Magic Johnson dan Isiah Thomas, ”Point Guard” Terbaik Menurut Jordan
Michael Jordan menganggap ”point guard” terbaik menurut dia adalah Magic Johnson dan Isiah Thomas meskipun ia secara terus terang mengaku tidak menyukai Thomas.
Oleh
Korano Nicolash LMS
·5 menit baca
Point guard terbaik dunia menjadi topik tersendiri dalam film dokumenter The Last Dance, yang mengisahkan era keemasan dinasti Michael Jordan dan Chicago Bulls yang kemudian runtuh setelah musim 1997-1998. Jordan menganggap point guard terbaik menurut dia adalah Magic Johnson dan Isiah Thomas.
Michael Jeffrey Jordan, demikian nama lengkap Jordan yang berusia 57 tahun pada 17 Februari lalu, adalah orang yang sangat terbuka dan tidak pernah menyembunyikan ketidaksukaannya kepada seseorang. Termasuk ketidaksukaan MJ terhadap Isiah Thomas, point guard Detroit Pistons yang merupakan bagian dari tim ”Bad Boys”. Julukan tersebut diberikan kepada tim Detroit Pistons pada era itu karena lebih banyak bermain dengan mengadopsi gaya permainan fisik.
Akibat ketidaksukaan MJ terhadap Thomas, banyak pihak yang mengaitkan hal itu dengan tidak masuknya Thomas dalam tim nasional basket AS yang disebut ”The Dream Team” pada Olimpiade 1992 di Barcelona.
Meskipun tidak senang terhadap Thomas yang kini menjadi salah satu penyiar di NBA, ”Aku menghormati bakat Isiah Thomas. Bagiku, point guard terbaik sepanjang masa adalah Magic Johnson. Dan tepat di belakangnya adalah Isiah Thomas,” tegas MJ, seperti dikutip ESPN.
”Tidak peduli betapa aku membencinya. Namun, aku tetap menghargai permainannya,” ucap MJ yang juga pemilik klub Charlotte Hornets itu.
Kalau dibandingkan secara head to head, Earvin ”Magic” Johnson yang menjadi pilihan pertama Los Angeles Lakers dari NBA Draft 1979 memiliki prestasi yang jauh lebih baik daripada Thomas yang merupakan pemain pilihan kedua Detroit Pistons pada NBA Draft 1981.
Thomas memang pencetak poin berbahaya dan pengatur pemainan Pistons yang efektif. Dia dikenal karena kemampuannya menggiring bola dan kemampuannya menusuk masuk ke dalam key hole untuk kemudian tiba-tiba sudah berada di bawah ring untuk mencetak poin. Sayangnya, sekalipun sudah tampil di pentas NBA All-Star hingga 12 kali, Thomas baru bisa membawa Pistons dua kali jawara NBA pada 1989 dan 1990.
Kalau Thomas yang merupakan pemain terbaik (MVP) Final NBA 1990 dikatakan sering melakukan passing spektakuler, Magic Johnson kerap kali melakukan hal itu. Julukan ”Magic” yang menempel pada nama Johnson tidak lain karena passing yang mencengangkan dan menambah arti pemainan basket.
Magic Johnson yang 14 Agustus nanti berusia 61 tahun sudah membawa Lakers mengantongi lima gelar NBA. Selain itu, Johnson menjadi MVP Final NBA 1980, 1982, dan 1987.
”The Dream Team”
Setelah memperkuat sekaligus mempersembahkan medali emas pada Olimpiade 1984 di Los Angeles, Jordan kembali memperkuat tim AS pada Olimpiade 1992 di Barcelona. Karena tim ini bertaburkan bintang, untuk pertama kali tim AS dijuluki ”The Dream Team”. Selain Magic Johnson, juga ada nama besar lain, yakni Larry Bird, Patrick Ewing, dan Chris Mullin yang merupakan satu-satunya pemain amatir.
Saat menanggapi pendapat yang menyudutkan dirinya karena dianggap yang menyebabkan Thomas tidak dipilih masuk The Dream Team, MJ menegaskan, ”Sebelum Olimpiade, Rod Thorn, Ketua Panitia Seleksi Tim AS, memanggil aku dan mengatakan, ’Kami akan senang jika Anda berada di dalam The Dream Team.’”
Waktu itu, tambah MJ, ”Aku bertanya, ’Siapa saja yang bermain?’”
”Dia berkata, ’Apa artinya itu?’”
”Saya kembali bertanya, ’Siapa saja yang bermain?’”
”Dan dia menjawab, ’Ya, orang yang kamu bicarakan dan kamu pikirkan tidak akan bermain.’”
”Itu yang sempat disinggung, walau saya sama sekali tidak pernah menyebutkan namanya dalam percakapan itu,” kata MJ.
”Kalau kalian ingin mengaitkannya denganku, silakan saja. Yang pasti itu bukan karena aku,” tegas MJ.
MJ mengatakan bukan dirinya yang menyebabkan Isiah Thomas tidak masuk dalam tim AS ke Olimpiade 1992 di Barcelona, dan ia juga tidak punya masalah dengan Thomas. Namun, MJ menegaskan bahwa pergaulan dalam tim jauh lebih baik tanpa Thomas daripada Thomas menjadi bagian dari tim.
”The Dream Team berdasarkan pada lingkungan dan persahabatan yang terjadi dalam tim itu. Itu adalah harmoni terbaik,” kata MJ.
”Apakah Isiah akan membuat perasaan yang berbeda pada tim itu? Ya,” tutur MJ yang sekaligus menjawab pertanyaannya sendiri.
Thomas sendiri ketika ditanyakan soal hal ini hanya menjawab singkat. ”Aku tidak tahu apa yang terjadi dalam proses seleksi itu. Meski demikian, aku rasa aku memenuhi kriteria untuk dipilih sekalipun ternyata tidak terjadi.”
Sifat terbuka
Sifat terbuka MJ memang sudah dikenal. Sebelumnya, ia juga secara terbuka menyerang Manajer Umum Chicago Bulls saat itu, Jerry Krause. Krause mengatakan bahwa manajemen timlah yang membuat tim menjadi juara, bukan pelatih, apalagi pemain.
Hal itu mendapat tanggapan keras dari MJ. Bahkan, hingga dirinya menerima Naismith Memorial Hall of Fame pun, Jordan masih menganggap pendapat Krause itu salah. ”Tidak pernah ada manajemen yang dengan kaki terpincang-pincang memenangi gelar NBA. Yang memenangi gelar itu pemain,” tegasnya.
Namun, sebagai bukti dari kata-katanya, Krause pun menegaskan bahwa musim 1997-1998 menjadi musim terakhir Phil Jackson, pelatih Chicago Bulls saat itu, bersama tim. Itu sebabnya, kepada para pemainnya, Jackson mengingatkan bahwa musim 1997-1998 menjadi ”tarian terakhir” mereka.
Kata-kata itu yang kemudian dijadikan judul film dokumenter dari era keemasan Chicago Bulls bersama dinasti Michael Jordan yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi dalam satu dekade ke depan.
Ancaman Krause itu langsung dijawab tegas MJ yang menyatakan akan gantung sepatu apabila Jackson tidak lagi menangani Bulls. Hal itu dibuktikan setelah Chicago Bulls meraih gelar NBA keenam pada final 1998 sekaligus gelar terakhir Bulls. (AP)