Kanada dan Australia bersikap tegas, yaitu tidak akan mengirimkan atlet-atletnya jika Olimpiade Tokyo tetap dipaksakan digelar pada tahun ini. Langkah meminta penundaan waktu Olimpiade itu didukung negara-negara lainnya.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
TORONTO, SENIN - Kanada dan Australia mengancam tidak akan mengirimkan atlet-atletnya jika Olimpiade Tokyo 2020 tetap digelar pada 24 Juli mendatang. Sikap yang disampaikan Senin (23/3/2020) itu merupakan respon terhadap Komite Olimpiade Internasional dan otoritas Jepang yang belum berani memutuskan menunda Olimpiade itu meskipun wabah Covid-19 terus meluas.
Kedua negara itu menyatakan bersedia terlibat jika Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo ditunda hingga 2021 mendatang. ”Tidak ada hal yang lebih penting dari kesehatan dan keselamatan para atlet serta masyarakat dunia,” tulis Komite Olimpiade Kanada (COC) dan Komite Paralimpiade Kanada (CPC) dalam pernyataannya di laman resmi mereka.
Kanada menekankan bahwa mereka tidak hanya peduli terhadap kesehatan atlet, melainkan juga publik. Apabila penyelenggaraan Olimpiade tetap dipaksakan digelar tahun ini, atlet-atlet harus tetap berlatih dan berisiko tertular atau menularkan virus korona baru.
Padahal, sebagian besar atlet di sejumlah negara kini tengah diwajibkan tetap tinggal di dalam rumah agar penularan virus itu bisa terputus. Memaksa para atlet keluar rumah untuk berlatih secara ideal dinilai sangatlah berisiko.
Para atlet disabilitas yang akan mengikuti Paralimpiade bakal menghadapi risiko yang lebih besar. ”Kami rasa, tidak etis menempatkan atlet dalam posisi yang berbahaya seperti ini,” ujar Ketua Komunikasi CPC Martin Richard.
Sikap serupa disampaikan Australia yang bahkan telah meminta para atletnya menyiapkan diri menghadapi Olimpiade tunda, yaitu 2021. ”Sudah jelas, kini Olimpiade (Tokyo) tidak bisa digelar Juli mendatang,” kata Chef de Mission Australia, Ian Chesterman.
Para atlet, kata Chesterman, sudah sangat bersemangat berlatih. Namun, stres dan situasi ketidakpastian menjadi tantangan terberat mereka dalam berlatih. Komite Olimpiade Australia (AOC) lantas meminta para atlet lebih memprioritaskan kesehatan mereka.
Sikap Kanada dan Australia itu mendapat dukungan dari atlet maupun mantan atlet dari negara lain. Langkah kedua negara itu pun bisa mendorong negara lain untuk melakukan hal yang sama. ”Kesehatan jauh lebih penting dari pada olahraga. Semoga Amerika Serikat menjadi negara berikutnya (yang menarik atlet),” ungkap mantan pelari halang rintang AS, Lolo Jones, melalui akun pribadi Twitter-nya.
Komite Olimpiade Polandia (PKOL) turut menyuarakan desakan penundaan Olimpiade. ”Ajang-ajang kualifikasi sudah dibatalkan dan situasi sangatlah tidak menentu. Ini bukan persiapan yang baik untuk sebuah Olimpiade yang merupakan ajang olahraga paling penting di dunia,” tulis PKOL dalam keterangan resminya.
Ajang-ajang kualifikasi sudah dibatalkan dan situasi sangatlah tidak menentu. Ini bukan persiapan yang baik untuk sebuah Olimpiade yang merupakan ajang olahraga paling penting di dunia.
Desakan penundaan semakin kuat ketika Presiden Badan Atletik Dunia, Sebastian Coe, turut bersuara. ”Penyelenggaraan Olimpiade pada Juli 2020 ini sangat tidak layak dan tidak diinginkan,” ujar Coe.
Mantan perenang asal Afrika Selatan, Cameron van der Burgh, ikut mengingatkan bahwa virus korona baru adalah ancaman sangat serius. Ia sudah terinfeksi virus tersebut selama dua pekan ini dan tidak ingin para atlet lainnya mengalami hal yang sama.
SARS-CoV-2, ungkap Van der Burgh, merupakan virus yang paling menyakitkan yang pernah menyerang tubuhnya. ”Meskipun gejala terparah sudah lewat, saya masih harus merasakan rasa lelah dan batuk. Kegiatan fisik, seperti berjalan, membuat saya kelelahan selama berjam-jam,” katanya.
Mulai melunak
Dengan adanya berbagai desakan penundaan yang muncul beberapa hari terakhir, Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Pemerintah Jepang mulai melunak. Mereka pun mulai mengakui, penundaan Olimpiade adalah pilihan rasional.
”Jika memang situasinya tidaklah mendukung, kami harus memutuskan untuk menunda dan memprioritaskan kesehatan para atlet,” kata Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Jepang.
Namun, opsi penundaan itu harus dibicarakan lagi dengan IOC. Adapun IOC menyatakan tengah memikirkan sejumlah skenario terbaik. ”Skenario itu bisa berupa modifikasi bentuk Olimpiade jika tetap berlangsung 24 Juli atau perubahan jadwal (ditunda),” tulis IOC dalam laman resminya.
Dengan demikian, IOC masih mempertimbangkan dua opsi, yaitu tetap menyelenggarakan Olimpiade tepat waktu dengan skala yang lebih kecil atau sama sekali menunda dan mencari jadwal baru. IOC menargetkan sudah bisa mengambil keputusan tersebut dalam waktu tidak lebih dari empat pekan atau satu bulan ini.
Sejauh ini, persiapan Olimpiade di Jepang telah berjalan baik. Berbagai fasilitas telah dibangun dan api abadi Olimpiade telah dibawa dari Yunani. Jepang berencana mengadakan kirab obor Olimpiade pada Kamis (26/3). Menurut laporan NHK, kirab obor itu akan dilakukan dalam skala kecil.
Ketua IOC Thomas Bach mengingatkan, Olimpiade berbeda dengan ajang olahraga lainnya. Menunda Olimpiade akan menyisakan tugas besar dalam menyusun jadwal yang baru. ”Menunda Olimpiade tidak seperti mengubah jadwal laga sepakbola,” ujarnya.
Namun, melunaknya sikap Jepang maupun IOC itu membuat banyak pihak kini meyakini, Olimpiade Tokyo akan benar-benar ditunda. Terlebih, ajang besar lainnya, yaitu Piala Eropa 2020, telah ditunda.
”Ketika IOC menyiratkan untuk memikirkan solusi lain, mereka sebenarnya sudah memutuskan menunda ajang ini,” ungkap Presiden Komite Olimpiade Perancis, Denis Masseglia.(AP/AFP/REUTERS)