”Mission impossible” dan ”David versus Goliath”. Ungkapan itu muncul dari tim Indonesia jelang tampil pada kejuaraan tenis beregu putri Piala Fed Grup I Zona Asia/Oseania di Dubai, Uni Emirat Arab, 3-7 Maret. Nyatanya, setelah lima kali bertanding, tiga putri Indonesia yang aktif mengikuti turnamen internasional bertahan dalam kepungan tim-tim kuat Asia.
Indonesia berada pada peringkat keempat klasemen akhir, batas aman bertahan di Grup I. Dari enam peserta, China dan India yang menempati dua posisi teratas lolos ke play off dan berpeluang tampil pada kualifikasi Final Piala Fed 2021. Peringkat ke-3 dan ke-4, Korea Selatan dan Indonesia, bertahan di Grup I. Adapun Taiwan dan Uzbekistan, peringkat ke-5 dan ke-6, turun ke Grup II.
Nasib Indonesia dipastikan pada laga terakhir melawan India yang berakhir Minggu (8/3/2020) dini hari WIB. Sebelum laga hari terakhir itu, peluang Indonesia masih terbuka untuk naik ke play off, bertahan di Grup I, bahkan degradasi.
Hal ini karena nasib ”Merah Putih” tak hanya ditentukan penampilan Aldila Sutjiadi, Priska Madelyn Nugroho, dan Janice Tjen melawan India, tetapi juga bergantung pada pesaing terdekat. Korea Selatan (melawan China) dan Taiwan (melawan Uzbekistan) juga membutuhkan kemenangan untuk berada di zona aman sehingga Indonesia tak boleh kalah 0-3.
Peluang untuk bertahan terbuka ketika Priska menang atas Rutuja Bhosale, 6-3, 0-6, 6-3. Kekalahan Aldila dari Ankita Raina, 3-6, 3-6, serta duet Aldila/Priska dari Raina/Sania Mirza 6-7 (4-7), 0-6 membuat Indonesia kalah 1-2.
Kekalahan itu membuat Indonesia gagal naik level mendampingi China, tetapi masih bisa bertahan di Grup I. Ini terjadi karena Indonesia memiliki selisih partai menang-kalah lebih baik dari Taiwan, yang menang, 2-1, atas Uzbekistan.
Dengan hanya diperkuat tiga petenis, Indonesia membuat kejutan dengan bertahan di antara persaingan tim kuat Asia yang masing-masing membawa lima pemain. China dan Taiwan bahkan diperkuat juara Grand Slam. Adapun di tim Indonesia, Priska dan Janice, yang masing-masing berusia 16 tahun dan 17 tahun, baru menjalani debut dalam Piala Fed level senior.
Dengan format dua tunggal serta satu ganda, setidaknya salah satu petenis Indonesia harus bertanding dua kali sehari dalam persaingan tingkat tinggi. ”Ini perjuangan yang sangat luar biasa karena hanya ada tiga pemain di tim. Tak ada pilihan lain untuk berjuang maksimal dalam setiap pertandingan,” kata Aldila dalam laman resmi Piala Fed.
Aldila bercerita, target tim adalah memenangi satu pertandingan. ”Awalnya bagaikan ’mission impossible’ bagi kami. Namun, peluang terbuka setelah menang atas Taiwan pada pertandingan pertama,” katanya.
Penampilan Indonesia juga dipuji kapten tim India, Vishal Uppal. ”Inilah keindahan Piala Fed. Semuanya bisa terjadi. Penghargaan untuk Indonesia. Mereka berjuang sangat keras selama pekan ini,” kata Uppal.
Aktif bertanding
Keberhasilan Indonesia bertahan di Grup I dua tahun beruntun tak lepas dari aktifnya para petenis putri bersaing dalam sirkuit profesional dan yunior ITF. Aldila bahkan mendapat kesempatan tampil pada turnamen Asosiasi Tenis Putri (WTA) 125K.
Petenis berperingkat ke-370 (tunggal) dan ke-168 (ganda) ini menjalani 106 pertandingan dalam 22 turnamen pada 2019. Dia meraih tujuh gelar juara ganda putri. Pada 2013-2017, Aldila aktif dalam persaingan level universitas di Amerika Serikat. Dia membawa nama Universitas Kentucky.
”Ada kesamaan antara Piala Fed dan kejuaraan universitas. Meski bertanding sendiri, saya membawa nama universitas. Di sini levelnya lebih tinggi, saya mewakili negara. Namun, pada dasarnya, saya belajar tentang kepemimpinan dari pengalaman di universitas. Saya paling senior di tim Indonesia dan harus bisa memimpin yang lain,” kata Aldila (24).
Di level yunior, Priska dan Janice masing-masing mengikuti 14 turnamen dan 15 turnamen pada 2019. Priska memasuki persaingan Grand Slam sejak 2019 dan meraih gelar juara ganda putri Australia Terbuka 2020, bersama Alexandra Eala (Filipina). Dalam nomor tunggal, hasil terbaiknya adalah perempat final Wimbledon dan AS Terbuka 2019.
Gelar juara dari Melbourne Park menambah kepercayaan diri Priska tampil di Piala Fed. Dalam empat penampilan di nomor tunggal, dia tiga kali menang atas petenis-petenis yang telah memiliki peringkat WTA. Bhosale, misalnya, adalah petenis peringkat ke-433.
Dengan bekal gelar juara Grand Slam yunior dan tampil dalam ajang dengan level lebih tinggi, Priska pun akan menggabungkan turnamen yunior dan senior dalam agenda 2020.
Tak dapat dimungkiri, turnamen adalah alat yang tepat untuk mematangkan kemampuan dan mental atlet. Kematangan itulah yang akhirnya bisa membuat ”mission impossible” menjadi ”impossible is nothing”.