Kerapuhan Lini Tengah Mendera Tim ”Serigala”
Merosotnya penampilan AS Roma akhir-akhir ini tidak terlepas dari krisis di lini tengah menyusul absennya gelandang Amadou Diawara. Roma harus bekerja lebih keras mengejar kemenangan tanpa gelandang jangkarnya itu.
SARDINIA, MINGGU — Kerapuhan lini tengah menjadi salah satu penyebab utama krisis klub ibu kota Italia, AS Roma, sebulan terakhir. Sejauh ini, belum ada tanda-tanda perbaikan berarti di tubuh tim berjuluk ”Serigala” tersebut.
Tak ayal, laga tandang ke markas Cagliari di Sardinia dalam pekan ke-26 Liga Italia, Senin (2/3/2020) pukul 00.00 WIB, laiknya dua sisi mata uang bagi Roma. Kekalahan akan memperpanjang situasi sulit itu, sedangkan kemenangan di Sardinia bisa sedikit membenahi mental tim.
Sejak awal kedatangannya di musim panas tahun lalu, Pelatih AS Roma asal Portugal, Paulo Fonseca, hadir dengan pakem baku 4-2-3-1. Formasi yang berasal dari pengembangan pola dasar 4-4-2 berlian itu sangat bergantung dengan daya jelajah dan tingkat akurasi umpan dua gelandang jangkar.
Formasi ini juga sangat mengandalkan kecepatan dari dua sisi luar lapangan. Untuk itu, tim butuh dua bek sayap yang mampu melakukan transisi menyerang dan bertahan dengan sama baiknya.
Setelah masa adaptasi selama tiga pekan di awal musim, Fonseca berlahan menemukan pemain ideal untuk menjalankan skema formasi tersebut. Peran dua gelandang jangkar bisa dilakukan dengan baik oleh dua gelandang yang baru didatangkan pada jendela transfer musim panas lalu, yakni Jordan Veretout dari Fiorentina dan Amadou Diawara dari Napoli.
Dua gelandang itu saling melengkapi. Veretout lebih banyak berperan sebagai ball-winning midfielder, yakni gelandang yang dituntut untuk memiliki daya jelajah tinggi dan memotong setiap pergerakan lawan yang mengancam, mulai dari wilayah permainan lawan. Sementara itu, Diawara diposisikan sebagai pemain jangkar, yakni gelandang bertahan pasif yang lebih banyak menjadi pagar di depan area penalti untuk melindungi bek dari potensi serangan lawan.
Fungsi dua gelandang itu semakin sempurna dengan kelebihan mereka melakukan umpan akurat ke pengatur serangan ataupun target man (striker). Statistik menunjukkan, dua gelandang itu menjadi pemain paling aktif bermain dengan tingkat akurasi umpan tertinggi, yakni Veretout 89,3 persen dan Diawara 87,5 persen. Mereka hanya kalah dari bek Chris Smalling yang mencatat tingkat akurasi umpan mencapai 90,3 persen.
Dengan penampilan apik itu, Veretout dan Diawara pun menjadi idola baru tim berkostum merah-oranye itu. Padahal, awalnya, fans memandang sebelah mata kehadiran mereka. Apalagi, mereka datang untuk menggantikan peran yang ditinggalkan dua gelandang idola, yakni Kevin Strootman dan Radja Nainggolan.
Keseimbangan yang diwujudkan oleh dua gelandang itu sempat membuat grafik Roma melonjak tajam. Mereka membuat tim yang bermarkas di Trigoria, Roma, itu bisa mendominasi pertandingan dengan rata-rata penguasaan bola berkisar 50-55 persen per pertandingan hingga paruh pertama musim ini. Bahkan, Edin Dzeko dan kawan-kawan sempat berada di peringkat ketiga klasemen pada pekan ke-11 dan membuka peluang meraih scudetto (gelar juara Liga Italia Serie-A) sebelum jeda bursa transfer musim dingin.
Awal krisis
Namun, petaka hadir ketika Roma melakukan laga tandang kontra Juventus dalam laga perempat final Piala Italia pada 23 Januari lalu. Pada menit ke-76 laga yang berakhir dengan kekalahan 1-3 untuk Roma itu, Diawara mengalami cedera lutut kiri. Cedera itu membuatnya tidak bisa bermain paling lama hingga tiga bulan ke depan.
Kehilangan Diawara menjadi pukulan telak bagi Roma. Fonseca pun kebingungan untuk menutupi lubang yang ditinggalkan pemain berusia 22 tahun tersebut. ”Saya sangat cemas dengan cedera Diawara. Kami tidak memiliki banyak pemain seperti dia. Sekarang, kami harus bekerja keras untuk mencuri bola dari lawan,” ujar pelatih berusia 46 tahun itu dikutip Rai Sport.
Saya sangat cemas dengan cedera Diawara. Kami tidak memiliki banyak pemain seperti dia. Sekarang, kami harus bekerja keras untuk mencuri bola dari lawan.
Diawara memang sudah lama dianggap salah satu pemain muda paling berbakat asal Afrika sejak pemain kelahiran Conakry, Guinea, 17 Juli 1997, itu bermain untuk Bologna, lima tahun lalu. Saat itu, dia dijuluki ”The Next Yaya Toure”. ”Walaupun masih sangat muda, dia bisa menjadi bagian penting tim karena bermain penuh antusias. Butuh beberapa pengalaman saja untuk membuatnya menjadi pemain tak tergantikan,” ujar Pelatih Bologna saat itu, Roberto Donadoni, dikutip UEFA.com.
Cederanya Diawara menjadi awal kemerosotan yang dialami Roma sebulan ini. Tanpa pemain bertinggi 185 sentimeter itu, klub yang berdiri pada 1927 tersebut sempat menuai tiga kekalahan beruntun, yakni 2-4 dari Sassuolo pada pekan ke-22; 2-3 dari Bologna pada pekan ke-23; dan 1-2 dari Atalanta pada pekan ke-24. Saat ini, Roma tertahan di peringkat kelima dengan 42 poin dari 25 laga.
Sejauh ini, Fonseca belum menemukan solusi untuk menggantikan Diawara. Mantan Pelatih Shakhtar Donetsk itu mencoba melakukan eksperimen dengan menaruh bek Gianluca Mancini, gelandang box to box Bryan Cristante, dan playmaker Lorenzo Pellegrini di posisi yang ditinggalkan Diawara. Namun, usaha itu tak menunjukkan hasil memuaskan.
Terbukti, dalam dua laga terakhir, keseimbangan antarlini Roma belum juga terwujud. Mereka sempat menang telak 4-0 atas Lecce pada pekan ke-25 Liga Italia, Senin (24/2/2020). Saat itu, mereka mendominasi permainan dengan penguasaan bola 55-45 persen. Namun, hasil itu tidak lebih karena perbedaan kualitas yang nyata dari kedua tim.
Saat ditahan 1-1 klub Belgia, Gent, dalam laga kedua babak 32 besar Liga Eropa, Jumat (28/2/2020), kelemahan Roma di lini tengah terlihat nyata. Mereka gagal menguasai permainan, yaitu kalah penguasaan bola 45-55 persen dan hanya bisa membuat satu kali tendangan ke arah gawang saat pemain sayap Justin Kluivert mencetak gol di menit ke-29.
Modal optimisme
Untuk itu, bertandang ke Sardinia, Fonseca mengakui saat ini kekuatan utama timnya adalah optimisme. Kepercayaan diri muncul setelah timnya bisa menang telak 4-0 atas Lecce dan lolos ke babak 16 besar Liga Eropa lewat keunggulan agregat 2-1 atas KAA Gent.
”Situasi tim saat ini kurang baik. Jadwal laga sangat padat. Banyak pemain yang kelelahan dan belum pulih dari cedera. Namun, saya orang yang berpikir positif dan optimis. Kami harus meraih poin penuh untuk mengejar Atalanta (peringkat keempat klasemen atau tiket terakhir ke Liga Champions musim depan),” ujar Fonseca dikutip Football-Italia, Minggu (1/3/2020).
Sementara itu, karena laga tandangnya kontra Hellas Verona di pekan ke-25 ditunda, kubu Cagliari justru tidak merasa diuntungkan situasi tersebut. Pelatih Cagliari Rolando Maran menyampaikan, timnya justru mengalami kekelahan fisik dan mental karena pembatalan tiba-tiba itu. Apalagi, mereka sudah berada di Verona sebelum laga itu ditunda.
”Bepergian ke sana hanya untuk kembali lagi membuat kami sedikit lelah. Namun, kami telah menekan tombol reset mengenai minggu lalu dan bersiap untuk konsentrasi ke laga pekan ini. Menghadapi Roma yang sedang berjuang ke empat besar, kami harus kompak dan mendapatkan semua cinta (dukungan) dari penggemar selama laga,” ujar Maran dikutip laman resmi Cagliari.