasnya dapat dihalau Felipe Augusto.
”Konsentrasi Atletico dalam bertahan pada laga ini sangat luar biasa,” kata Klopp. Meski kalah, ia mengaku tidak kecewa dengan permainan timnya malam itu. Pertahanan ekstrem yang diperagakan Atletico yang membuat penyelesaian akhir sulit dilakukan.
Apalagi Klopp merasa faktor tuan rumah turut menambah energi Atletico malam itu. Simeone juga tampak lebih antusias memberikan komando kepada penonton untuk meningkatkan intensitas dukungan. Klopp pun menjadi ragu apakah Simeone benar-benar mencermati jalannya pertandingan malam itu.
Stadion pun bergemuruh ketika wasit meniup peluit panjang tanda laga berakhir. Para pendukung Atletico berteriak menyaksikan fakta bahwa tim kebanggaan mereka yang sedang limbung di Liga Spanyol ternyata mampu menaklukkan tim terbaik di Eropa sekaligus dunia. ”Ada malam-malam yang tak bisa dilupakan. Ketika tim terbaik dunia datang dan kami bisa mengalahkannya,” kata Simeone dikutip ESPN.
Klopp memaklumi hal itu dan merasa membutuhkan dukungan serupa pada laga kedua di Stadion Anfield.
Bagi para pendukung Atletico yang sudah memiliki tiket (untuk laga kedua), selamat datang di Anfield.
Gejala di Carrow Road
Kekalahan Liverpool di Wanda Metropolitano ini mengingatkan pada kemenangan tipis mereka atas Norwich City, 1-0, di Stadion Carrow Road, Minggu (16/2/2020) dini hari WIB. Liverpool juga menguasai bola hingga 72 persen, dan bisa melepaskan tembakan ke gawang hingga lima kali. Namun, mereka hanya bisa mencetak satu gol.
Calon juara Liga Inggris ini terlihat kewalahan menghadapi pertahanan Norwich yang merupakan tim penghuni dasar klasemen. Liverpool mengendalikan permainan dengan baik, tetapi gagal dalam penyelesaian akhir, dan hal itu terulang di Madrid.
Klopp beruntung memiliki Sadio Mane yang sudah pulih dari cedera pada laga itu. Penyerang asal Senegal itu mencetak satu gol dan Liverpool tetap bisa menambah tiga poin.
Di Madrid, Mane tetap menjadi ancaman besar bagi Atletico. Namun, Klopp juga khawatir karena Mane menjadi target untuk disingkirkan. Mane sudah mendapat kartu kuning dan Klopp pun memilih jalan aman untuk menggantinya.
Kehati-hatian Klopp dalam menjaga konsistensi tim memang menjadi modal besar untuk bisa mempertahankan apa yang sudah mereka dapatkan selama ini. Dalam menjalani jadwal kompetisi yang sangat padat, Liverpool masih membutuhkan para pemainnya dalam kondisi terbaik, terutama di Liga Inggris dan Liga Champions.
Permainan dengan intensitas tinggi seperti yang diperagakan Klopp pada masa awal berada di Liverpool sudah mulai ditanggalkan. Orang-orang menyebut gaya permainan itu heavy metal meski Klopp merasa sebutan itu tidak tepat.
Liverpool tetap bermain menekan dengan gaya berbeda yang tidak terlalu menguras energi pemain. Klopp tidak ingin pemainnya justru cedera satu per satu. Mereka telah berevolusi, tetapi kini mereka harus bisa menutup celah yang ada sebelum Atletico datang ke Anfield. (AP/AFP/REUTERS)