Manajer Spurs Jose Mourinho khawatir penampilan buruk mereka melawan RB Leipzig pada laga pertama 16 besar Liga Champions berlanjut hingga akhir musim. Tanpa Harry Kane dan Son Heung-min, mereka tak bisa berbuat banyak.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Kekalahan dari RB Leipzig, 0-1, pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions, Kamis (20/2/2020) dini hari WIB, menyisakan mendung bagi Tottenham Hotspur. Spurs seperti sudah tidak punya harapan lagi untuk bangkit. Sang manajer Spurs, Jose Mourinho, pun sudah punya alasan untuk membela diri.
Stadion Tottenham Hotspur di London menjadi saksi betapa Spurs tidak berdaya di hadapan klub yang baru berumur 10 tahun seperti Leipzig. Hanya dalam waktu tiga menit laga dimulai, Leipzig bisa menciptakan tiga peluang gol melalui Patrick Schick, Angelino, dan Timo Werner.
Leipzig malam itu tampil sangat atraktif seperti yang diinginkan pelatihnya, Julian Nagelsmann. Mereka melepas 16 tembakan dan lima di antaranya tepat mengarah ke gawang. Tanpa penampilan gemilang kiper Spurs, Hugo Lloris, Leipzig bisa panen gol malam itu.
Lloris baru gagal menahan bola ketika Leipzig mendapat tendangan penalti yang diambil oleh Werner pada menit ke-58. Tidak mengherankan jika kiper tim nasional Perancis itu menjadi pemain terbaik laga itu, meski timnya kalah.
Peran Lloris sangat besar karena Spurs menampilkan permainan negatif ala Mourinho. Ambisi dan gairah para pemain tidak terlihat sepanjang laga. Laga itu pun menyajikan dua kutub yang berbeda, yaitu permainan kolot Spurs melawan permainan atraktif Leipzig.
Eks pemain dan manajer Spurs, Glenn Hoddle, mengaku sama sekali tidak bisa memahami penampilan Spurs. ”Saya tidak melihat Spurs bisa menekan lawan atau melakukan pergerakan yang jelas saat menguasai bola. Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan,” katanya.
Cedera pemain
Mourinho berkali-kali menyebut masalah cedera sebagai penyebab timnya kehilangan kualitas. Pada laga penting seperti ini, Spurs tampil tanpa dua mesin golnya, yaitu Harry Kane dan Son Heung-min, yang masih cedera.
Kane mengalami cedera hamstring dan Son menjalani operasi karena patah tulang lengan kanan. Kedua pemain akan absen dalam waktu lama, kemungkinan hingga akhir musim. Kondisi ini menjadi alasan yang sempurna bagi Mourinho. ”Kami seperti berperang menggunakan senjata, tetapi tanpa peluru. Jadi, kami sudah melakukan yang terbaik,” katanya.
Mourinho mengaku khawatir kondisi ini terus berlangsung hingga akhir musim. Dengan mengatakan hal ini, Mourinho secara tidak langsung membela diri jika pada laga-laga berikutnya Spurs kembali menelan kekalahan, baik di Liga Champions maupun Liga Inggris.
Penulis sepak bola senior BBC, Phil McNulty, ikut mengkritisi sikap Mourinho dalam artikelnya. Absennya Kane dan Son jelas sudah mengurangi daya gebrak Spurs. Namun, Mourinho sebenarnya masih bisa mengembangkan kreativitas tim melalui pemain seperti Lucas Moura, Steven Bergwijn, Giovani lo Celso, dan Gedson Fernandes.
Dengan keterbatasan ini, masih ada harapan tersisa jika mereka bisa menunjukkan semangat membara seperti saat menyingkirkan Ajax pada semifinal musim lalu. Saat itu, Ajax mengalahkan Spurs 1-0 pada laga pertama, tetapi Spurs bangkit dan menang 3-2 pada laga kedua.
Lebih berat
Namun, tantangan kali ini jauh lebih berat mengingat performa Leipzig yang sedang berada di puncak. Keganasan mereka sudah terbukti di Liga Jerman. Leipzig kini berada di peringkat kedua dan hanya berjarak satu poin di bawah Bayern Muenchen.
Produktivitas gol Leipzig di Liga Jerman cukup fantastis. Mereka telah mencetak 56 gol dan kebobolan 25 gol. Pada laga kedua di Stadion Red Bull Arena, Jerman, 11 Maret, Spurs dalam bahaya besar jika tampil dengan gaya permainan yang sama. Tanpa perubahan signifikan, finalis musim lalu ini terancam tersingkir.
Nagelsmann berjanji akan tetap menampilkan permainan yang dinamis dan berintensitas tinggi pada laga kedua nanti. ”Kami selalu akan mencoba mencetak gol dan merebut bola secepat mungkin. Kami sudah membuktikan bisa menang di kandang Spurs dan saya yakin bisa menang lagi di kandang kami,” katanya.
Dengan memenangi laga pertama babak 16 besar ini saja, Nagelsmann sudah mencatat sejarah baru. Ia menjadi pelatih termuda, baru berusia 32 tahun, yang mampu memenangi laga fase gugur Liga Champions. Leipzig juga pertama kalinya bisa menembus babak ini, lalu memenanginya, dan tidak kebobolan.
Nagelsmann sebenarnya memiliki julukan sebagai ”mini-Mourinho”. Namun, seperti yang ditulis Squawka, sebutan itu tidak perlu karena eks pelatih Hoffenheim ini memiliki gayanya sendiri yang khas, berbeda dengan Mourinho.
Meski juga kehilangan dua bek terbaiknya, Willi Orban dan Dayot Upamecano, Nagelsmann tidak panik dan menyuguhkan permainan menarik. Laga ini pun semakin memperjelas perbedaan antara dirinya dan Mourinho.
Seperti halnya perbedaan nasib antara kedua klub ini. Spurs digelayuti mendung yang menandakan ketidakjelasan pada masa mendatang, sedangkan Leipzig sedang menatap masa depan yang cerah. (AP/AFP/REUTERS)