Menerima gaji dengan jumlah fantastis membuat sejumlah pesepak bola sering lupa diri. Mantan pemain terbaik dunia Ronaldinho salah satunya. Ia harus menjalani kehidupan yang terpuruk dan bangkrut setelah gantung sepatu.
Oleh
M IKHSAN MAHAR
·6 menit baca
ASUNCION, SELASA — Nasib mantan bintang Barcelona, Ronaldo Assis de Moreira alias Ronaldinho, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah mendekam di penjara di ibu kota Paraguay, Asuncion, atas dugaan kasus pemalsuan identitas paspor, peraih gelar Ballon d’Or 2005 itu berpotensi akan menjalani tuntutan hukum lainnya, yaitu terkait dugaan pencucian uang.
Dugaan keterlibatan Ronaldinho dan sang kakak, Roberto Assis, dalam kasus pencucian uang diawali atas ditangkapnya seorang pengusaha Paraguay, Dalia Lopez, yang telah ditahan atas kasus pencucian uang. Adapun Lopez adalah pengusaha yang mengatur kedatangan dan rencana acara amal yang dihadiri pemain penyumbang gelar Piala Dunia 2002 bagi tim nasional Brasil itu.
”Dia (Lopez) terlibat dalam skema pencucian uang sehingga itu artinya kami akan menginvestigasi keterlibatan semua pihak dalam kasus itu, termasuk Ronaldinho. Karena kasus ini pula kami memutuskan untuk menahan Ronaldinho di penjara markas besar kepolisian Paraguay,” ujar Ketua Tim Penyidik Kasus Pencucian Uang Kepolisian Paraguay Osmar Legal.
Legal menjelaskan, berdasarkan hipotesis awal tim penyidik, praktik pencucian uang diawali pembuatan dokumen palsu yang dilakukan Lopez untuk Ronaldinho serta Roberto, yang berperan sebagai agen dan manajer bisnis sang bintang. ”Melalui dokumen itu mereka masuk Paraguay untuk melakukan aktivitas komersial atau berinvestasi dengan cara ilegal,” katanya.
Untuk mengumpulkan bukti keterlibatan Ronaldinho dan Roberto, tim penyidik tengah memeriksa dan menganalisis pesan dan percakapan yang dilakukan keduanya sebelum masuk ke wilayah Paraguay, 5 Maret lalu. Selain itu, penyidik juga akan memeriksa setiap rekaman percakapan via telepon Ronaldinho dan Roberto dengan pihak-pihak terkait di Paraguay.
Sejak 6 Maret, Ronaldinho dan Roberto ditahan otoritas kepolisian Paraguay. Mereka sempat mengajukan permohonan untuk menjalani tahanan rumah, tetapi hal itu ditolak oleh aparat penegak hukum Paraguay karena kemungkinan Ronaldinho dan Roberto melarikan diri.
Penahanan terhadap Ronaldinho didasari penangkapan dua orang suruhan Lopez. Di hadapan penyidik, kedua orang itu mengakui telah menghabiskan 18.000 dollar AS (sekitar Rp 270 juta) untuk membuat sejumlah dokumen palsu atas arahan Lopez.
”Kedua orang itu mengaku telah menerima uang dari Lopez untuk mengatur dokumen Ronaldinho, Roberto, dan Wilmondes Sousa Lira, orang Brasil yang membantu komunikasi Lopez dengan Ronaldinho,” kata Legal.
Sementara itu, pengacara Ronaldinho dan Roberto, Sergio Queiroz, memastikan kedua kakak beradik itu tidak mengetahui bahwa paspor yang mereka gunakan untuk masuk Paraguay ilegal. ”Mereka sangat kooperatif dengan mekanisme hukum yang dilakukan otoritas Paraguay,” tutur Queiroz.
Sebelum menjalani proses hukum di Paraguay, Ronaldinho telah mengalami tuntutan hukum di Brasil pada 2018. Ia dan Roberto diputus bersalah atas pembangunan proyek bangunan di wilayah yang dilindungi negara. Atas kasus hukum itu, majelis hakim Brasil memutus Ronaldinho untuk membayar denda 2 juta euro (sekitar Rp 33,6 miliar).
Namun, otoritas hukum Brasil hanya menemukan 6 euro (Rp 100.000) di tabungan bank milik Ronaldinho sehingga otoritas Brasil menjatuhi Ronaldinho kriteria bangkrut dan mencabut paspor pemain yang identik dengan nomor 10, baik di timnas Brasil maupun Barcelona itu.
Otoritas hukum Brasil hanya menemukan 6 euro (Rp 100.000) di tabungan bank milik Ronaldinho sehingga otoritas Brasil menjatuhi Ronaldinho kriteria bangkrut dan mencabut paspor pemain yang identik dengan nomor 10 itu.
Gangguan mental
Hidup setelah sepak bola menjadi tantangan tersendiri bagi mantan pesepak bola yang terbiasa hidup mewah dan menjadi sorotan utama media. Berdasarkan hasil studi Asosiasi Pesepak bola Profesional (FIFPro), yang dipublikasi tahun 2017, terungkap bahwa 34 persen mantan pesepak bola yang memasuki usia 40 tahun mengalami gangguan mental.
Kemudian, sebanyak 25 persen pesepak bola mengalami masalah ekonomi atau bangkrut setelah lima tahun gantung sepatu. Tak hanya itu, sebanyak 30 persen pesepak bola juga mengalami perceraian hanya dalam kurun waktu satu tahun pascapensiun.
Sejumlah mantan pemain bintang yang terpuruk usai pensiun akibat gagal mengatasi persoalan mental di antaranya Adriano Leite dan Gabriel Omar Batistuta. Adriano, yang digadang-gadang sebagai suksesor penyerang tajam dari Brasil, gagal mencapai periode puncak kariernya.
Berada di awal puncak ketenaran, Adriano mengalami kendala mental setelah ayahnya wafat pada medio 2005. Alhasil, ia tenggelam dalam kehidupan malam dengan kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Adriano saat ini tinggal di kawasan kumuh di kota Rio de Janeiro, Brasil.
Berbeda dengan Adriano, Batistuta harus menghadapi rasa sakit di engkelnya yang membuat dirinya tidak bisa berjalan pascapensiun 2005. Pada 2014, ia pun digugat cerai oleh istrinya, Irina Fernandez, setelah 30 tahun bersama.
”Karena rasa sakit yang terus saya derita setelah hidup dengan sepak bola, saya mendatangi dokter dan meminta untuk mengamputasi kaki saya. Namun, dokter itu menolak dan mengatakan saya sudah gila,” ujar pemain berjuluk ”Batigol” itu kepada FIFA. Kini, legenda klub Italia, Fiorentina dan AS Roma, itu harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Perceraian juga dialami mantan bek kanan Arsenal, Emmanuel Eboue. Akibat perceraian itu, otoritas Inggris menyita mayoritas harta milik Eboue dan menyerahkan kepada mantan istrinya, Aurelie Betrand. Eboue memang masih tinggal di rumah di kawasan Enfield, London, tetapi ia juga telah menghadapi masalah keuangan akut yang membuat ia berutang kepada mantan agennya.
Mantan kiper tim nasional Inggris, David James, telah mendeklarasikan diri bangkrut pada 2014 atau empat tahun setelah ia mengantarkan tim ”Tiga Singa” ke perempat final Piala Dunia 2010. Kebangkrutan itu tidak lepas dari perceraian yang dialami James.
”Tangan Tuhan”
Tidak hanya mereka, pemain terbaik abad ke-20 versi FIFA, Diego Armando Maradona, juga mengajukan kriteria bangkrut pada 2009. Pengajuan bangkrut itu dilakukan setelah otoritas pajak Italia menuntut ”Sang Tangan Tuhan” untuk membayar denda sebesar 42 juta euro (sekitar Rp 775 miliar) karena tidak membayar pajak ketika berkarier di Napoli pada dekade 1980-an.
Mantan pemain dan direktur Real Madrid, Jorge Valdano, mengingatkan agar para pesepak bola mempersiapkan diri secara baik sebelum keluar dari ingar bingar lapangan hijau.
”Ketika kalian bangun tidur setelah pensiun, kalian harus memiliki sesuatu untuk dikerjakan. Jenis pekerjaannya tidak penting, yang terpenting ada sesuatu hal yang tetap membuat kalian bermanfaat karena hal terburuk dapat terjadi ketika kita merasa hampa,” ujar Valdano seperti dikutip The Guardian.
Manajer Pengembangan FIFPro Nienke van Gerven mengungkapkan, pihaknya telah menggalakkan kampanye ”Mind The Gap” untuk meningkatkan edukasi para pesepak bola agar mempersiapkan diri sebelum gantung sepatu. Hal utama yang coba dilakukan FIFPro adalah bekerja sama dengan sejumlah universitas di Eropa untuk memberikan beasiswa dan kemudahan program pendidikan bagi para pesepak bola aktif.
”Kami ingin karier lanjutan para pesepak bola bisa berjalan seperti mereka menikmati karier di lapangan hijau,” ujar Van Gerven.
Kapten Juventus, Giorgio Chiellini, menjadi salah satu duta kampanye ”Mind The Gap”. Pada 2017, Chiellini meraih gelar master administrasi bisnis dari Universitas Turin, Italia. ”Belajar membantu saya melepaskan tekanan dari dunia sepak bola dan menjaga ketajaman pikiran. Sebab, apabila pikiran kita tidak tajam, sulit untuk menentukan keputusan cepat dan tepat yang dibutuhkan di level elite sepak bola,” ujar pemain yang akan menginjak usia 36 tahun pada 14 Agustus nanti itu.
Ya, pensiun bukanlah akhir kehidupan para bintang lapangan hijau. Mereka harus tetap melanjutkan hidup setelah menanggalkan status sebagai pemain aktif. (REUTERS/AFP)