Duka diungkapkan para petenis dan mantan petenis dunia atas pembatalan turnamen Grand Slam Wimbledon akibat pandemi Covid-19. Selain itu, lapangan rumput untuk turnamen Wimbledon hanya bisa digunakan pada musim panas.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Untuk pertama kali sejak Perang Dunia II, turnamen tenis Grand Slam Wimbledon tidak digelar. Rasa duka pun diungkapkan komunitas tenis dunia meski mereka memaklumi keputusan yang diambil panitia.
Wimbledon 2020, yang seharusnya berlangsung 29 Juni-12 Juli, dibatalkan karena wabah virus Covid-19. Ditambah dengan fakta bahwa lapangan rumput, jenis lapangan yang digunakan di All England Club, London, Inggris, hanya bisa digunakan pada musim panas, maka Wimbledon tak bisa dimundurkan.
”Ini sangat membebani pikiran kami mengingat Wimbledon hanya pernah terganggu oleh Perang Dunia. Namun, setelah mempertimbangkan semua skenario dan melihat ukuran krisis saat ini, keputusan untuk membatalkan Wimbledon tahun ini sudah tepat,” ujar Ketua All England Club Ian Hewitt, Rabu (1/4/2020).
Wimbledon, turnamen tenis tertua yang digelar sejak 1877, pernah dibatalkan karena Perang Dunia. Perang Dunia I membatalkan turnamen yang penuh tradisi, di antaranya mewajibkan petenis menggunakan apparel serba putih ini pada 1915-1918. Adapun saat Perang Dunia II, Wimbledon tak digelar pada 1940-1945.
Pembatalan Wimbledon tahun ini menjadi bagian dari dihentikannya ajang olahraga pada berbagai level. Selain Wimbledon, dua pentas besar lain yang terganggu adalah Piala Eropa dan Olimpiade Tokyo. Penyelenggaraan keduanya mundur selama setahun.
Reaksi kecewa pun disampaikan petenis dan mantan petenis top dunia. Delapan kali juara Wimbledon, Roger Federer, hanya menyampaikan satu kata dalam akun Twitternya: ”Hancur”.
Setelah itu, Federer melanjutkan cuitannya: ”Kesehatan dan keluarga”.
Kekecewaan pantas dirasakan karena tunggal putra peringkat keempat dunia ini sangat menantikan datangnya Wimbledon tahun ini. Setelah tersingkir pada semifinal Australia Terbuka, Federer absen dari kompetisi karena harus menjalani operasi lutut. Memutuskan absen pada musim lapangan tanah liat, dia berjanji kembali pada persaingan di lapangan rumput yang seharusnya dimulai pertengahan Juni.
Petenis AS, Serena Williams, juga terkejut dengan pembatalan Wimbledon. Seperti Federer, Serena tak memiliki banyak waktu untuk menambah gelar juara Grand Slam karena memasuki usia 39 tahun pada 2020.
Tujuh kali juara Wimbledon itu masih memendam ambisi melewati prestasi Margaret Court sebagai petenis dengan gelar juara Grand Slam terbanyak pada nomor tunggal, yaitu 24 gelar. Serena, yang saat ini berperingkat kesembilan dunia, telah mengumpulkan 23 gelar.
Selain mengungkapkan kesedihannya, juara bertahan tunggal putri, Simona Halep, menuturkan, final Wimbledon 2019 menjadi salah satu hari paling membahagiakan. Halep menjuarai Wimbledon untuk pertama kali setelah mengalahkan Serena di final.
Membatalkan Wimbledon 2020 menjadi pilihan terbaik. Sejak awal, panitia tak ingin menggelar Wimbledon tanpa penonton. Memundurkan penyelenggaraan juga tak mungkin dilakukan karena rumput jenis rye grass, yang digunakan untuk menutupi lapangan, hanya bisa tumbuh baik saat musim panas yang berlangsung sekitar Juni-Agustus di Inggris.
Menanam dan memelihara rumput, agar memiliki tinggi 8 milimeter selama 13 hari pertandingan, juga, membutuhkan waktu. Mempersiapkan lapangan di All England Club biasanya dimulai pada April.
”Anda bisa bermain di Perancis atau AS Terbuka pada waktu lain, termasuk pada Oktober. Namun, di lapangan rumput, hanya bisa dilakukan pada musim panas,” kata mantan petenis nomor satu dunia yang saat ini menjadi analis untuk ESPN, Boris Becker.
Prioritas kesehatan
Meski kecewa, bintang-bintang tenis tersebut memaklumi pembatalan Wimbledon kali ini. Sejak pertama kali muncul pada Desember 2019, virus Covid-19 telah menginfeksi sekitar 935.000 orang dan menewaskan 47.000 orang secara global. Di Inggris sendiri, terdapat 29.000 orang yang terinfeksi, 2.352 di antaranya meninggal dunia.
Dengan kondisi tersebut, sebagian besar negara membatasi, bahkan, menutup akses keluar masuk warganya dan warga negara asing untuk meredam penularan.
”Saya bisa memahami dan mendukung keputusan dari panitia. Pada saat ini, yang paling penting adalah fokus pada efek yang muncul akibat pandemik ini,” ujar tujuh kali juara Wimbledon pada era 1960 dan 1970-an, Billie Jean King.
” Saya punya banyak kenangan indah di Wimbledon. Musim lapangan rumput akan selalu dirindukan. Namun, menjaga diri agar tetap sehat dengan tinggal di rumah adalah yang terpenting dilakukan pada saat ini,” kata finalis tunggal putra Wimbledon 2018, Kevin Anderson. (AFP/REUTERS)