Penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 dan semua pihak yang terlibat menyusun rencana baru untuk menggelar Olimpiade pada 2021. Kepastian waktu menjadi krusial sebelum menentukan langkah berikutnya.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
TOKYO, KAMIS — Penundaan Olimpiade Tokyo 2020 akibat pandemi virus korona (Covid-19) membawa dampak ikutan yang belum pernah dibayangkan sebelumnya. Semua pihak kini menunggu kepastian waktu untuk bisa bergerak melanjutkan kerja besar menggelar pesta olahraga terakbar di dunia ini.
Selain kerumitan mencari waktu dan antisipasi pembengkakan biaya, salah satu tantangan besar yang dihadapi setelah memundurkan Olimpiade Tokyo 2020 adalah menyewa ulang stadion dan tempat tinggal untuk orang-orang yang terlibat dalam ajang multicabang terbesar sedunia itu. Tanggal yang belum pasti untuk menggelar Olimpiade pada 2020 menambah sulit tugas tersebut.
Anbritt Stengele, Presiden Sports Traveler, perusahaan penyedia paket perjalanan ke ajang olahraga besar yang berkantor pusat di Illinois, Amerika Serikat, mengatakan, dirinya telah menghubungi hotel dan perusahaan-perusahaan lain untuk mengubah jadwal sewa. Namun, Stengele mengatakan, pada saat ini upaya itu tak begitu berarti sebelum ada tanggal baru.
”Hotel dan perusahaan-perusahaan lain meminta kepastian tanggal. Teman-teman saya juga mengalami hal ini. Di banyak negara juga banyak jutaan pemilik tiket yang sedang mencari solusi,” kata Stengele, seperti diberitakan The New York Times.
Panitia penyelenggara bahkan mengalami kendala yang sama untuk mengatur ulang kontrak dengan para pemilik stadion. Ini karena banyak stadion yang telah memiliki banyak penyewa untuk 2021.
”Kami berencana mempertahankan tempat pertandingan yang telah dipilih. Namun, butuh tambahan biaya untuk sewa ulang. Tampaknya, kami juga harus memperpanjang sewa tenaga kerja hingga 2021,” kata CEO Tokyo 2020 Toshiro Muto.
Jepang membutuhkan biaya Rp 207,4 triliun untuk menggelar Olimpiade edisi ke-32. Dari jumlah tersebut, pemerintah kota Tokyo menutupi Rp 87,8 triliun, panitia penyelenggara Rp 88,7 triliun, dan Rp 22 triliun oleh Pemerintah Jepang.
Dalam kasus ini, tak ada buku yang bisa menjelaskan, ’Oke, ini Rencana B’. Yang ada adalah selembar kertas kosong.
Muto tak memberi penjelasan total biaya tambahan yang dibutuhkan dan siapa yang akan membayarnya. Media ekonomi Jepang, Nikkei, memperkirakan, panitia harus mengeluarkan biaya tambahan minimal Rp 44 triliun, di antaranya untuk sewa stadion, hotel, dan membayar tenaga kerja. Namun, jumlah ini bisa berubah tergantung dari hasil negosiasi.
”Tambahan biaya akan sangat besar. Mempertimbangkan sumber pemasukan yang akan kami terima, butuh upaya keras untuk mendapatkan biaya tambahan ini. Tak pernah terbayangkan kami harus menjalani tes seperti ini,” ujar Muto pada rapat pertama tim gugus tugas setelah pemunduran Olimpiade.
Kesulitan makin nyata karena tak pernah ada tuan rumah yang mengalami hal ini sebelumnya. Sejak Olimpiade modern diselenggarakan empat tahun sekali pada 1896, Olimpiade hanya terganggu oleh Perang Dunia. Perang Dunia I membatalkan Olimpiade 1916, adapun Perang Dunia II membuat tak terselenggarakan Olimpiade 1940 dan 1944.
”Dalam kasus ini, tak ada buku yang bisa menjelaskan, ’Oke, ini Rencana B’. Yang ada adalah selembar kertas kosong,” kata Terrence Burns, konsultan untuk pencalonan tuan rumah Olimpiade.
Meski demikian, Burns menilai, Jepang beruntung karena komponen-komponen untuk menyelenggarakan, seperti sarana transportasi, keamanan, akomodasi, dan sponsor, telah tersedia. ”Ibaratnya, mereka sudah punya semua bahan untuk membuat kue. Tinggal menunggu waktu setahun lagi untuk memasukkanya ke oven,” lanjut Burns.
Muto pun memastikan, panitia akan menelaah masalah satu per satu dan menyelesaikannya. (AFP/AP/REUTERS)