ITF, ATP, dan WTA membatalkan semua turnamen tenis pada jangka waktu tertentu. Nasib turnamen setelah batas waktu itu, termasuk dua turnamen Grand Slam, belum bisa dipastikan.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
Federasi Tenis Internasional (ITF) dan Asosiasi Tenis Profesional (ATP) telah memberhentikan turnamen tenis selama enam pekan, sejak 8 Maret hingga 20 April, untuk mencegah meluasnya pandemi Covid-19. Asosiasi Tenis Putri (WTA), yang baru mengeluarkan pengumuman pada Senin (16/3/2020), bahkan, memberhentikan turnamen lebih lama, hingga 2 Mei.
Dengan pembatalan tersebut, turnamen di lapangan tanah liat yang merupakan pemanasan untuk Perancis Terbuka pun terdampak. Di antaranya ATP Masters 1000 Monte Carlo dan WTA Premier Stuttgart yang menjadi turnamen level tinggi.
Namun, wabah virus korona yang belum memperlihatkan tanda akan berhenti membuat turnamen tenis terancam tetap tak bisa digelar setelah masa kekosongan berakhir. Nasib turnamen Grand Slam, terutama Perancis Terbuka dan Wimbledon, menjadi tanda tanya.
Perancis Terbuka akan berlangsung hanya dua pekan setelah selesainya masa penundaan turnamen dari WTA, 24 Mei-7 Juni. Adapun Wimbledon digelar berselang tiga pekan kemudian.
Selain berada di luar jadwal penghentian turnamen dari ATP dan WTA, Grand Slam tak berada di bawah kedua organisasi tenis profesional itu. Setiap Grand Slam memiliki Dewan Grand Slam sebagai penanggung jawab yang beranggotakan ketua dan para eksekutif keempat turnamen, ditambah Presiden ITF.
Dewan kedua ajang itu, termasuk Perancis Terbuka yang akan digelar dalam waktu dekat, belum memberi keputusan tentang penyelenggaraan dua ajang tersebut. Namun, petenis putra Amerika Serikat, Tennys Sandren, yakin, Perancis Terbuka tak akan digelar.
”Apakah mengumpulkan orang untuk ajang olahraga lebih penting dibandingkan dengan kesehatan? Jelas tidak. Saya tak akan terkejut jika kami tak kembali hingga musim lapangan rumput,” kata Sandren, seperti dikutip oleh The New York Times.
Melihat situasi
Sejauh ini, Direktur Turnamen Perancis Terbuka Guy Forget mengatakan, pihaknya masih memperhatikan perkembangan situasi. ”Kami akan melihat berbagai kemungkinan dengan tetap memprioritaskan kesehatan, termasuk turnamen tanpa penonton. Keputusan tidak tergantung dari Federasi Tenis Perancis karena kami harus mengikuti rekomendasi pemerintah,” ujar Forget.
Untuk mengerem penyebaran virus, pemerintah setiap negara memberlakukan kebijakan serupa, seperti melarang adanya acara yang mengundang keramaian, meminta warga membatasi kegiatan di luar rumah, dan menutup akses keluar-masuk negara tersebut.
Hal itu diterapkan pemerintah Perancis, Spanyol, dan Italia, negara-negara yang akan menjadi tuan rumah ajang tenis tanah liat. Dengan peraturan tersebut, turnamen pun tak bisa digelar.
Panitia Wimbledon juga masih menanti perkembangan kondisi dan berencana membahas berbagai rencana pada pekan ini. ”Sambil memonitor, kami berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas kesehatan. Kami mengikuti saran mereka,” ujar juru bicara panitia penyelenggara.
Namun, dalam artikel yang dipublikasikan media Inggris, Daily Mail, panitia lebih cenderung membatalkan turnamen ketimbang menggelar Wimbledon tanpa penonton. Jika itu terjadi, untuk pertama kali Wimbledon tidak digelar sejak Perang Dunia II. Sejak pertama kali digelar pada 1877, Wimbledon tidak diselenggarakan hanya karena Perang Dunia I dan II, yakni pada 1915-1918 dan 1940-1945.