Ulang tahun PSSI ke-90, Minggu (19/4/2020), dirayakan dengan penuh keprihatinan. Masalah keterbukaan organisasi dan integritas para pengurus diharapkan menjadi refleksi bagi PSSI di masa sulit saat ini akibat pandemi.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - PSSI merayakan ulang tahun yang ke-90 saat “badai” berupa pandemi Covid-19 sedang melumpuhkan aktivitas sepak bola nyaris di seluruh dunia, Minggu (19/4/2020). Ulang tahun dirayakan dalam situasi keprihatinan karena pandemi menambah banyak masalah yang harus dihadapi PSSI.
Sejak pertengahan tahun 2016, ketika FIFA mencabut sanksi pembekuan, PSSI mendapatkan momentum untuk menata kembali tata kelola dan prestasi sepak bola. Berbagai upaya telah dilakukan, tetapi prestasi di level tim nasional senior belum juga terangkat.
PSSI justru lebih sibuk membenahi permasalahan internal seperti mafia bola yang turut menggerus kepercayaan publik. Sejumlah pengurus terlibat dan publik menyuarakan desakan bagi PSSI untuk mereformasi diri.
Optimisme mulai terlihat ketika para pemain usia muda mampu unjuk gigi di level Asia Tenggara maupun Asia. Indonesia masih punya harapan memiliki skuad timnas yang tangguh di masa depan. Para pemain muda ini menjadi "obat" pelipur lara ketika prestasi timnas senior yang hancur lebur di ajang kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022.
Pembinaan para pemain muda kemudian menjadi prioritas PSSI dengan merekrut Shin Tae-yong, mantan pelatih timnas Korsel, sebagai pelatih yang punya kewenangan mengawasi para pemain Indonesia di semua kelompok umur. Shin pula yang nantinya menangani tim muda Indonesia di Piala Dunia U-20 yang digelar di Indonesia pada 2021 mendatang.
Namun, ketika semua persiapan sedang dijalani, pandemi membuat semua rencana kembali terhenti. Pemusatan latihan timnas maupun kompetisi antarklub harus ditunda untuk mengurangi penyebaran virus korona.
Para pecinta sepak bola, kita bersama yakin akan segera melalui badai ini. Kita bersama-sama akan memenangkan ‘pertandingan’ yang sulit ini.
“Para pecinta sepak bola, kita bersama yakin akan segera melalui badai ini. Kita bersama-sama akan memenangkan ‘pertandingan’ yang sulit ini,” ujar Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dalam pidato yang ia unggah di Youtube.
Lewat videonya itu, Iriawan meminta semua pihak, mulai dari pengurus PSSI hingga suporter, untuk bersatu. Pandemi diharapkan cepat berlalu sehingga PSSI bisa kembali fokus menatap tantangan besar yang ada di depan. PSSI masih punya target lolos Olimpiade 2024 dan bermimpi mengikuti Piala Dunia 2030.
Selain itu, Indonesia berharap bisa masuk 150 besar dalam daftar peringkat tim terbaik dunia versi FIFA. Kini, Indonesia masih berada di peringkat ke-173.
Perbaiki integritas
Ajakan Iriawan kepada semua pihak untuk bersatu dan bekerja sama memperbaiki sepak bola nasional akan sulit dilakukan jika PSSI belum mampu memperbaiki integritas para pengurusnya.
Pengamat sepak bola sekaligus pengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi, mengatakan, PSSI perlu memanfaatkan momentum ulang tahun ini untuk menjadi lebih terbuka terhadap masukan publik. Keterbukaan akan meningkatkan kepercayaan publik yang selama ini tergerus.
“Publik telah menyaksikan bahwa PSSI hanya menjadi ajang rebutan panggung para politisi. Bagi publik, penting untuk mengawasi pengurus PSSI bukan hanya di tingkat pusat tetapi juga di tingkat asosiasi provinsi, kota, dan kabupaten,” ujar Fajar.
PSSI pun diharapkan memiliki pengurus dengan rekam jejak bagus dalam tata kelola sepak bola. Setelah Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria mundur beberapa waktu lalu, PSSI kembali diuji untuk menemukan pengurus baru yang berintegritas.
“Saya rasa (pengganti Tisha) harus orang yang benar-benar baru (bukan wajah lama). Ada banyak orang yang berintegritas dan punya hubungan baik dengan pihak luar seperti AFC maupun FIFA,” kata Ketua Paguyuban Suporter Timnas Indonesia, Ignatius Indro, dihubungi terpisah.
Menurut Indro, pengurus yang kompeten sangatlah diharapkan muncul agar PSSI mampu mempertahankan komitmen menuntaskan masalah-masalah lama, termasuk mafia bola. Koordinasi dengan pihak kepolisian juga harus terus diperkuat.
Dengan demikian, PSSI dan sepak bola Indonesia nantinya bisa benar-benar keluar dari “badai”. Kegaduhan di internal PSSI tidak lagi terjadi karena fokus sudah beralih untuk meningkatkan prestasi.