Penyerang Athletic Bilbao, Aritz Aduriz, pensiun pada usia ke-39. Keharusan menjalani operasi pinggul menyebabkan ”El Zorro” harus rela tidak bermain di final Piala Raja Spanyol.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·6 menit baca
Keputusan penyerang veteran Athletic Bilbao, Aritz Aduriz, untuk mengakhiri pengabdiannya di lapangan hijau terasa pilu. Pemain berusia 39 tahun itu undur diri dari sepak bola akibat cedera pinggul. Atas keadaan itu, ia pun gagal mengakhiri kariernya dengan memberikan kado terindah bagi publik Stadion San Mames, markas Bilbao.
Kehadiran Aduriz bagi Bilbao ibarat tokoh mitologi Basque, yaitu Olentzero. Kisah Olentzero masyhur bagi anak-anak karena ia adalah ”Santa Klaus” bagi bangsa Basque. Olentzero dipercaya sebagai sosok yang menghadirkan kebahagiaan pada malam Natal dengan memberikan hadiah bagi rumah-rumah yang memiliki anak.
Serupa dengan Olentzero, Aduriz adalah pembawa kebahagiaan bagi masyarakat Basque, terutama pendukung Bilbao. Aduriz tidak akan pernah dilupakan oleh ”Los Leones”, julukan klub yang berdiri pada 1898 itu.
Tidak hanya karena lesatan 172 gol dari 407 laga menggunakan seragam kebesaran Bilbao, ketokohan ”El Zorro”, julukan Aduriz, akan abadi di Stadion San Mames karena lewat gol itu Bilbao meraih gelar perdana pada abad ke-21, yaitu Piala Super Spanyol 2015. Predikat juara itu terasa manis karena Aduriz mencetak empat gol dari dua pertandingan melawan Barcelona yang berakhir dengan agregat skor 5-1.
Pada awal musim ini, Aduriz juga telah mengumumkan akan gantung sepatu di akhir musim. Pemain bernomor punggung 20 itu sesungguhnya belum kehilangan sentuhan magisnya. Pada pekan pertama musim 2019/2020, Aduriz mencetak gol semata wayang ke gawang Barcelona untuk mencatatkan kemenangan perdana Bilbao.
Kemudian, Aduriz juga menjadi salah satu sosok protagonis yang mengantarkan Bilbao ke final Piala Raja Spanyol 2020. Di laga final, Bilbao akan melawan sesama klub Basque, Real Sociedad. Semula, Aduriz memiliki ambisi tambahan untuk menambah koleksi trofi ”Los Leones” sebelum menepi dari lapangan hijau untuk selamanya.
Laga pamungkas perebutan Piala Raja Spanyol awalnya akan dilaksanakan pada 18 April lalu. Namun, seiring wabah Covid-19, pertandingan itu pun belum memiliki jadwal baru. Alhasil, Aduriz harus menyingkirkan ambisinya untuk berlaga di laga final itu. Pasalnya, ia ternyata tengah menunda operasi pinggul di musim panas ini agar memiliki kesempatan mengakhiri pengabdiannya secara manis bagi Bilbao.
Akan tetapi, Aduriz berkejaran dengan waktu. Dokter akhirnya tidak membiarkan lagi Aduriz menunda operasinya. Tindakan medis yang tidak sembarangan karena dokter akan melakukan prostetik untuk mengganti pinggul Aduriz yang rusak akibat cedera. Andai operasi itu terlambat, Aduriz terancam tidak bisa berdiri dan berjalan secara normal.
”Sayangnya, tubuh saya mengatakan ’cukup’. Saya tidak bisa menolong rekan setim seperti yang saya idamkan atau yang mereka pantas dapatkan. Inilah kehidupan atlet profesional,” tulis Aduriz melalui cuitan di akun Twitter-nya, Kamis (21/5/2020) dini hari WIB.
Bilbao memiliki filosofi Con cantera y aficion, no hace falta importacion yang berarti ’Dengan talenta dan dukungan lokal, kita tidak butuh (pemain) impor’.
Bilbao memiliki filosofi Con cantera y aficion, no hace falta importacion yang berarti, ’Dengan talenta dan dukungan lokal, kita tidak butuh (pemain) impor.’ Alhasil, Bilbao menjadi satu-satunya klub di Liga Spanyol yang hanya diisi pemain beretnis Basque yang berada di Spanyol dan Perancis. ”Los Leones” tidak memiliki satu pun pemain asing. Meski begitu, Bilbao mampu menyamai prestasi dua rival ”El Clasico”, Barcelona dan Real Madrid, yang belum pernah terlempar dari kasta tertinggi Liga Spanyol.
Oleh karena itu, kehilangan Aduriz adalah duka bagi klub. ”Pencetak gol terbanyak bagi rojiblanco (merah-putih) di abad ke-21 meninggalkan sepak bola hari ini dan meninggalkan warisan besar sebagai ’Singa’,” tulis pernyataan resmi klub.
Mantan pemain Bilbao, Julen Guerrero, menjadi salah satu dari banyak orang yang menyesali ”kegagalan” Aduriz berkiprah di panggung akhirnya, yaitu final Piala Raja Spanyol 2020. ”Bermain di laga final akan menjadi akhir yang luar biasa, momen terbaik bagi kariernya. Kesempatan itu adalah akhir yang Aduriz impikan sehingga sangat disayangkan ia melewati pertandingan final itu,” kata Guerrero yang kini menukangi tim nasional Spanyol U-15.
Telat berkembang
Pada awal kariernya, Aduriz bergabung dengan klub yunior Real Sociedad, yakni Antiguoko. Di tim yunior itu, ia bermain bersama rekan sepermainannya, seperti Mikel Arteta dan Xabi Alonso. Berbeda dengan kedua rekannya yang giat berlatih sepak bola, di usia remaja, Aduriz justru lebih menggandrungi olahraga selancar.
”Kedua orangtua saya sangat menyukai olahraga, tetapi mereka tidak terlalu menyukai sepak bola. Saya pun sempat membujuk mereka sebelum memilih sepak bola daripada selancar,” kata Aduriz.
Atas kondisi itu, karier Aduriz tidak secermelang kedua rekan masa kecilnya tersebut. Arteta dikontrak Barcelona yunior, sedangkan Alonso bermain untuk tim utama Real Sociedad. Adapun Aduriz harus menempuh jalur dari bawah yang diawali bermain untuk tim lokal Basque, yaitu Aurrera, lalu ia masuk ke tim yunior Bilbao sebelum menembus tim utama pada musim 2002/2003. Aduriz sempat berkelana ke Real Valladolid, Real Mallorca, dan Valencia sebelum kembali ke Bilbao pada 2012. Sejak itu, kariernya melejit dan dirinya dikenal seantero Spanyol.
”Dalam sepak bola, seperti kehidupan, kita harus terus belajar. Saya akui saya selalu menjadi individu yang telat berkembang,” ucap ”El Zorro” kepada Mundo Deportivo.
Dikagumi
Di era sepak bola tiki-taka, Aduriz adalah sosok penyerang yang langka. Ia tidak memiliki tipe permainan yang rajin bergerak. Aduriz justru menjadi tembok kokoh yang berperan sebagai target-man dan pemantul bola bagi rekan-rekannya di lini serang Bilbao.
Sebagai tujuan akhir bola di kotak penalti, tidak jarang pula ”El Zorro” menghadirkan decak kagum untuk mencetak gol. Salah satu momen yang tidak terlupakan ialah tendangan voli yang sukses menaklukan kiper ”El Barca” Marc-Andre ter Stegen, 17 Agustus 2019. Gol itu memberikan kekalahan pertama bagi Barcelona di laga pembuka liga sejak satu dekade terakhir.
”Aduriz adalah penyerang paling tangguh yang pernah saya hadapi,” puji Ter Stegen.
Selain tajam, Aduriz juga dikenal sebagai sosok sportif. Pada laga Liga Spanyol melawan Eibar, 27 Januari 2018, ia menggoyangkan jari telunjuknya ketika terjatuh di kotak penalti Eibar. Padahal, mayoritas fans Bilbao di Stadion San Mames bergemuruh menuntut tendangan penalti bagi tim tuan rumah. Ketika terjatuh, ”El Zorro” langsung menoleh ke arah wasit untuk menyatakan ia jatuh, bukan karena dilanggar pemain lawan.
”Aritz Aduriz telah mencetak banyak gol di liga. Namun, di atas itu semua, ia menampilkan sikap sportif yang tidak mungkin dilupakan,” sebut pernyataan La Liga Spanyol.
Bagi mantan pelatih timnas Spanyol, Vicente Del Bosque, Aduriz adalah salah satu penyerang tengah terbaik ”Negeri Matador” di dua dekade awal abad ke-21. ”Aduriz memiliki seluruh kualitas sebagai penyerang dan ia telah membukukan rekor gol yang baik. Itu yang membuat kami tidak ragu memercayakan tempat (di Piala Eropa 2016) kepada dirinya,” ucap Del Bosque yang membawa Aduriz ke Perancis 2016.
Secara total, Aduriz memainkan 13 laga berseragam Spanyol dan mencetak dua gol. Satu golnya ke gawang Makedonia, November 2016, mencatatkan ”El Zorro” ke buku sejarah timnas Spanyol sebagai pencetak gol tertua pada usia 35 tahun 275 hari. (AFP/REUTERS)