Para pemain di Liga Italia terancam dipotong gajinya untuk menutupi kerugian klub akibat terhentinya kompetisi menyusul wabah Covid-19. Liga Italia Serie A berpotensi merugi Rp 11,9 triliun akibat kompetisi terhenti.
Oleh
M IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
ROMA, KAMIS — Musim 2019/2020 menjadi salah satu momen kelabu bagi para pesepak bola di Eropa. Tidak hanya vakum berlaga di lapangan hijau, mereka kini juga terancam harus ”membantu” klub melalui pemotongan gaji seiring terhentinya kompetisi akibat wabah Covid-19.
Penundaan mayoritas kompetisi di ”Benua Biru”, yang berpeluang hingga akhir April, membuat klub mulai mengantisipasi dampak ekonomi. Pasalnya, klub tidak bisa meraih pendapatan tetap dari pertandingan, yang terdiri dari hak siar dan tiket penonton, serta penutupan sumber ekonomi lainnya seperti tur stadion dan toko resmi yang mayoritas berada di kompleks stadion.
Di Italia, misalnya, dua klub kota Milan, AC Milan dan Inter Milan, telah menutup salah satu tujuan wisata favorit di kota mode itu, yakni Stadion San Siro, seiring wabah virus korona baru di Provinsi Lombardia. Juventus juga telah menutup tur stadion di Turin serta menutup toko-toko resminya di Milan, Turin, dan Roma.
Calcio e Finanza melansir, Juventus merugi sekitar 4 juta euro (Rp 68,3 miliar) karena melangsungkan pertandingan ”derbi Italia” melawan Inter, 9 Maret, tanpa penonton. Inter juga merugi 1,35 juta euro (Rp 23 miliar) akibat menjamu Ludogorets Razgrad di babak 32 besar Liga Europa, 28 Februari lalu, tanpa dihadiri penggemar di tribune stadion.
Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) Gabriele Gravina mengakui dampak ekonomi ke klub-klub dalam penundaan kompetisi saat ini sangatlah terasa. Karena itu, ia berharap kompetisi sepak bola di Italia dapat dimulai paling lambat awal Mei, yaitu setelah wabah Covid-19 di ”Negeri Pizza” diperkirakan sudah mereda.
”Apabila Serie A Italia tidak rampung, kami berpotensi mengalami defisit sekitar 700 juta euro (Rp 11,9 triliun), terutama dari kontrak sponsor dan hak siar (televisi),” ucap Gravina kepada Radio 24.
Apabila Serie A Italia tidak rampung, kami berpotensi mengalami defisit sekitar 700 juta euro (Rp 11,9 triliun), terutama dari kontrak sponsor dan hak siar (televisi).
Menurut laporan audit konsultan finansial, Deloitte, kerugian Liga Italia bakal mencapai 720 juta euro (Rp 12 triliun) jika terhenti total. Apabila liga itu bisa dilanjutkan dan diselesaikan, kerugian hanya di kisaran 170 juta euro (Rp 2,8 triliun). Total kerugian itu mayoritas disebabkan pertandingan tanpa penonton dan molornya jadwal.
Oleh karena itu, Gravina meminta semua pihak yang terlibat dalam sepak bola di Italia perlu menunjukkan tanggung jawab masing-masing, mulai dari pemilik klub hingga pemain. Gravina telah mengagendakan pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan di Italia untuk mencari jalan keluar terbaik bagi kelanjutan kompetisi itu.
”Di situasi darurat ini, pemotongan gaji seharusnya bukan hal tabu bagi pemain. Sebab, kami butuh persatuan dan menunjukkan solidaritas untuk menghadapi kesulitan ini,” kata Gravina.
Menteri Pemuda dan Olahraga Italia Vincenzo Spadafora berpendapat serupa. Ia menilai pemotongan gaji bagi pemain di Serie A merupakan salah satu hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan industri sepak bola di Italia.
”Pemotongan gaji pemain bukanlah suatu masalah. Saya tahu masih banyak klub kecil dengan utang yang berpotensi semakin parah akibat kondisi saat ini (wabah Covid-19). Karena itu, saya meminta solidaritas dari seluruh pihak yang dimulai dari klub-klub Serie A untuk mengantisipasi masalah itu,” tuturnya.
Namun, usulan pemotongan gaji itu ditolak Presiden Asosiasi Pesepak Bola Italia Damiano Tommasi. Menurut mantan gelandang AS Roma itu, persoalan gaji pemain sepatutnya bukan hal utama yang harus dibahas untuk menyelamatkan kondisi sepak bola Italia saat ini.
”Kami memahami kebutuhan agar pesepak bola ikut bersimpati dengan kondisi di Italia. Akan tetapi, peran para pemain, termasuk melalui pemotongan gaji, baru bisa dipastikan setelah persoalan lainnya seperti total kerugian, penundaan kompetisi, pembatalan agenda, kontribusi pemerintah, hingga bantuan dari institusi internasional kepada Italia telah ada titik terang,” kata Tommasi.
Bantuan
Sementara itu, petinggi sepak bola di Inggris dan Spanyol belum membahas terkait ketersediaan klub-klub kompetisi kasta tertinggi di dua negara itu untuk memotong gaji para pemain bintang. Ketua Eksekutif Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) Mark Bullingham menilai solidaritas diperlukan di tengah penundaan kompetisi yang memukul sisi ekonomi industri sepak bola di negaranya.
Ia mengungkapkan, dampak paling parah dari terhentinya kompetisi akan dialami oleh tim-tim di kasta kedua dan di bawahnya, Liga Nasional (kompetisi nonprofesional), dan kompetisi pembinaan di akar rumput.
”Kami akan terus berkomunikasi dengan pemerintah tentang masalah ini. Seluruh keluarga sepak bola harus bersatu. Namun, saya belum bisa memastikan bahwa kami (FA) akan memberikan jaminan dana kepada klub-klub yang menderita,” kata Bullingham kepada Sky Sports.
Andai Liga Inggris gagal rampung musim ini, FA harus membayar kompensasi sebesar 750 juta poundsterling (Rp 13,7 triliun) kepada dua kanal pemilik hak siar, yaitu Sky dan BT. Hal itu merupakan bagian klausul yang tercantum dalam kontrak hak siar senilai 3 miliar poundsterling (Rp 54,9 triliun) untuk musim ini.
Adapun Liga Spanyol juga terancam mengalami kerugian hingga 678 juta euro (Rp 11,5 triliun). Meski begitu, Presiden Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) Luis Rubiales memastikan pihaknya tidak akan memotong satu sen pun dana bantuan yang selama ini diberikan kepada klub dan kompetisi di luar La Liga, seperti kompetisi U-23, liga perempuan, kompetisi futsal, serta kompensasi terhadap tim nasional Spanyol.
”Kami memang tidak bisa mengesampingkan potensi kerugian besar akibat kompetisi terhenti di seluruh tingkatan. Akan tetapi, kami memberi garansi ke klub-klub kecil dan amatir yang selama ini bergantung pada subsidi RFEF bahwa mereka tetap menerima dana bantuan dengan jumlah yang sama selama ini,” kata Rubiales, dikutip laman RFEF. (REUTERS)