Indonesia gagal menambah gelar juara All England di nomor ganda putra. Kevin Sanjaya Gideon/Marcus Fernaldi Gideon kembali harus tunduk kepada lawan terberat mereka, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
BIRMINGHAM, MINGGU — Untuk keenam kali beruntun, ganda putra nomor satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, takluk di tangan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Kekalahan yang terjadi pada final All England ini menyisakan pekerjaan rumah besar bagi ”Minions” karena terjadi dalam tahun Olimpiade.
Pada laga final terakhir All England di Arena Birmingham, Birmingham, Inggris, Minggu (15/3/2020) atau Senin dini hari WIB, Kevin/Marcus ditaklukkan Endo/Watanabe, 18-21, 21-12, 19-21. Meski ganda putra menjadi nomor dengan ritme paling cepat dibandingkan nomor lain, ketatnya persaingan kedua pasangan membuat laga berjalan hingga 1 jam 12 menit, yang merupakan final terlama dibandingkan dengan empat nomor lain.
Dengan hasil tersebut, All England kali ini melahirkan empat juara baru. Selain Endo/Watanabe, mereka yang baru kali ini merasakan juara pada turnamen paling prestisius itu adalah Viktor Axelsen (Denmark) pada tunggal putra, Sayaka Hirota/Yuki Fukushima (ganda putri/Jepang), dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti (ganda campuran/Indonesia). Pada tunggal putri, Tai Tzu Ying (Taiwan) menjadi juara untuk ketiga kalinya setelah 2017 dan 2018.
Praveen sebenarnya pernah menjuarai turnamen bulu tangkis tertua ini pada 2016. Namun, saat itu dia berpasangan dengan Debby Susanto.
Kekalahan Kevin/Marcus membuat dominasi Indonesia pada ganda putra All England terputus. Nomor tersebut dijuarai para pemain ”Merah Putih” pada tiga penyelenggaraan sebelumnya. Kevin/Marcus juara pada 2017 dan 2018, dilanjutkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan pada 2019. Tahun ini, Hendra/Ahsan tersingkir pada perempat final.
Hasil ini menjadi lampu kuning bagi ganda putra yang selalu jadi nomor andalan untuk juara dalam berbagai turnamen. Posisi Kevin/Marcus dan Hendra/Ahsan dalam peringkat teratas dan kedua dunia tak bisa jadi patokan.
Meski pelatih ganda putra meringankan target kepada pemain-pemain utamanya demi puncak penampilan di Olimpiade Tokyo 2020 pada 24 Juli-9 Agustus, All England tetap menjadi target besar pada tahun ini. Apa yang terjadi di All England bisa terjadi juga di Olimpiade jika Kevin/Marcus tak bisa melepaskan diri dari belenggu permainan sabar dan cerdas Endo/Watanabe.
Walaupun hanya berstatus ganda nomor dua Jepang, di bawah Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, Endo/Watanabe memiliki kelebihan yang belum bisa dipatahkan Kevin/Marcus. Mereka tampil lebih sabar dan lebih pintar mengatur ritme permainan dibandingkan dengan pasangan lain.
Dalam final All England, Endo/Watanabe bisa menahan perebutan poin hingga 60-an pukulan yang membuat kekuatan dan kecepatan serangan Kevin/Marcus menurun. Dalam kondisi ini, Endo/Watanabe bisa mencuri poin dari serangan balik.
Pertahanan mereka juga lebih kokoh. Pukulan-pukulan ”tanggung”, seperti smes loncat Kevin di depan net, bisa dikembalikan.
Kelebihan tersebut menjadi kunci keunggulan mereka menjelang akhir gim ketiga. Setelah Kevin/Marcus tertinggal 0-6 hingga 8-14, persaingan imbang kembali pada posisi 15-15, lalu 18-18 dan 19-19. Kecerdikan Endo/Watanbe mempercepat permainan pada poin-poin akhir membawa mereka pada gelar juara.
”Hasil tahun ini kami syukuri saja. Main juga sudah baik, hanya saja di final lawannya memang bagus. Pertahanan mereka sangat rapat. Di akhir-akhir, mereka juga melakukan spekulasi dan ternyata berhasil,” ujar Marcus yang tersingkir pada babak pertama All England 2019.
Kevin menambahkan, kekalahan pada poin-poin akhir terjadi juga karena mereka terburu-buru ingin menambah poin untuk memenangi pertandingan. ”Ingin menyerang duluan, tetapi justru mati sendiri,” katanya.