Manchester City ingin memberikan pesan yang kuat sebelum mereka absen di ajang Liga Champions dalam dua musim ke depan. Namun, sudah ada Real Madrid yang bisa menghalangi niat City.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
MADRID, SELASA — Perjalanan Manchester City di Liga Champions Eropa musim ini ibarat membangun istana pasir. Dengan kualitas tim yang ada, City masih berpeluang menjadi juara. Namun, begitu trofi berada di genggaman, mereka sadar jika ombak akan datang, menghancurkan ”istana” yang sudah dibangun, dan memaksa mereka mulai dari awal.
Sejak mendapat sanksi larangan tampil di Liga Champions selama dua tahun akibat melanggar aturan Financial Fair Play pertengahan Februari, City terjebak dalam situasi dilematis. Sanksi itu jelas memengaruhi moral, terutama manajer dan pemain yang menyadari masa depan mereka di City tidak lagi cerah.
Manajer Manchester City, Pep Guardiola, yang pernah meraih dua trofi Liga Champions bersama Barcelona, atau pemain kelas dunia seperti Sergio Aguero dan Kevin De Bruyne, hanya akan menjadi penonton Liga Champions dua musim ke depan. Hal itu terjadi jika mereka memilih bertahan di City. Pilihan lainnya adalah eksodus ke klub lain.
Di sisi lain, mereka kini punya kesempatan terbaik menunjukkan, sepak bola Eropa akan merindukan mereka. Pola permainan City di tangan Guardiola sudah menjadi daya tarik tersendiri di Liga Inggris dan kehadiran mereka di level Eropa sangat diperhitungkan. Mereka bisa membuat dunia merasa kehilangan mereka jika sanksi itu berjalan.
Menarik untuk membayangkan jika City berhasil menjuarai Liga Champions, kemudian berkata kepada UEFA yang memberinya sanksi, ”Tidakkah kalian akan menyesal telah menghukum kami?”
Kurang lebih, pesan seperti ini yang bisa disampaikan City saat menghadapi Real Madrid pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions di Stadion Santiago Bernabeu, Kamis (27/2/2020) pukul 03.00 WIB.
Masalahnya, lawan mereka adalah Real. ”Ini adalah ujian yang sesungguhnya. Raja dalam kompetisi ini (Real) melawan tim yang belum terbiasa tampil dalam laga (kompetisi) semacam ini,” kata Guardiola.
Pencapaian City di Liga Champions sejauh ini hanya sampai semifinal musim 2015-2016. Menariknya, Real adalah tim yang menghentikan laju City menembus final waktu itu. Real lolos ke final, mengalahkan Atletico Madrid, dan membawa pulang trofi ”si kuping lebar”.
Guardiola tidak berlebihan memuji Real yang telah menjuarai Liga Champions 13 kali. Dalam enam tahun terakhir, mereka empat kali tampil sebagai juara. Celakanya, dalam empat pertemuan terakhir, City belum bisa mengalahkan Real.
Sebagai raja di Liga Champions, Real adalah tim yang ingin ditiru tim lain, termasuk City. Guardiola sudah mengakuinya. Namun, ketika berhadapan, City harus berani menjadi diri sendiri. ”Saya ingin pergi ke sana dan saat laga berakhir saya ingin mengatakan, inilah kami yang sebenarnya,” ujar Guardiola seperti dikutip Manchester Evening.
Limbung
Guardiola berpeluang menunjukkan jati diri City karena saat ini sang ”raja” sedang limbung. Penampilan Real menurun sejak tersingkir dari ajang Copa del Rey, lalu digusur Barcelona dari puncak klasemen Liga Spanyol. Sama seperti City, Liga Champions ini adalah harapan terbaik Real untuk memperoleh sesuatu yang berharga pada akhir musim.
Dari komposisi tim, Real juga tidak bisa memainkan Eden Hazard yang kembali cedera. ”Hazard sangat marah karena dia sangat ingin bermain. Kami tahu apa yang bisa ia berikan untuk tim,” kata Pelatih Real Zinedine Zidane kepada Marca.
Bagi Zidane, situasi mereka tidak akan mudah karena ada Guardiola di balik City. Oleh karena itu, ia risih jika publik hanya melihat laga ini sekadar pertarungan antara Guardiola dan Zidane. ”Bukan, ini adalah laga antara Real dan City. Ini akan menjadi laga yang sangat atraktif,” ujarnya.
Kesempatan terakhir
Namun, rivalitas antarpelatih ini tetap menarik karena bisa jadi musim ini adalah kesempatan terakhir bagi Guardiola mempersembahkan trofi Liga Champions untuk City. Trofi inilah yang dicari Guardiola sejak bergabung dengan City pada 2016.
Eks pelatih Barcelona dan Borussia Dortmund ini memang telah membuka peluang tetap bertahan di City karena ia merasa betah. Namun, keputusan itu masih akan diambil pada akhir musim ini atau pertengahan musim depan.
Bagaimanapun juga, Liga Champions adalah panggung bagi manajer sekaliber Guardiola sehingga klub besar Eropa seperti Juventus sudah mulai meliriknya. Hal yang sama terjadi kepada para pemain, yang pada saat ini mungkin menyatakan masih ingin bertahan.
Penulis senior ESPN, Mark Odgen, dalam artikelnya mengatakan, masalah besar tetap akan terjadi jika City jadi juara Liga Champions musim ini. ”Ketika seorang pemain sudah kehilangan tantangan terbesar (seperti Liga Champions) untuk dijalani, sangat besar kemungkinan untuk mencari klub yang lebih menarik,” katanya.
Penyerang City, Raheem Sterling, dalam wawancara dengan surat kabar AS, sudah menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dengan Real. Jika City tidak lagi bisa tampil di Liga Champions, besar kemungkinan pemain lain akan mengikuti jejaknya.
Jika eksodus City benar-benar terjadi, yang dirugikan adalah klub yang harus memulai dari awal tanpa memperoleh tambahan uang dari Liga Champions selama dua musim. (AFP/REUTERS)